Setelah ditawarkan kepada banyak orang, akhirnya terpilihlah salah seorang yang menyatakan diri berani melakukan uji nyali di bekas penjara jongkok, ruang bawah tanah, Gedung Lawang Sewu. Pemandu acara Dunia Lain, Hary Pantja, mengingatkan bila tidak kuat dalam uji nyali yang dilakukan pada tengah malam itu diharapkan melambaikan tangan ke kamera sebagai tanda menyerah.
Seiring perkembangan waktu dan sejarah masa kolonialisme Belanda, fungsi dan peruntukkan gedung itu berubah-ubah. Pernah menjadi Kantor Jawatan Kereta Api Republik Indonesia (sekarang PTKAI), Kantor Badan Prasarna Komando Daerah Militer Kodam IV Diponegoro, Kantor Wilayah Kemterian Pehubungan Jawa Tengah, dan selanjutnya keberadaan gedung itu lebih banyak kosong, tak terurus, dan mangkrak sehingga menimbulkan kesan kumuh.
Pada masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, keberadaan gedung itu mendapat perhatian. Buktinya pada 5 Juli 2011, istri presiden, Ani Yudhoyono, meresmikan renovasi Lawang Sewu. Peresmian itu tak sekadar menata Lawang Sewu menjadi lebih bersih, rapi, terurus, dan bila malam menjadi terang karena puluhan lampu dipasang namun juga menjadikan tempat itu sebagai tempat pameran. Selepas peresmian, Ani melihat pameran kerajinan nasional yang juga digelar di tempat itu.
Gedung yang diarsiteki oleh C. Citroen itu disebut Lawang Sewu sebab kalau kita lihat fisik bangunan terlihat memang banyak pintu sehingga hal demikian yang membuat ia disebut dengan Lawang Sewu atau seribu pintu. Bukan karena pintunya seribu jumlahnya namun karena banyaknya pintu yang ada.
Saya berkunjung ke Lawang Sewu dua kali. Pertama pada siang hari dan kedua malam hari pada tahun yang berbeda. Pada siang hari, dengan membayar berapa rupiah saya lupa nilainya, saya menyusuri ruang-ruang yang ada. Lawang Sewu merupakan sebuah bangunan model Eropa sehingga banyak seni dan desain art di sana. Indahnya seni dan desain gedung itu membuat Lawang Sewu sering dijadikan tempat pemotretan, baik untuk hunting foto maupun foto model. Bahkan beberapa film dibuat di Lawang Sewu, seperti film Ayat-Ayat Cinta.
Setelah menyusuri ruang-ruang yang ada, ruangan yang ada mirip kelas-kelas, saya akhirnya berada di bagian belakang gedung itu. Oleh pemandu saya ditunjukkan penjara bawah tanah. Untuk bisa masuk ke tempat itu, pengunjung harus menggunakan sepatu boot sebab ruangan itu tergenang oleh air.
Ruangan itu berada di bawah gedung sehingga harus memasuki lorong selebar satu meter turun ke bawah. Oleh pemandu ditunjukkan bagian-bagian di ruangan bawah tanah. Setelah melihat tayangan di Dunia Lain dan melihat langsung, baru tahu, “O di sini ruangan uji nyalinya.” Pemandu menjelaskan bahwa ruangan bawah tanah itu sebenarnya digunakan sebagai ruang pendingin gedung namun di masa pendudukan Jepang ruangan bawah tanah itu dijadikan penjara jongkong. Penjara jongkok sebab para penghuninya dimasukan dalam sebuah ruangan yang tingginya kurang dari satu meter, kemudian di atasnya jeruji besi sebagai tutup ruangan itu. Pastinya semua penghuni harus jongkok sebab kalau tidak ia akan tertimpa jeruji besi itu. Jadi betapa menyakitkan penjara itu.
Menyusuri ruangan bawah tanah, auranya memang sangat menyeramkan, entah karena perasaan saja atau memang makhluk halus yang ada mengikuti kita. Dikatakan oleh pemandu, banyaknya makhluk halus karena masa masa pendudukan Jepang, tak hanya orang meninggal karena dibunuh dengan dengan sengaja atau karena penjara yang kejam namun juga banyak perempuan dari Indonesia dan Belanda yang diperkosa atau dijadikan budak nafsu . “Perempuan Indonesia yang diperkosa yang tidak kuat menanggung beban perasaan akhirnya memilih bunuh diri,” ujarnya. Pemandu sering mendengar jeritan, rintihan, dan teriakan suara perempuan. Suara itu muncul dari ruang-ruang yang gelap. Mendengar hal yang demikian bagi pemandu dianggap sudah biasa.
Ada cerita lain pada masa pendudukan Jepang itu yakni sekitar 20 noni Belanda diperkosa oleh tentara Jepang. Dari cerita inilah kabarnya banyak orang yang melihat penampakkan noni Belanda pada malam hari di Lawang Sewu.
Sebelum direnovasi, di Lawang Sewu ada semacam wisata malam, namun saya belum pernah merasakan. Saya berkunjung pada malam hari setelah gedung itu direnovasi. Dengan membayar berapa saya lupa dan ada pemandu malam yang menawari saya menolak sebab terbilang mahal. Suasana Lawang Sewu pada malam hari sudah berubah. Tak lagi menyeramkan namun sudah banyak lampu di setiap sudut sehingga menimbulkan kesan indah meski kesan ngeri-ngeri sedap masih ada.