Namun, oposisi memiliki pandangan yang berbeda. Mereka mengkritik ketidakberhasilan petahana dalam memenuhi janji-janji politiknya. Menurut mereka, banyak program yang belum mencapai target, dan kepemimpinan Amran Mahmud dianggap cukup satu periode saja. Kelompok ini menginginkan adanya perubahan dan kebaruan dalam pemerintahan daerah.
Sementara itu, evaluasi terhadap Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kabupaten Wajo tahun 2005 -- 2025 menunjukkan bahwa masih banyak indikator yang belum tercapai. Misalnya, target pemenuhan kebutuhan jalan dan jembatan dengan kualitas baik hanya mencapai 50% dari target 80% pada tahun 2020 -- 2022. Demikian pula, angka harapan hidup yang ditargetkan sebesar 75 tahun, ternyata hanya mencapai 67 tahun hingga tahun 2022.
Pemerintah mengakui bahwa ada berbagai faktor yang mempengaruhi tidak tercapainya sasaran tersebut, seperti angka kematian bayi yang masih tinggi, perilaku hidup sehat yang belum optimal di lingkungan keluarga, serta fasilitas kesehatan dan kualitas SDM kesehatan yang belum memadai.
Namun, sayangnya diskusi publik terkait pilkada ini sering kali terjebak dalam isu personalitas kandidat, mengabaikan substansi gagasan dan program yang ditawarkan. Evaluasi RPJPD seharusnya bisa menjadi bahan refleksi yang lebih mendalam bagi para calon pemimpin. Dengan memahami capaian dan kendala yang ada, para kandidat bisa menawarkan solusi yang lebih konkret dan realistis kepada masyarakat.
Masyarakat Wajo diharapkan dapat lebih kritis dalam menyikapi pilkada ini. Memilih pemimpin tidak hanya berdasarkan keramahan dan kedermawanan, tetapi juga mempertimbangkan kemampuan mereka dalam menyelesaikan persoalan yang ada. Pilkada kali ini harus menjadi momentum untuk memperbaiki diskursus politik yang lebih sehat dan substansial demi kemajuan Kabupaten Wajo ke depan.