Mohon tunggu...
KOMENTAR
Pendidikan

Perbedaan Kesenian Jaranan Pegon dan Kidalan sebagai Wujud Budaya Jawa Masyarakat Tumpang

17 Mei 2024   08:11 Diperbarui: 17 Mei 2024   08:14 774 0
Kabupaten Malang merupakan salah satu kabupaten yang berada di pulau jawa, juga merupakan terluas di Propinsi Jawa Timur, dengan luas wilayah 3.348 km atau sama dengan 334.800 ha. Secara demografis kabupaten Malang memiliki jumlah penduduk sebesar 2.346.710 jiwa yang tentunya kaya akan seni dan pertunjukanya. Seni pertunjukan sebagai "seni waktu" yang berarti "kesaatan", sesungguhnya tidak untuk kepentingannya sendiri (seni untuk seni), namun kesenian itu baru dapat berarti atau bermakna apabila diamati atau mendapatkan respon penonton dan nilai yang terkandung. Selain sebagai acara hiburan, kesenian ini juga sebagai ritual dan penghormatan terhadap leluhur mereka, salah satunya yaitu kesenian jaranan.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), jaranan atau kuda lumping adalah kuda yang terbuat dari kulit atau bambu yang digunakan sebagai penyangga dalam tari kuda lumping dan geraknya menyerupai kuda. Jenis kesenian ini mempunyai nama yang berbeda - beda di beberapa daerah seperti Kuda Kepang dan Jatilan. Jaranan atau kuda lamping merupakan salah satu jenis kebutuhan adat Masyarakat jawa yang bermula pada zaman dahulu sebagai sarana kebutuhan ritual dan spiritual dan kini digunakan untuk kebutuhan rekreasi.
 Asal muasal seni pertunjukan jaranan atau kepang begitu luas dan beragam sehingga dapat ditelusuri. Pada dasarnya, namun isi pertunjukan ini merupakan bagian dari ritual selamatan, yaitu penyucian desa dan ruwatan.
Dari segi kewilayahan, banyaknya seni totem kuda sebanyak 4. 444 ekor merupakan ciri khas masyarakat Jawa, bentuk ritual mempunyai simbolisasi secara bergantian.
 Kesenian jaranan mempunyai makna dan nilai yang dimaknai melalui lambang dan lambang, diantaranya terdapat tiga kata kunci yaitu yang berarti pandangan hidup para pelaku kebudayaan, dan yang kedua adalah makna fisik yang berfungsi sebagai alat atau sarana, memiliki nilai sebagai target. Ketiga, simbol atau lambang adalah suatu tanda yang dimaksudkan untuk mewakili suatu identitas tertentu.
Definisi lain terdapat dalam Ensiklopedi nasional Indonesia yang mendefinisikan tari kuda lumping, jaran kepang, jaranan atau jathilan sebagai kesenian tradisional masyarakat Jawa. Kesenian ini berupa tarian menunggang kuda yang dimainkan sekelompok orang dengan iringan musik gamelan. (TIM dalam Kaulam, 2012: 131) dalam (Radhia, 2016). Di daerah Jawa Timur, kesenian Jaran Kepang ini dapat ditemui di daerah Tulungagung, Blitar, Nganjuk, Kediri, dan sekitarnya.
Jaran kepang merupakan simbolisasi dari animisme dan dinamisme yang ada dalam masyarakat jawa yang padahal itu masyarakat percaya pada roh - roh hewan yang diburu. Sebagai masyarakat agraris, masyarakat Jawa memiliki keyakinan yang lebih kompleks terasuk penyaluranroh pelindung dan leluhur. Petikan - petikan sejarah dan asal-usul. Dimasukkannya kuda sebagai roh kesurupan dengan mudah menjadi sisi prasejarah karena kuda merupakan adat untuk banyak Indonesia khususnya Jawa dan Sumatera (Mauricio, 2002: 56).  
Di kecamatan tumpang sendiri terdapat dua jenis jaranan yaitu jaranan kidal, atau biasanya di sebut kidalan dan jaranan pegon yang biasanya berada di Masyarakat pesisir bromo. Perbedaan jenis tarian didasarkan pada bentuk ungkapan gerak dan ragam gerak, kostum, melodi, iringan, atraksi yang di tampilkan dan tidak terlepas dari keberadaan etnis yang menaunginya.
Jaran Kepang kidal atau sering di sebut kidalan, berasal dari alat musik jedhor berbentuk menyerupai kendang besar dan kedua bidang lingkarannya ukuran yang sama. Ritme suara jedhor
menentukan gerak langkah dan koreografi. Jaranan kidal sendiri yaitu Jaranan kidal Malang.

 
Gambar 1. Pagelaran Jaranan kidal
di desa pandanajeng
(Sumber: Ardi, 7 Mei 2024)

Kesenian Kuda Lumping atau jaranan ini berkembang di Malang, kesenian ini memiliki nama lain jaranan kidalan, karena jaranan ini dikaitkan dengan candi kidal di malang sebagai identitas kuda lumping di malang. Pementasan jaranan ini sunguh luar biasah karena tak semua orang bisa melakukan atraksi - atraksi yang di lakukan dalam jaranan kidal ini seperti bergelantungan di tali, membawa dan melilitkan seluruh tubuhnya di pohon salak, lelucon hingga caplokan yang di bawa sang pemain yang terbuat dari kayu besar. Kesenian jaranan kidalan memiliki ciri khas yaitu dengan adanya alat yang dinamakan caplokan, yaitu sebuah ukiran kayu yang menyerupai hewan, raksasa berwajah seram (Buto), dan naga yang dimana alat ini digunakan oleh pelaku kesenian dengan mengayuhkannya menyesuaikan dengan iringan musik dari jaranan kidal itu sendiri.  

 
Gambar 2. Gambar caplokan khas kidalan
(Sumber: Ardi, 7 Mei 2024)

Keberadaan jaranan kidal di Tumpang karena sering dilakukannya pertunjukan jaranan Thek dari Ponorogo pada masa kolonial Belanda untuk mengisi kegiatan berbagai pasar malam. Setelah Indonesia merdeka disusul banyaknya perantau dari Ponorogo, Tulungagung dan Blitar yang mempertunjukan kesenian kuda lumping dari masing-masing daerah. Dalam Catatan Belanda Jaranan Thek dari Ponorogo sering mengisi acara pasar malam di Malang sejak era kolonial. Sehingga terdapat ide untuk membuat kuda lumping khas malang pada tahun 1970 yang belum memiliki kesenian kuda lumping, dengan mengacu pada candi kidal sebagai patokan. Jidor di gunakan sebagai simbol islam yang kala itu kesenian kuda lumping pernah dianggap sebagai simpatisan PKI. Pertunjukan jaranan Kidal di Tumpang diiringi kendang, jidor, angklung reog gumbeng berjumlah banyak, yang merupakan ciri khas, sedangkan kostum yang dipakai hanya berpakaian kaos lorek bergaris Ponorogoan dan celana komprang, namun sekarang sudah menjadi lebih modern yakni mengunakan kaos yang seragam, sering kali pemain kuda lumping kidal mengalami kesurupan yang disebut kalap, hingga melakukan berbagai atraksi yang akan di sembuhkan oleh pawang.
 
Gambar 3: Atraksi jaranan kidalan dor desa
Sukopuro (Sumber: Ardi, 15 Maret 2023).

 
Gambar 4: Penampilan jaranan di desa
pandanajeng Tumpang (Sumber: Ardi,
11 juni 2023)

Dalam pertunjukan Jaranan kidal di Tumpang tidak menyajikan cerita atau sendratari, yang ditampilkan sebatas tari dan kesurupan saja. Peralatan kesenian jaranan Kidal yang menjadi ciri khas yang membedakan dengan jenis jaranan lainya meliputi:
1.Kuda lumping
2.Celeng (babi)
3.Caploan
4.Pecut
5.Pawang bomoh (bopo) berpakaian warok serba hitam membawa pecut
6.Alat musik kendang, jidor, angklung dan lain sebagainya.
Sementara itu jaranan pegon yaitu jaranan pegon merupakan kesenian tradisional masyarakat Jawa dan merupakan salah satu jenis kuda lamping yang berasal dari Ponorogo yang saat ini masih ada yang mengikutinya di kecamatan Tumpang, Jawa Timur. Hampir mirip dengan Ebeg yang ada di Jawa Tengah. jaranan pegon merupakan salah satu variasi jaranan atau kesenian wayang orang.
Di Kecamatan Tumpang terdapat komunitas/grup jaranan pegon yang masih aktif. Beberapa komunitas/grup jaranan di Tumpang sering kali mengadakan pertunjukan jaranan secara tradisional, jaranan pegon terutama di daerah timur tumpang yaitu poncokusumo dan sekitarnya lebih banyak yang mengikutinya.
Di kecamatan tumpang sendiri jaranan pegon sudah mengalami modifikasi, tidak murni jaranan pegon yang berasal dari trengalek. Penari penunggang kuda pegon mempunyai ciri - ciri yang hampir sama dengan penari penunggang jaranan kidal, namun masih juga terdapat beberapa properti yaitu selendang dan sampur yang masih di gunakan dalam jaranan pegon.
 Jaranan pegon juga terbuat dari anyaman bambu yang berukuran tidak terlalu besar. Penari jarananan pegon juga memakai semeti atau cambuk saat menari, dan penari juga memakai klingingan atau gelang kaki. Tak jarang, para penari jaranan pegon berjumlah sangat banyak ketika mereka pentas. Pada jaranan pegon pemain yang kesurupan cenderung membuka mata mereka, tidak tertutup seperti yang ada pada pemain jaranan kidal saat kesurupan. Pada pertunjukan kesenian jaranan pegon juga dimasukkan tarian barongan dan juga celengan. Celeng tau celengan merupakan tarian yang mencerminkan sikap dari hewan babi.
Biasannya kemunculan barongan dan celengan ini berada pada pertengahan pertunjukan dan juga akhir. Penari celengan ketika menari menggunakan anyaman bambu yang dibentuk menyerupai hewan babi hutan, untuk ukurannya didesain lebih kecil dibandingkan dengan jaranan. Pada anyaman bambu yang dibuat menyerupai bentuk babi juga dilukis aksen aksen yang khas dan unik. Berbeda dengan jaranan dor, jaranan pegon hanya mengunakan properti berupa kuda kepang saja, tidak ada caplokan buto namun secara alat musik hampir sama dengan jaranan kidal.
Atraksi - atraksi seperti jaranan kidal tidak terdapat pada jaranan pegon. Dalam jaranan pegon lebih condong menampilkan gerak jaran yang di bawa oleh penari, alunan gerak cenderung lebih pelan dan lebih kalem di banding jaranan kidal. Pada jaranan pegon gerak penari yang kesurupan hanya menari mengikuti alunan musik khas pegon dan cen derung banyak menampilkan atraksi kabyukan, yaitu penari berlari ke arah penonton yang meneriakinya dan mengarahkan jaran yang di bawa ke penonton tersebut, maka dari itu dalam jaranan pegon pengunaan properti kuda lumping.
Perbedaan dari jaranan kidal dan jaranan pegon berdasarkan penelitian terdapat beberapa perbedaan, dari segi kesurupan pemain jaranan pegon cenderung melotot dalam kesurupan nya, dari segi tata tempat jaranan kidal tidak terlalu membutuhkan tempat yang luas di bandingkan jaranan pegon. Property yang di gunakan dalam jaranan pegon cenderung lebih sedikit di bandingkan jaranan kidal, jaranan kidal terdapat alat musik yang banyak dan beragam, caplokan, banteng, jaran, cemeti, lumping, pohon salak, dan masih banyak lagi. kostum penunggang atau penari kidal lebih simple dan atraksi serta juga irama musik yang di alunan dalam suatu pertunjukan jaranan, yaitu kidal cenderung kalem dan banyak variasi pukulan kendang yang membuat penari yang kesurupan melakukan atraksi

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun