Mohon tunggu...
KOMENTAR
Catatan

Pulau Menui dan Kerawanan Pangan

23 September 2011   06:17 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:42 1749 0
[caption id="attachment_136822" align="aligncenter" width="300" caption="Bungku-Menui PP (sarat muatan)"][/caption]

Menui berasal dari bahasa bugis ‘manu’ yang artinya ayam. Dulunya, saat pertama kali ditemukan oleh orang bugis, di pulau ini banyak terdapat ayam, sehingga dinamakanlah pulau Manu atau Manui. Menurut cerita penduduk setempat, yang pertama kali menemukan pulau ini sebenarnya adalah orang Bugis. Sebagai tanda bahwa mereka telah menemukan pulau ini, orang-orang bugis itu kemudian menancapkan besi payung di daerah tanjung. Akan tetapi, kemudian datang orang Bungku yang juga merasa telah menemukan pulau ini dan menancapkan besi berkarat di bawah besi payung yang telah ditancapkan sebelumnya oleh orang Bugis. Karena besi yang ditancapkan oleh orang Bungku lebih berkarat, maka kemudian dianggap bahwa orang Bungkulah yang pertama kali datang dan menemukan pulau ini. Konon begitulah ceritanya.

Secara administratif pulau ini masuk wilayah kabupaten Morowali, provinsi Sulawesi Tengah. Dalam seminggu, “biasanya” 3 kali jadwal kapal berangkat ke pulau ini dari Bungku (ibukota kabupaten Morowali) yang membutuhkan waktu tempuh sekitar 14 jam. Pulau Menui sebenarnya lebih dekat dengan Kendari (ibukota Sulawesi Tenggara), kurang lebih 5 jam dengan kapal laut. Itulah sebabnya sehingga aktivitas ekonomi penduduk Menui lebih banyak terhubung dengan kota Kendari. Frekuensi kapal penumpang pun lebih sering ke Kendari daripada ke Bungku.

Topografi wilayah Menui sebagian berupa bukit-bukit, mirip dengan bukit-bukit karst (kapur) yang ada di daerah Gunung Kidul, DIY. Di sini pun air bersih sangat sulit didapatkan. Pada beberapa desa yang berada di wilayah pesisir pantai, airnya terasa payau. Sedangkan pada daerah yang agak masuk ke pedalaman, air bersih diperoleh dengan menampung air hujan. Layaknya daerah karst pada umumnya, di Menui juga terdapat beberapa goa, salah satunya goa Kumapa. Dalam goa ini terdapat sumber air mengalir, yang sepertinya merupakan sistem sungai bawah tanah yang juga terhubung dengan goa-goa lainnya yang ada disekitarnya. Air yang keluar dari goa Kumapa inilah yang dimanfaatkan oleh penduduk desa Kofalagadi untuk keperluan sehari-hari. Air disalurkan ke desa Kofalagadi melalui pipa sepanjang ±2 km.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun