Di remang malam begitu sepi
Hati ini begitu keji ingin mencaci
Siapapun mereka tak sudi aku mengenal
Aku begini bukan karena aku ingin
Aku hanya ingin hidup tenang setiap hari
Pernahkah kau rindu suasana malam sepi menanti
Seperti angin yang kesana kemari
Tidak sedikitpun lisannya berkata-kata
Tapi i bergeliat tanpa henti, lirih tak terdengar suaranya
Pentingkah apa yang keluar dari cakap tak berjiwa itu?
Sehingga harus juga hari ini kau muntah kan semuanya?
Pedulilah padaku dan aku aku lain di sana
Yang sebenarnya tidak ingin mendengar
Jeritan permohonan dan panggilan untuk nya
Apakah benar tenggang rasa hanya milik sebagian gembala?
Dimana 'kebaikan' dipaksakan kepada semua-muanya?
Aku tak paham sampai sejauh mana arah amarah ini
Pernah hati mencoba tak peduli
Tapi mereka semakin jadi menjadi
Tak kenal lelah mencampaki kita sebagai yang lain
Sudahlah aku tidak peduli
Aku akan pergi secepatnya
Berdengung-dengunglah sampai mangkat dirimu nanti
Toh, aku sudah beranjak pergi meninggalkan kalian dengan luapan marah tak terduga
###
Keluh kesah hati ini
Diwaktu pagi sajak fajar kau umumkan
Ketika siang tak lupa gumaman itu terucap lagi
Mendekati sore hari kau lantunkan kembali
Sampai dengan menjelang malam tak henti-henti mulut itu menggurui
Aku tau
Aku paham
Bahwa, sebagian dari kami tidaklah hadir
Tapi bukan karena aku tak ingin
Sejak awal engkau menutup hati ini
Bersenandung tak ada henti sesuatu yang tak berarti
Dan memanfaatkan waktunya tiba untuk segera menghardik
Atau hanya tak ingin ternodai
Padahal...
Aku juga sama sepertimu
Aku juga manusia
Manusia yang hidup, tumbuh bersama
Mengarungi selat-selat sempit masalah lama
Hingga kita sampai pada kondisi sekarang
Taatkala kami menjadi-jadi, sudikah sejenak untuk sadar dan sejenak luangkan waktu untuk berfikir bahwa:
Ada yang lain di antara aku
Ada yang tidak serupa tentang bagaimana aku melihat warna
Pernahkah?
Pernahkah?
Sepertinya tidak