Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen

Efektivitas Mitologi dalam Mempengaruhi Elektabilitas

20 Maret 2019   13:52 Diperbarui: 20 Maret 2019   14:08 4 0

Saya sesungguhnya tidak amat percaya dengan cerita Kampi namun syarat dan test yang harusnya dapat membuktikan bahwa Dia berbohong telah ia lulusi tanpa cacat bukti.

Seekor Rusa dewasa bertanduk sempurna dan Kerbau Belang terikat berdampingan dengan kandang Sapi dihalaman belakang rumah Kampi yang kini semuanya telah dikelilingi pagar dari seng bekas setinggi 2 meter.

Kampi sebenarnya berusaha menyembunyikan cerita tidak masuk akal ini, seandainya Pak Kapolsek tidak menunjukkan surat perintah penyidikan atas dugaan tindak kriminal.

Ia dikenai tuduhan melakukan pencurian atau menadah hewan curian bahkan tuduhan memelihara hewan langka dilindungi pemerintah tanpa izin.

Rusa dan Kerbau ini menjadi fenomena baru di Tanete Riaja, apalagi setelah tersiar kabar datang nya  seorang Anggota DPD RI yang katanya bersuku Toraja langsung dari Jakarta untuk menawar Kerbau Belang milik Kampi dengan harga Setengah Miliar Rupiah.

Demikian pula Rusa Jantan besar itu, yang tanduknya berlekuk empat di tanduk kanan dan tiga di tanduk kiri, seekor Rusa sehat dan amat jinak sehingga mudah didekati seperti Sapi Ternak Kampi lainnya.

Kepala Dinas Pariwisata sendiri yang pernah berkunjung dan meminta Rusa itu secara langsung untuk dapat di jadikan properti hidup di halaman rumah Jabatan Kepala Daerah.

Saya dilibatkan dalam Kasus Langka ini karena diundang oleh Kapolres untuk bersama mencari bukti kebenaran cerita Kampi.

Saya sengaja memilih hari Jumat mendatangi rumah Kampi di Kampung Tebbing, Lingkungan Maruala, Tanete Riaja itu.

Hari itu merupakan hari keberuntungan ku sekaligus hari yang dikeramatkan dan saat yang paling pas menjalankan misi sebagai Pakar Science of Deduction-nya Barru. (cieee)

Pak Kapolres sendiri yang meminta untuk menelusuri peristiwa aneh itu, katanya "Ardi, kamu ingat peristiwa Bayi Ajaib Pulau Pannikiang?, Semua pemikir tidak percaya namun terlanjur jadi berita media, seandainya Bayi itu gunakan aksara lontara dan bukan huruf Arab atau seandainya si Ibu Bayi tidak jujur maka ini akan jadi preseden buruk bagi penyidikan kasus fenomena".

"Untung semua akhirnya dapat diketahui dan bisa dibuktikan meski tetap menjadi komitmen rahasia dan  hanya  menjadi misteri bagi sebagian lainnya namun setidaknya kita yang tahu rasionalisasinya dapat lepas dari kebuntuan logika" tambahnya lagi.

Aku hanya mengangguk dan tersenyum mengingat kisah nyata itu, dimana aku pertama kali dilibatkan sebagai mitra dan berhasil membuktikan kalau Tinta yang digunakan adalah Tinta yang identik dengan Tinta Pemilu dan akan pudar bahkan hilang setelah tiga hari sejak dituliskan.

Bayi Ajaib Pannikiang itulah yang membuat ku dan pihak kepolisian semakin dekat, siapapun Kapolres nya.

Meski Kasus Kampi berbeda dengan itu,

Saat interview saya mulai, Kampi  menyampaikan bahwa ketika menggembala di sekitar Batu Mallopie dan tertidur pulas kemudian terbangun dengan hilangnya seekor sapi ternak yang ia gembalakan.

Ia pun mencari Sapi itu sampai mengelilingi bukit Kars yang banyak gua batunya.

Setelah berkeliling hutan adat kecil disekitar bukit kars itu, Kampi berkata melepas penat dan kegelisahan di tepian telaga "Liung Maloangnge".

Liung Maloangnge memang sebuah cerukan sungai yang unik sebab memiliki luasan separuh lapangan sepakbola di aliran sungai yang mengalami penyempitan hanya selebar lima meteran.

Cerukan itu terkenal dalamnya sebab sampai saat ini tidak pernah ada satupun orang yang mau menaksir berapa kedalamannya.

Bahkan saya sendiri pernah mencoba kesana sebelumnya dan menenggelamkan Sebatang Bambu  utuh untuk mengukur kedalaman namun tetap gagal menyentuh dasarnya.

Kampi berkata bahwa ia larut dalam kesedihan mendalam dan akhirnya melihat seekor Biawak  sebesar Buaya dengan rambut panjang yang mengintipnya dari tengah Telaga Liung Maloangnge.

Meski tempat itu memang dikeramatkan, namun Kampi yang terlanjur galau dengan kekalutan justru menatap makhluk aneh itu.

Mahluk itulah yang menurut Kampi menunjukkan dimana Sapi Ternak yang ia cari dapat ditemukan.

Saya pun bertanya "Bagaimana cara mahkluk itu berkomunikasi dengan mu?".

Kampi menjelaskan dengan antusias, "Melalui bisikan!"

Ia meneruskan ceritanya dengan menyampaikan bahwa setelah bisikan itu ia terima, Kampi lalu dituntun bisikan memasuki Goa Batu yang ditunjukkan.

Di Gua Batu itu, pintu nya sebesar pintu rumah biasa namun lima meter setelah nya terdapat ruang sebesar aula yang ditengahnya ada batu pualam berbentuk meja.

Di dindingnya penuh tempelan putih seperti songkok haji terbalik berwarna putih yang dugaan orang orang adalah sarang walet.

Di tengah-tengah itulah ada seorang Lelaki Tua yang memegang Tombak dan nampak tenang bersemedi diatas batu meja pualam tadi.

Lelaki tua itu seperti petapa yang sudah lama tak bergerak disana sebab lumut dan stalaktit sudah menjadi bagian yang menyatu dengan dirinya.

Bahkan stalagmit diatasnya terus menetes ke ubun-ubun dan panjangnya turun dari langit-langit Gua sudah hampir menyentuh kepalanya.

Saat saya mendekat, barulah nampak buntalan buntalan yang usang dengan perkakas emas tercecer di sekitarnya.

"Sumpah, saya melihatnya sendiri" tegas Kampi.

Ia melanjutkan ceritanya dengan lebih tenang sebab saya hanya menampakkan sikap percaya dan serius mendengarkan.

Saya tidak sekalipun mencoba mengganggu Petapa itu atau mau mengusiknya termasuk emas permata dan perkakas berharga di belakangnya.

Setelah lama celingak-celinguk mencari Sapi  yang tidak saya temukan, saya bergegas hendak keluar.

Saat hendak keluar itulah, Petapa tadi mendelik dan berkata "Apa yang kau cari?" menggunakan bahasa Bugis halus dan mengalun seperti dialek orang Bugis Bone.

Saya yang tergagap berkata, "Hanya sapi ku yang hilang, itu saja".

Petapa itu pun berkata-kata, "Apakah kamu temukan disini?".

"Jika tak kau temukan, kenapa tak kau coba mengambil yang engkau temukan?"

Kampi pun menjawab, "Kakek ku pernah berkata bahwa ---magi magi na Mu ita pacceccu sanre ri wiringna galungnge, Akko tannia idi taro'i aja na idi malai, akko tannia idi pasanre'i aja na idi patettongngi, akko tannia idi ciduriwi aja na idi ceccukengngi--- (Saat engkau melihat tombak pembuat lubang tanah untuk menanam bibit kacang/jagung yang biasa ditemukan di pinggiran pematang sawah, ingat untuk tidak mengambil apa yang bukan kamu yang menyimpannya,  tidak memindahkan letaknya jika bukan kamu yang meletakkannya, tidak menggunakannya bila bukan kamu yang membuatnya).

Petapa itu lalu tersenyum kecut dan membalas,
"Sinnangngi Dinru na Liung Maloangnge pitakko laleng pasiruntu ki, Kallolo..!!!" (Pantas Jin Pemilik Liung Maloangnge menunjukkan mu jalan ke Goa ini untuk menemukan ku).

"Ambillah beberapa sarang burung walet itu sebanyak yang tangan mu bisa pegang lalu lemparkan ke Telaga Liung Maloangnge, Sapi mu pasti dia yang sembunyikan, dan mintalah hadiah sebab menjadikan nyawamu sebagai taruhan" perintahnya lagi.

Saya mengejar, "Apa maksud Petapa itu mengatakan Nyawamu sebagai taruhan?".

Kampi pun menjelaskan bahwa, Emas dan perkakas kerajaan yang ada disekitaran Petapa itu seandainya saja saya sentuh apalagi ambil ternyata telah dibaluri racun dari serbuk Kacumbari.

Petapa itu sendiri adalah penjaganya, ia merupakan pengawal Arung Palakka Petta Malampee Gemmena dari Kerajaan Bone yang pernah diambil Sumpah Angngaru Kawali Simpa Sikadong untuk menjaga harta karun ini sampai ada Titisan Darah Biru Bone yang datang mengambilnya.

"Kenapa bisa Arung Palakka ke Tanete Riaja?" kejar ku lagi.

"Petapa itu sempat menjelaskan, bahwa Datu Tanete yang menyembunyikan mereka di sekitaran Maruala sebelum menunjukkan jalan lari ke Kerajaan Buton, namun Harta Kerajaan Bone ini ditinggal demi keamanan dan kehati-hatian" Terang Kampi.

Saya hanya manggut-manggut antara percaya dan setengah hati mengakui perjalanan sejarah pelarian Arung Palakka di Maruala Tanete Riaja yang persis sama.

"Lalu...!" lanjut ku.

Kampi kemudian menjelaskan bahwa ia membuang sepertiga sarang burung walet itu ke Telaga Liung Maloangnge yang membuat Dinru Penjaganya bahagia lalu memunculkan Sapinya yang ternyata tertambat disisi tempatnya berdiri namun terlindungi oleh Ghaib.

Begitu Dinru itu melahap satu buah Sarang Walet, ia langsung berubah menjadi seorang Gadis mempesona dengan Rambut Panjangnya dan mampu berjalan keluar dari Telaga.

Kampi pun katanya menunjukkan Dua Pertiga sisa Sarang Walet ditangannya yang masih berjumlah puluhan.

Gadis jadi-jadian itu kemudian menghiba dan meminta Kampi ikhlas memberikan semuanya.

"Satu Sarang Walet hanya bisa mengubahnya dalam Dua Puluh Empat Jam, semakin banyak yang saya makan maka semakin lama saya bisa berkunjung dan berkumpul dengan Saudara kembaran saya di Ralla" harap Dinru itu.

Kampi lalu meminta hadiah sepadan atas kematian yang hampir menimpanya, saat itulah kata Kampi, Seekor Rusa dan Kerbau Belang yang sama jinaknya diberi sebagai permaafan dan barter Sarang Walet.

---

Saya hanya tertegun menatap Lelaki yang bernama Kampi yang dengan santainya dan terlihat tenang memberi keterangan atas itu semua.

Science of Deduction yang saya pelajari seperti kehilangan fungsi untuk mengkaji Psiognomy, Psikologi, dan Body Language yang ia perlihatkan secara lugas.

Ia tak sekali pun menyentuh rambut atau hidung termasuk tidak membuat jemarinya gelisah.

Matanya tetap tenang, bibirnya lugas lancar berkata-kata, alis tak pernah mengernyit, bahu tidak nampak tertekan, nafasnya masih teratur, dan kakinya malah sesekali ia selonjorkan tanda bahwa Kampi rileks di selidiki.

Huuufff...

Saya segera melapor Pak Kapolres, membuat pengakuan bahwa saat ini saya merasa belum menemukan petunjuk.

Sepertinya, cerita ghaib Kampi adalah hal nyata bahkan persis sama dengan kisah-kisah yang dulunya di jadikan Pau-Pau Ri Kadong oleh Tetua kami turun temurun.

---

Beberapa minggu kemudian, Rusa dan Kerbau Belang itu jadi di beli oleh Anggota DPD RI dengan harga 500 juta rupiah.

Kabarnya, Kampi yang merasa Bahagia hanya  mengambil setengah bagian dan sisanya ia bagikan dalam bentuk buku-buku Agama lengkap dengan Lemari Kaca kecil untuk hampir semua Remaja Masjid di Kabupaten Barru.

Rusa Ghaib itu sendiri yang sudah berpindah tangan ke Bapak Pejabat Kaya bersuku Toraja itu kemudian diserahkan oleh Beliau sendiri ke Bupati Barru sebagai hadiah.

Rusa itu nampak sehat dengan tanduk sempurna berlekuk tujuh menjadi Hewan Kesayangan Keluarga Bupati di halaman rumah jabatannya.

Saya sendiri yang telah lama menghindar dan menahan malu tidak lagi menemui Kampi atau ikut proses jual beli bahkan sembunyi saat diundang sebagai tamu pada seremonial penyerahan sebagian keuntungan pembelian sebagai Hibah Perpustakaan Remaja Masjid Se-Kabupaten Barru.

---

Dua tahun setelah kasus itu berlalu, saya mendapatkan undangan lengkap dengan tiket Garuda Airlines Bisnis Class.

Untuk ke Jakarta menghadiri Pelantikan Anggota DPD RI dan DPR RI terpilih.

Undangan itu diserahkan langsung oleh Kampi, bahkan dengan Uang Saku Sepuluh Juta rupiah.

Kampi sendiri yang katanya meminta ke Pejabat Keturunan Toraja itu untuk juga mengundang ku menemaninya ke Jakarta.

Seminggu di Jakarta itulah, semua menjadi jelas.

Pejabat politik itu ternyata didampingi oleh Rahmat, Sahabat ku yang selama ini pergi Merantau.

Rahmat adalah Pemuda cerdas dari Desa Libureng, semasa remaja pernah bekerja dan tinggal bersamaku di Jalan Pramuka Tuwung dan mengelola bersama Lembaga Riset Acca Celebes Indonesia.

Ia lah yang memohon Maaf dengan bersimpuh dihadapan ku sebagai Kakak dan Senior nya.

Katanya, "Maaf Kakanda, sayalah yang mendesain semua itu, Kampi adalah Kader terbaik ku saat aktif bersama mendirikan Sanggar Seni dan Kerajinan Tangan Tanete Riaja, lima belas tahun lalu".

"Kerbau Belang dan Rusa itu memang milik Bapak diperkebunannya di Toraja, kami mendatangkannya ke rumah Kampi dengan Mobil Kontainer, bahkan Bapak sendiri yang memodali Kampi untuk jadi Peternak Sapi setahun sebelumnya atas saranku". Urainya.

"Lalu, kenapa Hewan itu ia beli kembali dengan harga mahal...?" tanya ku terheran-heran.

"Untuk Kampanye Pemilihan Anggota DPD RI di periode kedua Bapak" jawabnya.

Rahmat lalu menjelaskan semua Buku-buku Agama yang ada di Masjid telah distempel "HIBAH PERPUSTAKAAN REMAJA MASJID ATAS NAMA BELIAU".

Alhamdulillah, Bapak dapat tambahan lebih dari 50.000 suara pemilih di Barru dan itu harga yang murah untuk 500 juta rupiah.

Saya hanya menjawab pelan, "Tak usah minta Maaf, semuanya sudah berhasil Dinda capai".

Ia dengan lembut berdiri dan memelukku sambil berbisik, "Saya memohon ampunan ta, karena semua pola dan intrik yang digunakan adalah rangkuman dari cerita-cerita Kanda saat saya masih dalam pengkaderan ta dulu".

Kami pun melepaskan tawa bersama sambil ia timpali dengan nada penuh kemenangan,
"Dan Rusa itu memang didesain serius untuk menyenangkan Kepala Daerah kita".

Saya lalu tertegun sejenak dan melirik ke Kampi "Si Pakkampi Saping" yang terlatih ber-teater kemudian kembali larut dalam suasana pesta menjelang Pelantikan Senator MPR RI.

Ternyata, Politikus Nasional memang melampaui pemikiran Pemikir Lokal Daerah.

Selesai

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun