Tidak dapat dipungkiri, ada beberapa kementerian yang selama ini sering menjadi sorotan publik karena potensi besar terjadinya korupsi. Data dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Transparency International Indonesia (TII), dan laporan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menunjukkan bahwa praktik penyalahgunaan wewenang di kementerian tertentu terus berulang. Mari kita lihat beberapa kementerian yang perlu mendapat perhatian ekstra agar tidak menjadi sarang korupsi di masa mendatang.
1. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR)
Salah satu kementerian dengan anggaran terbesar di Indonesia, Kementerian PUPR mengelola dana triliunan rupiah setiap tahunnya. Dalam APBN 2024 saja, Kementerian PUPR mendapatkan alokasi sebesar Rp140 triliun, sebagian besar untuk proyek infrastruktur seperti jalan tol, jembatan, dan pembangunan bendungan. Sayangnya, besarnya dana ini sering menjadi sasaran empuk korupsi.
Kasus korupsi di kementerian ini bukan barang baru. Sebagai contoh, kasus suap pada proyek pembangunan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) tahun 2018 melibatkan sejumlah pejabat di lingkungan PUPR. Modus korupsinya beragam, mulai dari pengaturan tender hingga penyuapan dalam pengadaan barang dan jasa. Hal ini menunjukkan bahwa proyek berskala besar sering menjadi celah untuk melakukan kecurangan.
2. Kementerian Sosial (Kemensos)
Siapa yang tidak ingat skandal korupsi bansos yang melibatkan eks Menteri Sosial Juliari Batubara? Kasus ini mengejutkan publik karena terjadi di tengah pandemi COVID-19, saat jutaan masyarakat Indonesia bergantung pada bantuan sosial. Juliari terbukti menerima suap sebesar Rp32,4 miliar dari para rekanan penyedia paket bansos.
Kementerian Sosial memang memiliki risiko tinggi korupsi karena mengelola program-program bantuan besar, seperti Program Keluarga Harapan (PKH) dan bantuan langsung tunai. Salah satu celah utamanya adalah kurangnya transparansi dalam pendistribusian bantuan dan lemahnya pengawasan pada data penerima manfaat.
Jika Pak Prabowo ingin mencegah skandal serupa, langkah strategis seperti digitalisasi sistem bansos dan pengawasan berbasis teknologi perlu segera diterapkan.
3. Kementerian Pertanian (Kementan)
Kementerian Pertanian juga masuk daftar kementerian rawan korupsi, terutama dalam program bantuan subsidi pupuk dan impor komoditas pangan. Pada tahun 2022, Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat ada dugaan penyimpangan dalam subsidi pupuk yang merugikan negara hingga Rp1,2 triliun.
Selain itu, impor pangan juga menjadi ladang subur korupsi. Modusnya biasanya berupa penentuan kuota impor yang diatur untuk menguntungkan pihak tertentu, seperti yang terjadi dalam kasus suap impor bawang putih pada 2019. Jika sektor pertanian yang vital bagi ketahanan pangan Indonesia ini terus diwarnai praktik kotor, dampaknya tidak hanya pada kerugian negara, tetapi juga pada kesejahteraan petani.
4. Kementerian Perhubungan (Kemenhub)
Kementerian Perhubungan mengelola anggaran besar untuk pembangunan dan pengelolaan transportasi, seperti bandara, pelabuhan, dan jalur kereta api. Sayangnya, besarnya proyek infrastruktur ini sering membuka peluang penyimpangan.
Pada tahun 2020, eks Direktur Jenderal Perkeretaapian Kemenhub, Amran Hi Mustary, dijatuhi hukuman atas kasus korupsi proyek kereta api di Kalimantan Timur. Ia terbukti menerima suap sebesar Rp20 miliar dari beberapa rekanan proyek. Kasus ini hanya satu dari banyaknya kasus korupsi di sektor transportasi, yang menunjukkan lemahnya pengawasan internal kementerian.
5. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek)
Meski fokusnya pada pendidikan dan riset, Kemendikbudristek juga rawan terjerat kasus korupsi, terutama dalam pengadaan barang seperti buku pelajaran, alat peraga, dan pembangunan sekolah. Pada 2021, ICW melaporkan dugaan penyimpangan dalam dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah) di beberapa daerah.
Selain itu, pengelolaan dana beasiswa, seperti LPDP dan KIP Kuliah, juga memiliki potensi kecurangan jika tidak diawasi dengan ketat. Dengan pendidikan sebagai pilar masa depan bangsa, Pak Prabowo harus memastikan kementerian ini bebas dari praktik korupsi yang mencoreng dunia pendidikan.
Faktor-Faktor Penyebab Korupsi di Kementerian
Ada beberapa faktor utama yang membuat kementerian-kementerian ini rentan terhadap korupsi:
Besarnya Anggaran: Semakin besar alokasi anggaran, semakin besar pula potensi penyalahgunaan dana.
Kurangnya Pengawasan: Banyak proyek besar yang tidak diawasi secara ketat, baik oleh internal kementerian maupun lembaga eksternal.
Budaya Patronase: Penempatan pejabat yang lebih mengutamakan loyalitas politik dibandingkan kompetensi membuka peluang penyalahgunaan jabatan.
Sistem yang Tidak Transparan: Minimnya digitalisasi dan keterbukaan data memperbesar celah untuk korupsi.
Apa yang Harus Dilakukan Pak Prabowo?
Jika Pak Prabowo benar-benar ingin menuntaskan masalah korupsi di kementerian, ada beberapa langkah strategis yang dapat diambil:
Menerapkan Transparansi Anggaran: Semua alokasi dana harus dipublikasikan secara rinci dan mudah diakses oleh masyarakat.
Digitalisasi Sistem Pemerintahan: Penggunaan teknologi untuk mengawasi pengadaan barang, distribusi bantuan, dan tender proyek harus menjadi prioritas.
Memperkuat Pengawasan Internal: Setiap kementerian wajib memiliki tim pengawas independen yang bekerja sama dengan KPK dan BPK.
Penempatan Pejabat Berdasarkan Kompetensi: Jabatan strategis harus diisi oleh orang-orang yang memiliki integritas dan kompetensi, bukan sekadar loyalitas politik.
Penutup
Korupsi di tubuh kementerian adalah ancaman serius yang bisa menghancurkan kredibilitas pemerintahan. Dengan fokus pada transparansi, pengawasan, dan integritas, Pak Prabowo dapat membawa perubahan signifikan dalam pemberantasan korupsi. Masyarakat menaruh harapan besar pada pemimpin yang mampu menegakkan keadilan dan memberantas praktik-praktik kotor yang selama ini merugikan negara.
Jika korupsi di kementerian-kementerian rawan ini berhasil diberantas, maka Indonesia tidak hanya akan tumbuh secara ekonomi, tetapi juga secara moral sebagai bangsa yang bermartabat.