Generasi 90-an: Ketangguhan yang Terbentuk oleh Keterbatasan
Anak-anak era 90-an tumbuh di masa transisi teknologi. Saat itu, internet baru mulai berkembang, telepon genggam masih jarang dimiliki, dan hiburan digital belum mendominasi kehidupan sehari-hari. Aktivitas bermain lebih sering dilakukan di luar rumah, seperti bermain petak umpet, kelereng, atau bersepeda keliling kompleks. Permainan-permainan ini bukan hanya memberikan hiburan, tetapi juga melatih kemampuan fisik, sosial, dan kreativitas anak-anak.
Lingkungan sosial pada masa itu juga lebih komunal. Banyak anak yang tumbuh dengan interaksi langsung dengan tetangga, teman sebaya, dan keluarga besar. Mereka terbiasa menghadapi konflik secara langsung dan belajar menyelesaikannya tanpa perantara teknologi. Selain itu, anak-anak era 90-an menghadapi keterbatasan sumber daya---baik itu dalam hal akses informasi maupun hiburan---yang secara tidak langsung mengajarkan mereka untuk menjadi lebih kreatif dan tahan banting.
Dalam dunia pendidikan, tekanan untuk berprestasi sudah ada, tetapi tidak sebesar sekarang. Anak-anak masih memiliki waktu lebih banyak untuk bermain dan mengeksplorasi lingkungan, yang membantu mereka mengembangkan ketahanan emosional.
Generasi Saat Ini: Tantangan di Tengah Kenyamanan
Sebaliknya, anak-anak zaman sekarang tumbuh di dunia yang serba cepat dan serba digital. Dengan akses yang mudah ke internet dan gadget, mereka lebih akrab dengan permainan virtual daripada bermain di luar rumah. Meskipun teknologi memberikan keuntungan besar, seperti akses informasi yang luas dan peluang belajar yang lebih banyak, hal ini juga membawa tantangan baru.
Generasi saat ini menghadapi tekanan yang lebih besar dari media sosial. Standar sosial dan pencapaian sering kali dibandingkan secara tidak sehat di platform online, yang dapat memengaruhi kesehatan mental mereka. Studi dari Common Sense Media pada tahun 2023 menunjukkan bahwa 35% remaja melaporkan merasa tertekan karena ekspektasi yang mereka lihat di media sosial.
Selain itu, kemudahan teknologi sering kali mengurangi kesempatan untuk menghadapi tantangan langsung. Misalnya, jika anak-anak era 90-an harus mencari jawaban melalui buku di perpustakaan, anak-anak zaman sekarang hanya perlu mengetik pertanyaan di mesin pencari. Keterampilan seperti ketekunan dan problem-solving manual mungkin kurang terasah akibat kemudahan ini.
Ketangguhan: Produk dari Lingkungan dan Pola Asuh
Pola asuh juga memainkan peran penting dalam membentuk ketangguhan anak. Orang tua generasi 90-an cenderung lebih permisif dalam membiarkan anak-anak mereka mengambil risiko kecil, seperti memanjat pohon atau bermain jauh dari rumah. Sebaliknya, orang tua zaman sekarang sering kali lebih protektif, dengan alasan keamanan atau kenyamanan.
Namun, penting untuk dicatat bahwa pola asuh yang lebih protektif ini bukan tanpa alasan. Dunia saat ini menghadirkan tantangan yang berbeda, seperti meningkatnya angka kriminalitas di perkotaan atau risiko bahaya dari lingkungan digital. Orang tua masa kini berusaha melindungi anak-anak mereka dari ancaman tersebut, meskipun terkadang dengan mengorbankan peluang anak untuk belajar menghadapi risiko.
Faktor Sosial dan Ekonomi yang Berbeda
Perbedaan lain yang signifikan adalah kondisi sosial dan ekonomi. Generasi 90-an tumbuh di era dengan tingkat inflasi yang lebih rendah dan tekanan ekonomi yang relatif stabil. Sementara itu, anak-anak zaman sekarang harus berhadapan dengan tantangan global, seperti krisis iklim, ketidakpastian ekonomi, dan persaingan kerja yang lebih ketat di masa depan. Hal ini dapat memberikan tekanan tambahan yang berbeda sifatnya dibandingkan generasi sebelumnya.
Apakah Anak Zaman Sekarang Kurang Tangguh?
Mengatakan bahwa anak-anak zaman sekarang kurang tangguh sebenarnya terlalu simplistik. Ketangguhan adalah hasil dari adaptasi terhadap tantangan yang dihadapi. Generasi 90-an mungkin tampak lebih tangguh karena mereka tumbuh di lingkungan yang mengharuskan mereka untuk lebih mandiri dan kreatif. Namun, generasi saat ini juga menunjukkan ketangguhan dalam menghadapi tantangan unik yang berbeda, seperti krisis kesehatan mental akibat media sosial atau belajar di tengah pandemi COVID-19.
Studi dari American Psychological Association (2022) menunjukkan bahwa meskipun generasi muda memiliki tingkat stres yang lebih tinggi, mereka juga lebih terbuka untuk mencari bantuan dan solusi, seperti konseling atau pelatihan pengelolaan emosi. Ini menunjukkan bentuk ketangguhan yang berbeda---bukan sekadar bertahan, tetapi juga mencari cara untuk berkembang di tengah tekanan.
Mengintegrasikan Kekuatan dari Dua Generasi
Daripada membandingkan generasi dengan pertanyaan siapa yang lebih tangguh, mungkin lebih bijak untuk mencari cara mengintegrasikan kekuatan dari masing-masing era. Generasi 90-an dapat menjadi inspirasi dalam hal keberanian menghadapi risiko dan kemandirian, sementara generasi saat ini dapat mengajarkan pentingnya fleksibilitas dan adaptasi terhadap perubahan yang cepat.
Orang tua, pendidik, dan masyarakat dapat memainkan peran dalam membentuk generasi yang tangguh dengan menciptakan lingkungan yang mendukung pengembangan keterampilan hidup. Kombinasi pengalaman nyata dan pemanfaatan teknologi yang bijak dapat membantu membentuk individu yang siap menghadapi berbagai tantangan di masa depan.
Kesimpulan