Mohon tunggu...
KOMENTAR
Pendidikan Pilihan

Rekam Jejak Perjalanan Politik Gusdur dan Pelajaran Penting dari Menghargai Kemajemukan

10 Maret 2024   19:29 Diperbarui: 10 Maret 2024   19:29 162 5
Masa muda Abdurrahman Wahid, yang akrab dipanggil Gus Dur, gejalanya terlihat jelas sebagai seorang yang memiliki pemahaman mendalam terhadap Islam dan pluralisme. Ia lahir pada tanggal 7 September 1940, di Jombang, Jawa Timur, Indonesia, dalam keluarga yang sangat terkait dengan dunia keagamaan. Ayahnya, Hasyim Wahid, adalah pendiri Nahdlatul Ulama (NU), sebuah organisasi Islam terbesar di Indonesia, sementara kakeknya, Hasyim Asy'ari, adalah pendiri pondok pesantren Tebuireng.

Gus Dur tumbuh dalam suasana yang sarat dengan nilai-nilai keagamaan, intelektualitas, dan keadilan sosial. Keluarga Wahid dikenal sebagai keluarga yang berkomitmen terhadap pendidikan dan pemahaman Islam yang moderat. Hal ini tercermin dalam pendidikan formal Gus Dur di pesantren Tebuireng dan studinya di Universitas Al-Azhar di Kairo, Mesir. Ia menggabungkan keilmuan Islam tradisional dengan pemahaman modern yang luas, menciptakan pondasi untuk pandangan dunianya yang inklusif dan toleran.

Masa muda Gus Dur juga dipengaruhi oleh peristiwa-peristiwa sejarah Indonesia, seperti perjuangan kemerdekaan dan era paska-kolonial. Kesadaran politiknya berkembang, dan Gus Dur aktif dalam gerakan sosial dan politik. Pada tahun 1984, ia terpilih sebagai ketua Nahdlatul Ulama, meneruskan tradisi keluarganya yang telah lama terlibat dalam memajukan pendidikan dan kesejahteraan umat Islam di Indonesia.

Gus Dur kemudian menjadi Presiden Indonesia pada tahun 1999, menjadikannya presiden pertama di Indonesia yang dipilih secara langsung oleh rakyat setelah era Orde Baru. Kepemimpinan dan pemikirannya yang unik membawa nuansa keberagaman, toleransi, dan demokrasi dalam politik Indonesia. Meskipun masa kepresidenannya terbilang singkat, warisan pemikiran dan tindakan Gus Dur tetap memberikan inspirasi bagi generasi penerusnya, menunjukkan bahwa nilai-nilai keadilan, kebebasan, dan pluralisme dapat bersatu dalam konteks keislaman.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun