Kemarin sempat membaca salah satu catatan di dinding facebook teman yang mengomentari tentang tetralogi Laskar Pelangi. Dengan bersemangat, dia berpandangan kalau tetralogi Laskar Pelangi kurang “bermutu”. “Sebab, di sana Andrea memandang pendidikan bukanlah sebagai alat peninggi harkat manusia (minimal dirinya sendiri), melainkan Cuma sebatas kendaraan mimpi, dan sayangnya, mimpi itu pun hanya sebatas ‘pergi ke luar negeri’ bukan mimpi-yang-besar, semisal ‘mengubah kepandiran negeri ini, dsb’”[1]. Dengan berlandaskan sebuah teori Gayatri Chakravorty Spivak untuk mendeskripsikan relasi antara kaum penjajah dan kaum terjajah, kelas dominan dan subaltern. Si teman itu memberi judul catatannya “Inferioritas Elite Terdidik sebagai Mantan Subaltern” (Andrea ia sebut sebagai subaltern atau rakyat jelata).