Mohon tunggu...
KOMENTAR
Catatan

Dokter Kusmanto dan Keluarga (I), Kota Tua Jakarta

26 Mei 2013   09:39 Diperbarui: 24 Juni 2015   13:01 359 0
13 Mei 2013, Jakarta

Hari Kedua di Jakarta saya diajak dokter Kusmanto beserta keluarga ( Bu Siti, Raihan, dan Abram) main  ke Kota tua. Ini merupakan kali pertama saya berkunjung ke kota tua. Kalau sekedar lewat sih dulu pernah, tapi tak sempat mampir.

Dari Lumire saya sudah bawa perlengkapan beras, kompor, seikat pete, kelapa, tikar, tapi bo’ong. Orang udik yang kaya’ gitu hanya akan anda saksikan di sinetron saja. Orang udik yang ini canggih, bawanya HP nokia, karena BB sudah terlalu mainstream.

Singkat kata, setelah seperti biasa menikmati sajian macet Jakarta, pukul 4 sore sampailah kami di Kota Tua.  Kesan pertama yang saya dapat dari Kota Tua adalah klasik, rame, dan sedikit bau got. Yah, walau bau got tapi tetep klasik, walau klasik tapi tetep rame. Padahal, image saya tentang kota tua sebelum kesana itu klasik dan sepi loh.. Soalnya sering lihat foto-foto kota tua untuk prewed. Kesannya ya dua sejoli yang lagi bahagia itu doang yang ada di sana. Hahahah...

Dijuluki "Permata Asia" dan "Ratu dari Timur" pada abad ke-16 oleh pelayar Eropa, Jakarta Lama dianggap sebagai pusat perdagangan untuk benua Asia karena lokasinya yang strategis dan sumber daya melimpah.

Tahun 1635, kota ini meluas hingga tepi barat Sungai Ciliwung, di reruntuhan bekas Jayakarta. Kota ini dirancang dengan gaya Belanda Eropa lengkap dengan benteng (Kasteel Batavia), dinding kota, dan kanal. Kota ini diatur dalam beberapa blok yang dipisahkan oleh kanal [1]. Kota Batavia selesai dibangun tahun 1650. Batavia kemudian menjadi kantor pusat VOC di Hindia Timur. Kanal-kanal diisi karena munculnya wabah tropis di dalam dinding kota karena sanitasi buruk. Kota ini mulai meluas ke selatan setelah epidemi tahun 1835 dan 1870 mendorong banyak orang keluar dari kota sempit itu menuju wilayah Weltevreden (sekarang daerah di sekitar Lapangan Merdeka). Batavia kemudian menjadi pusat administratif Hindia Timur Belanda. Tahun 1942, selama pendudukan Jepang, Batavia berganti nama menjadi Jakarta dan masih berperan sebagai ibu kota Indonesia sampai sekarang. Tahun 1972 Gubernur Jakarta Ali Sadikin, mengeluarkan dekrit yang resmi menjadikan Kota Tua sebagai situs warisan untuk melindungi sejarah arsitektur kota.

Kalau menurut denah yang saya baca dari situs www.kotatuajakarta.org sih kaya’nya banyak destinasi museum gitu. Tapi kami jalan-jalan seputar lapangan saja depan museum Fatahillah. Tempatnya luas dan bakgroundnya bagus buat jepret – jepret.

Sebelum maghrib kami pulang. Dan lagi-lagi seperti biasa, kami disuguhi agenda rutin khas Jakarta. Macet.

*nb : Amin, hari ini saya tak lupa bungkusin makan malam buwat kamu; Ketoprak.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun