Mohon tunggu...
KOMENTAR
Humaniora

Sejarah Kuliner Semarang

2 Januari 2014   23:28 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:13 1430 1
Indonesia sangat terkenal akan ragam kuliner atau masakan ditiap-tiap daerahnya, sekarang penulis akan membagikan tentang sejarah kuliner Semarang yang kurang banyak diketahui oleh masyarakat secara luas. Semarang, adalah kota metropolis yang berkembang dengan banyak keajaiban alam dan sejarah yang patut untuk dijelajah. Ibu kota provinsi Jawa Tengah ini, terletak di Pantai Utara Jawa dan merupakan pelabuhan utama di sepanjang pesisir Pantai Utara. Banyak orang terkesima melihat bagaimana kota ini mempercantik diri dengan tetap mempertahankan budayanya yang heterogen. Di kota ini akan Anda rasakan sentuhan harmonisasi budaya Jawa bersama budaya China, Arab, dan Belanda. Kuliner di Semarang juga banyak dipengaruhi oleh Cina, dan Belanda berikut kata seorang pakar kuliner Semarang Bapak Jongkie Tio, jika diliat dari asal mula kedatangan Laksamana Cheng Ho (Hanyu Pinyin: Zhèng Hé yang di abadikan dalam pembangunan Kelenteng Sam Poo Kong ) pada perkiraan tahun 1405-1413 Masehi. Kebudayaan tidak bisa lepas dari sajian makanannya, begitu pula tiap daerah memiliki masing-masing ikon atau buah tangan daerah tersebut, sebut saja Jogja punya Gudeg, maka Sumedang memiliki Tahu ( Tahu ada di setiap tempat, yang merupakan pengaruh kebudayaan makanan China ), dan Semarang tentunya memiliki Lunpia ( dalam penyebutan kosa kata Jaman Belanda “Loenpia” ) Semarang memiliki beberapa masakan yang sudah banyak dikenal oleh masyarakat luas, beberapa diantaranya adalah Lunpia, Rasikan, Mie Titte, Rondo Royal ( sekarang dikenal sebagai kuliner khas Pati ), Ganjel Rel, Soto Semarang, Babat Gongso ( awalnya dari Purwodadi ), Tahu Telur, Lontong Cap Go Meh, Buntil, Bandeng Presto, Mangut, Wingko, Glewo Koyor, Tahu Pong. 1. Lunpia Lunpia merupakan makanan yang ditemukan oleh Tjoa Thay Yoe seorang Tionghoa yang kemudian menikah dengan wanita Jawa bernama Warsih, Tjoa mempunyai seorang ibu yang merupakan pedagang masakan Tionghoa namun masakan Tionghoa kurang diterima masyarakat, karena masakan Tionghoa identik dengan binatang “babi”, kemudian atas usulan istrinya maka mereka membuat makanan yang bisa dikonsumsi oleh semua orang, awalnya Tjoa menginginkan makanan yang bisa dimakan oleh semua orang dan bisa menjadi tahan lama jika disimpan dalam kurun waktu yang lama. Akhirnya mereka membuat makanan yang terbuat dari rebung ( tunas bambu yang belum tumbuh ), udang, dan pihi ( sejenis biota laut berukuran sangat kecil ) dinamakan Lunpia karena berasal dari kata “Lun artinya digulung” dan “Pia artinya makanan”. Akhirnya Lunpia menjadi terkenal sampai sekarang berkat usaha dari Orang Tua Tjoa Thay Yoe, Anak dari Tjoa Poo Nio yang menikah dengan Sim Wan Sing ( yang kemudian memiliki anak bernama a. Sim Swie Kim ( pemilik Lunpia di Gang Lombok Semarang ), b. Sim Swie Hie ( pemilik Lunpia di Jalan Pemuda sekarang bernama Lunpia Mbak Lin ) c. Sim Hwa Nio ( pemilik Lunpia Mataram, yang akhirnya berkembang dengan adanya Lunpia Ekpress ) 2. Ganjel Rel Makanan ini merupakan kue tradisional Semarang, yang apabila kita memakannya akan membuat tenggorakan kita mengalami sensasi tersedak namun rasa khasnya sangat menggugah selera dengan taburan wijen diatasnya, konon kue tradisional ini disamarkan pembuatannya yang dibentuk serupa akhirnya berbentuk brownies yang bentuknya sangat mirip dengan ganjel rel, hanya saja brownies terlihat lebih “bantat”. 3. Mie Titee Titee dalam bahasa Tionghoa berarti kaki babi, oleh karena itu kebanyakan penjual mie titee di Semarang pasti menggunakan daging babi sebagai lauknya. Kuliner khas Semarang ini memang patut dicoba bagi anda yang menjadi penggemar daging babi. Mie Titee bisa ditemukan di daerah Grajen atau Mataram Semarang 4. Rondo Royal Makan ini terbuat dari tepung beras yang di isi dengan tape dan di goreng. sehingga mempunyai rasa yang unik asin asem manis semua jadi satu. apalagi kalao di sajikan dlm keada’an masih hangat rasanya lebih nikmat. Namun seiring berkembangnya jaman, akhirnya Rondo Royal kemudian menjadi makanan khas Pati, dan Jepara. Dengan nama Rondha Royal atau Monyos. 5. Soto Semarang, yang terkenal manis. 6. Babat Gongso Babat sapi yang diolah menjadi hidangan khas Semarang ini, merupakan salah satu tujuan wajib wisata kuliner bila Anda mengunjungi ibukota Provinsi Jawa Tengah. 7. Lontong Cap Go Meh Lontong Cap Go Meh adalah masakan adaptasi Peranakan Tionghoa Indonesia terhadap masakan Indonesia, tepatnya masakan Jawa. Hidangan ini terdiri dari lontong yang disajikan dengan opor ayam, sayur lodeh, sambal goreng hati, acar, telur pindang, abon sapi, bubuk koya, sambal, dan kerupuk. 8. Bandeng Presto Makanan ini dibuat dari ikan bandeng yang dibumbui dengan bawang putih, kunyit dan garam. Ikan bandeng kemudian di press dalam panci khusus untuk membuat durinya menjadi lunak sehingga mudah dimakan. 9. Buntil Buntil sebenarnya adalah semacam bothok yang dibungkus dengan daun muda singkong dan diberi sedikit cairan kuah pedas yang terbuat dari santan. Isinya adalah parutan kelapa yang diberi bumbu. Daun pembungkus yang lain yang sering digunakan adalah daun talas atau daun sente. Berbeda dengan bothok, daun pembungkus pada buntil juga dapat turut dikonsumsi. 10. Mangut Mangut adalah masakan khas Semarang yang terdiri dari ikan tongkol yang diasapkan, dan diberi bumbu pedas serta kuah yang bersantan. 11. Wingko Wingko adalah sejenis kue yang terbuat dari kelapa dan bahan-bahan lainnya. 12. Tahu Pong Tahu pong bersumber dari istilah Jawa tahu kopong yang berarti tahu kosong. 13. Bir Semarang Bir, minuman yang identik dengan aroma dan bahan dasar alkohol ini sebenarnya adalah minuman khas dari bangsa Barat, kemudian pernah suatu cerita ada seorang penjaga rumah Belanda ( pada jaman dahulu ) selalu melihat  ”Meneer sebutan untuk kata ganti Tuan dalam bahasa Belanda” dan “Mefro sebutan untuk kata ganti Nyonya dalam bahasa Belanda”, mereka selalu berpesta dan menenggak bir lalu berteriak, bersuka ria. Kejadian ini membuat iri atau jengkel sang penjaga rumah Belanda, akhirnya dia membuat minuman yang diramu dari beberapa rempah-rempah seperti cengkeh, jahe dan macam-macam bahan untuk menghangatkan badan sang penjaga, kemudian para Meneer dan Mefro terheran dengan ulah sang penjaga, dan sang penjaga tak segannya mengatakan bahwa “ini bir, Bir Semarang” Namun bir ini sudah lama tidak tersedia di Semarang, karena kalah pamor dengan bir yang dijual bebas di pasaran. Sebagai kota yang banyak memiliki kuliner ini, maka beberapa namanya memang terdengar aneh karena Kuliner Semarang sangat identik namanya dengan kuliner Jawa pada umumnya, karena penamaannya yang unik atau terkesan “arbiter” ini mengandung filosofi tergantung keadaan si pembuat makanan, suasana yang mempengaruhi, tempat dimana makanan dibuat, alat yang digunakan bahkan suasana hati si pembuat. Berikut ulasan “Sejarah Kuliner Semarang (Budaya Pangan Nusantara)”, penulis mendapatkan inspirasi, data dan sumber referensi ini dari Bapak Jongkie Tio ( Dedi Budiarto ), ahli kuliner sekaligus ahli kebudayaan Tionghoa di Semarang, beliau merupakan pemilik dari Restoran Semarang ( Restoran yang menyediakan berbagai macam kuliner Semarang ) http://dikkaardhi.wordpress.com/

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun