Ada satu tradisi unik yang masih dijalankan di daerah pesisir Demak dan Jepara yang berkaitan dengan upacara khitanan atau sunatan , yaitu potong sebagian alat kelamin baik putra maupun putri. Khitan bagi orang muslim hukumnya wajib utamanya anak laki-laki , selain untuk kebersihan alat kelamin itu sendiri juga wujud pelaksanaan hukum Islam . Oleh karena itu bagi orang yang mampu acara khitanan ini merupakan acara tradisi yang perlu dilestarikan dengan menggelar berbagai acara untuk memeriahkan. Selain menggelar selamatan yang mengundang sanak saudara dan tetangga , mendatangkan kesenian tradisional ataupun modern dan tak kalah menariknya dengan mengiringnya keliling kampung. Kalau di Jawa Barat untuk mengiring anak yang dikhitankan dengan kesenian adat sisingaan , namun untuk pesisir Jepara dan Demak adalah menggunakan kuda tunggangan seperti layaknya panglima perang jaman dahulu. Sebelum di arak keliling kampung anak yang akan dikhitankan di dandani ibarat pengantin  dengan pakaian yang indah serta gemerlapan , biasanya pakaian yang dikenakan adalah pakaian khas arab warna putih dengan udeng-udeng di kepala. Tukang rias ini dipanggil khusus yang biasanya merupakan tukang rias pengantin yang memang menyediakan pakaian untuk pengantin pernikahan ataupun pengantin sunat. Adapun kudanya juga di sewa dari tukang delman yang selain untuk menarik penumpang sehari-harinya ,di waktu-waktu tertentu di panggil orang untuk mengiring pengantin sunat. Sebelum di arak keliling kampung pengantin sunat yang telah berpakaian bak panglima perang , dilepas dengan do’a kedua orang tuanya dengan di beri “ sawanan “ yaitu uba rampe obat tradisional . Sawan yang ditumbuk halus ini dibubuhkan di sebagian tubuh anak yang bertujuan agar dalam perjalanan hidup anak kelak setelah dihitankan lepas dari segala mara bahaya. Pengantin sunat diarak keliling kampung
“ Tradisi ngiring sunat ini sudah ada sejak saya masih kecil , bagi keluarga yang mampu sepertinya suatu keharusan yang harus dilakukan. Apalagi jika keluaga itu anak laki-lakinya hanya satu atau lama menginginkan anak laki-laki oleh karena itu ketika anaknya besar pasti akan dimeriahkan ketika pesta khitananya “ ujar Saidun ( 25 ) warga desa Kedungkarang kecamatan Wedung kabupaten Demak di sela-sela acara ngiring sunat tetangganya. Menurut Saidun tradisi ngiring sunat ini bagi warga pesisir selain perwujudan pelaksanaan adat tradisi juga sebagai bentuk rasa syukur kepada yang maha kuasa atas limpahan rahmat dan karunia berupa anak laki-laki yang telah beranjak dewasa. Kemeriahan itu akan lebih semarak lagi jika putra laki-lakinya hanya satu-satunya dan dari keluarga cukup mampu , selain mengaraknya dengan naik kuda berkeliling kampung juga dimeriahkan dengan arak-arakan berupa kesenian tradisional seperti barong sai , barongan dan juga drum band. Bahkan malam resepsinya kadang-kadang juga masih diramaikan dengan hiburan untuk tamu-tamu yang hadir memberi do’a restu berupa kesenian seperti wayang kulit, kethoprak dan juga pentas music ndangdhut. Oleh karena itu acara tradisi khitanan ini bagi keluaraga yang mampu mengeluarkan biaya yang cukup besar untuk memeriahkannya. Namun untuk memeriahkan acara khitanan itu banyak pula yang mendatangkan da’I  untuk berceramah agama dalam acara pengajian yang digelar dalam rangka walimatulkhitan “ Itulah tradisi di desa kami jika ada pesta sunatan untuk memeriahkannya biasanya digelar kesenian ataupun pengajian , tergantung yang memeriahkannya “, tambah Saidun. Pengantin Sunat didandani ala ratu dan raja
Adanya tradisi ngiring sunat di pesisir Demak dan Jepara ini menjadikan rejeki tersendiri bagi pemilik kuda atau tukang delman , dalam sekali jalan mengiring pengantin sunat tarif yang dipatok Rp 250 ribu yang jika digunakan sekitar 1 – 2 jam. Pengantin sunat biasanya setelah dilepas kedua orangtuanya kemudian di bawa berkeliling kampung memasuki gang-gang sempit sebagai perwujudan pengumuman kepada warga . Sesampainya di rumah kepala desa rombongan berhenti dengan menghadapkan si pengantin sunat untuk mohon do’a restu kepada sang kepala desa . Di rumah kepala desa biasa telah dipersiapkan hidangan untuk si pengantin sunat dan juga sekedar kado berupa barang atau uang , setelah selesai maka pengantinpun diiring keliling kampung lagi untuk pulang ke rumah. “ Ya lumayan mas bisa untuk membeli pakan kuda dan juga belanja di rumah , kalau hanya dari narik delman saja hasilnya tak seberapa . Untungnya ya pas musim sunatan seperti ini sebulan dapat 4 tarikan saja uang Rp 1 juta dapat masuk kantong , apalagi jika lebih tentu penghasilannya saya lebih besar lagi. Mudah-mudahan tradisi ngiring sunat ini ada terus mas biar penghasilan saya lancar dan kuda ini bisa terawat dengan baik “, cerita pemilik kuda yang mengiring sunat yang mengaku warga desa Karangaji kecamatan Kedung kabupaten Jepara. ( FM) Fatkhul Muin Pengelola Blog : Pusat Informasi Masyarakat Pesisir (http: www.For-Mass.Blogspot.com)
KEMBALI KE ARTIKEL