Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Menjadi Imam Masa Kini di Tengah Perkembangan Zaman

1 Maret 2023   12:18 Diperbarui: 2 Maret 2023   21:08 569 2
Imam adalah sosok penting dalam Gereja Katolik. Imam yang dimaksud dalam teks ini adalah sosok Romo/Pastor yang menjadi imam tertahbis untuk melaksanakan peran/ tugas "imamat jabatan". Merekalah yang berperan sebagai pemimpin agama dimana mereka bertugas untuk mengajar, menguduskan, dan memimpin demi keselamatan jiwa-jiwa. Dengan tiga tugas ini, mereka juga diharapkan mampu untuk menghadirkan Kristus sendiri kepada Gereja dan masyarakat. Seiring berjalannya waktu, Gereja semakin memiliki tantangan yang berat khususnya dalam menghadapi orang-orang yang mulai meninggalkan Gereja karena beberapa alasan salah satunya adalah Gereja yang dianggap kolot/kaku dan tidak mengikuti perkembangan zaman. Tentunya ini juga menjadi tantangan para imam yang menjadi penjaga Gereja yang kudus. Nah, imam seperti apakah yang dibutuhkan di zaman sekarang ?

Pertama, seorang imam sebagai pemimpin umat tentunya harus mengikuti perkembangan zaman. Pada zaman sekarang, media sosial menjadi sarana yang paling umum dan paling cepat dalam mendapatkan informasi mengenai hal-hal yang baru. Media sosial seperti instagram, tik tok, facebook, youtube kini banyak dimiliki dan diminati oleh kaum muda. Sebagai gembala dari umat dimana kaum muda juga termasuk di dalamnya, Imam bisa menggunakan media sosial ini sebagai sarana pewartaan. Pada abad ke 21 ini, pewartaan tidak hanya bisa dilaksanakan di dalam bangunan gereja saja melainkan, pewartaan juga bisa dilaksanakan di media sosial. Justru dengan adanya media sosial, sangat memudahkan seorang imam untuk mewartakan Kerajaan Allah ke seluruh dunia. Ini selaras dengan poin mengajar dan menguduskan seperti yang sudah dijelaskan diatas. Seperti sudah dibahas sebelumnya bahwa kaum muda pada zaman sekarang banyak yang mengalami krisis iman, Imam bisa melakukan pewartaan melalui media sosial seperti Instagram, Tik Tok, Facebook, dan lain-lain. Dengan menggunakan media sosial sebagai sarana pewartaan, umat - umat yang tergolong sebagai kaum muda akan semakin tertarik dan dengan cara pewartaan seperti ini, pandangan orang bahwa Gereja adalah hal kuno akan hilang sedikit demi sedikit.

Ada salah satu spiritualitas Ignasian yang cukup populer yaitu "Finding God in All Things" yang berarti "Menemukan kehadiran Tuhan dalam segala hal". Kata-kata ini memiliki arti bahwa Tuhan tidak hanya ditemukan di sekitar altar saja melainkan dalam kehidupan kita sehari - hari, pengalaman- pengalaman kita, bahkan mungkin melalui pengalaman yang buruk. Pandangan ini berbeda dengan pandangan panteisme yang mengatakan bahwa Tuhan itu ada dalam segala wujud di alam semesta. Jika kita melihat dari kacamata zaman sekarang, seorang Imam yang menggunakan media sosial sebagai sarana pewartaan ini juga salah satu wujud dari "Finding God in All Things" itu sendiri. Karena para imam dan umat yang melihat konten tersebut bisa merasakan kehadiran Tuhan melalui sarana konten itu yang diciptakan oleh para Imam di media sosial sebagai sarana pewartaan itu sendiri.

Kita bersyukur pada zaman sekarang, sudah mulai banyak imam yang menggunakan media sosial ini sebagai sarana pewartaan. Coba saja ketika kita membuka youtube, tiktok, instagram pasti sengaja atau tidak sengaja kita bisa melihat beberapa imam yang membuat konten. Bahkan kebanyakan imam yang saya kenal biasanya memiliki akun Instagram. Hal ini menunjukkan bahwa para imam sudah mulai mengenal dan memiliki media sosial itu sendiri. Dengan memiliki akun - akun media sosial ini tentu juga sangat memudahkan seorang imam ini untuk menggunakannya sebagai sarana pewartaan.

Selama saya mengamati, belum begitu banyak imam yang menggunakan media sosial ini sebagai sarana untuk pewartaan. Masih banyak dari antara para imam yang kurang berani terjun ke pewartaan ini karena memang kenyataannya tidak mudah untuk masuk ke dalam dunia ini. Media sosial bisa menjadi medan yang sangat sulit. Salah sedikit bisa menjadi masalah yang besar. Selain bisa kita lihat betapa pedasnya komentar dari netizen ketika memberi komentar itu sendiri. Dari pengalaman saya melihat komentar dari netizen sungguh luar biasa kejamnya. Biasanya banyak netizen yang memberi pertanyaan untuk mencobai atau bahkan hate comments atau komentar negatif. Bahkan komentar-komentar sesederhana "Kakak kristen ya ?" itu saja bisa sangat menyakiti hati. Komentar-komentar ini memang biasanya muncul dari orang-orang non-Katolik yang berusaha mencobai, atau memang dasarnya hanya sebuah keisengan belaka. Tidak hanya berhenti sampai disitu namun juga dari kalangan netizen Katolik sendiri yang masih berpikiran bahwa tabu ketika seorang Imam menggunakan media sosial misalnya dari komentar yang saya sering lihat di aplikasi Tik Tok "kok romo tik tokan sih".

Namun sebagai seorang Imam tentu harus keluar dari zona nyaman. Justru dalam berkarya melalui media sosial ini, Imam bisa dibilang menjadi misionaris baru yang berarti bermisi, menyebarkan Kerajaan Allah sendiri di dunia media sosial. Lalu, bagaimana caranya ? Caranya adalah dengan membuat konten yang menarik dan mungkin bisa juga mengikuti trend yang sedang viral selama tend itu tidak menyalahi ajaran Gereja. Mungkin, imam juga bisa membuat konten yang membahas permasalahan yang sedang viral saat ini melalui sudut pandang Gereja Katolik. Konten yang dimaksud ini bisa bermacam-macam bentuknya. Bisa berupa tulisan, video Youtube, postingan Instagram, caption Instagram, dan mungkin juga membuat video Tik Tok. Konten - konten ini bisa menjadi  sarana dalam mewartakan Kerajaan Allah di tengah dunia media sosial yang sekuler. Netizen juga dapat mengerti apa itu seorang Imam dan lebih luas lagi, apa itu Gereja Katolik.

Selain aktif dan memahami media sosial, seorang imam tidak boleh lupa akan tugas utamanya yaitu melayani umat secara langsung. Imam tidak hanya aktif di dunia digital saja melainkan juga aktif di dunia nyata dimana mereka juga harus melayani secara langsung. Ini juga menjadi keprihatinan Gereja Katolik di zaman sekarang dimana sekarang sangat jarang menemukan Imam yang langsung terjun ke umat. Menjadi imam adalah menjadi seorang pemimpin dan seorang pemimpin yang baik tidak hanya duduk di singgasana saja, melainkan terjun langsung ke dalam masyarakat dan melayani masyarakat itu sendiri. Sebagai seorang Imam tentu saja tidak bisa ketika imam hanya diam saja di pastoran, melainkan juga harus terjun ke umat dan memahami umat. Imam juga harus siap melayani dimana saja dan kapan saja. Maka imam harus siap dimanapun dan kapanpun dia harus melayani umat yang membutuhkan pelayanan sakramental karena, pelayanan sakramental yang hanya bisa dilakukan oleh seorang Imam.

Tidak hanya pelayanan sakramental, Imam juga harus membantu umat dalam pelayanan - pelayanan sosial. Misalnya membantu para umat yang pengangguran dengan membuat lapangan kerja di paroki supaya mereka bisa mencari nafkah untuk keluarganya. Dengan membantu umat melalui pelayanan-pelayanan sosial, imam dapat menghayati sungguh -sungguh semangat pelayanan dan juga semangat "In Persona Christi" yang berarti seperti rupa Kristus yang dalam hal ini serupa dalam memberikan semangat pelayanan berdasarkan Kristus sendiri. Selain itu, ini juga termasuk perwujudan "Finding God in All Things" sendiri yang  sudah dijelaskan diatas.

Menjadi imam bukan semata-mata memiliki jabatan yang tinggi tetapi sungguh-sungguh menghayati jabatan imamat itu sebagai rahmat dan cinta kasih Tuhan sendiri. Maka rahmat dan cinta kasih Tuhan itu diwujudkan melalui semangat pewartaan dan pelayanan itu sendiri. Dari penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa menjadi imam harus sungguh-sungguh memahami kondisi umatnya dan mengikuti perkembangan zaman itu sendiri. Konteks zaman sekarang adalah bagaimana Gereja bisa bertahan di zaman yang semakin berubah ya salah satunya adalah media sosial dan pelayanan secara langsung yang berguna untuk menyelamatkan jiwa-jiwa.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun