Mohon tunggu...
KOMENTAR
Ruang Kelas

Pendidikan Dialogis: Refleksi Kritis atas Pemikiran Paulo Freire dalam Konteks Kekinian

25 November 2024   17:14 Diperbarui: 25 November 2024   17:22 87 1
Pendidikan dialogis yang diusung Paulo Freire merupakan gagasan revolusioner dalam dunia pendidikan, yang bertujuan mendekonstruksi hubungan hierarkis antara guru dan siswa. Dalam pendidikan ini, guru dan siswa tidak lagi dipandang sebagai pihak yang superior dan inferior, melainkan sebagai subjek yang setara, terlibat dalam dialog untuk memahami realitas bersama. Dialog tersebut menjadi interaksi inter-subjectivity, di mana setiap individu saling belajar dan memahami melalui refleksi serta pengalaman hidup yang nyata.

Penerapan pendidikan dialogis di Indonesia masih menghadapi tantangan struktural yang cukup signifikan, terutama dalam sistem pendidikan formal yang cenderung bersifat top-down. Kurikulum nasional sering kali dirancang secara seragam, dengan minim ruang untuk fleksibilitas dan konteks lokal. Namun, gagasan pendidikan dialogis telah mulai diimplementasikan di beberapa gerakan pendidikan alternatif, seperti sekolah-sekolah komunitas dan program berbasis masyarakat.

Sekolah komunitas, misalnya, mengadopsi metode pembelajaran berbasis partisipasi aktif, di mana siswa dilibatkan dalam memahami dan memecahkan masalah yang relevan dengan kehidupan sehari-hari mereka. Dalam konteks ini, guru tidak hanya menjadi penyampai pengetahuan, tetapi juga pendengar yang terbuka terhadap pengalaman siswa, menciptakan hubungan yang setara dan inklusif. Misalnya, cerita rakyat, praktik pertanian lokal, atau tradisi budaya digunakan sebagai media pembelajaran, sehingga pendidikan menjadi lebih kontekstual dan relevan dengan kebutuhan komunitas.

Dalam era digital, pendidikan dialogis mendapatkan dimensi baru. Teknologi menyediakan ruang bagi dialog dan interaksi yang lebih luas melalui platform pembelajaran daring. Misalnya, platform seperti Moodle atau Google Classroom memungkinkan diskusi kelompok yang inklusif, di mana siswa dari berbagai latar belakang dapat berbagi perspektif dan pengalaman. Namun, Freire mengingatkan bahwa teknologi hanyalah alat; esensi pendidikan tetap terletak pada hubungan manusia yang autentik. Jika teknologi digunakan secara mekanistik dan tanpa refleksi kritis, ia hanya akan memperkuat struktur penindasan baru, seperti kesenjangan digital.

Sebagai contoh, isu-isu global seperti perubahan iklim, kesenjangan digital, dan pelanggaran hak asasi manusia dapat dijadikan bahan diskusi dalam pendidikan berbasis dialog. Dengan pendekatan ini, pendidikan tidak hanya berfungsi sebagai alat transfer pengetahuan, tetapi juga sebagai sarana untuk membangun kesadaran kolektif dan memicu aksi transformatif. Misalnya, pembelajaran tentang perubahan iklim dapat melibatkan siswa dalam penelitian lokal tentang dampak lingkungan di sekitar mereka, memicu kesadaran tentang pentingnya keberlanjutan, dan mendorong mereka untuk melakukan aksi nyata, seperti pengelolaan sampah atau advokasi publik.

Tantangan dan Kritik terhadap Pendidikan Dialogis

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun