Mohon tunggu...
KOMENTAR
Kebijakan Pilihan

Penurunan Daya Beli Kelas Menengah Indonesia, Sebabnya Apa?

12 Agustus 2024   17:04 Diperbarui: 12 Agustus 2024   17:11 47 6
Penurunan daya beli masyarakat menengah di Indonesia menjadi perhatian utama pada tahun 2024, terlihat dari beberapa indikator ekonomi yang menunjukkan gejala melemahnya konsumsi dan investasi di kalangan kelas menengah. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), terjadi deflasi berturut-turut dari Mei hingga Juli 2024, yaitu sebesar -0,03 persen pada Mei, -0,08 persen pada Juni, dan meningkat menjadi -0,18 persen pada Juli 2024. Penurunan daya beli ini disebabkan oleh beberapa faktor yang saling berkaitan, termasuk penurunan kinerja industri manufaktur, meningkatnya tingkat pengangguran, dan penurunan jumlah kelas menengah. Tulisan ini akan membahas secara mendalam faktor-faktor tersebut dan bagaimana mereka mencerminkan penurunan daya beli masyarakat menengah di Indonesia.

Penurunan Kinerja Industri Manufaktur
Salah satu tanda awal dari penurunan daya beli masyarakat menengah di Indonesia adalah melemahnya kinerja industri manufaktur. Purchasing Managers' Index (PMI) Manufaktur, yang merupakan indikator kunci untuk menilai kesehatan sektor manufaktur, menunjukkan penurunan dari level 50,7 pada Juni menjadi 49,3 pada Juli 2024, yang menandakan bahwa sektor ini telah memasuki zona kontraksi. Ketika PMI berada di bawah angka 50, ini berarti terjadi penurunan aktivitas di sektor manufaktur, yang mencerminkan berkurangnya produksi, pesanan baru, dan ketenagakerjaan.

Penurunan ini disebabkan oleh menurunnya permintaan baik dari pasar domestik maupun internasional. Dalam negeri, masyarakat menengah yang merupakan konsumen utama dari produk manufaktur mulai mengurangi belanja mereka, akibat kekhawatiran terhadap kondisi ekonomi dan ketidakpastian masa depan. Sementara itu, permintaan dari luar negeri juga melemah, yang menyebabkan penurunan ekspor. Dengan berkurangnya permintaan, banyak perusahaan manufaktur terpaksa mengurangi produksi mereka, yang pada gilirannya mempengaruhi tingkat pengangguran di sektor ini.

Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan Peningkatan Pengangguran
Melemahnya sektor manufaktur juga berdampak langsung pada peningkatan jumlah Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di Indonesia. Ketika permintaan terhadap produk manufaktur menurun, banyak perusahaan terpaksa mengurangi jumlah tenaga kerja mereka untuk menyesuaikan dengan penurunan produksi. Hal ini menyebabkan peningkatan angka pengangguran, yang selanjutnya mengurangi daya beli masyarakat menengah.

Peningkatan jumlah pengangguran ini tidak hanya terjadi di sektor manufaktur, tetapi juga di sektor-sektor lain yang terkait, seperti logistik dan distribusi, yang juga mengalami penurunan permintaan. Akibatnya, banyak individu yang kehilangan sumber pendapatan utama mereka, yang berdampak pada kemampuan mereka untuk berbelanja dan mengonsumsi barang-barang kebutuhan sehari-hari. Dengan semakin banyaknya masyarakat yang kehilangan pekerjaan, tekanan pada daya beli masyarakat menengah semakin meningkat, yang kemudian memperparah kondisi ekonomi secara keseluruhan.

Penurunan Jumlah Kelas Menengah
Data dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang diolah oleh Bank Mandiri menunjukkan bahwa proporsi kelas menengah dalam struktur penduduk Indonesia pada tahun 2023 hanya mencapai 17,44 persen, turun drastis dari 21,45 persen pada tahun 2019. Penurunan ini menunjukkan bahwa semakin banyak individu yang tergelincir keluar dari kelas menengah, baik karena kehilangan pekerjaan, berkurangnya pendapatan, atau meningkatnya biaya hidup yang tidak sebanding dengan kenaikan pendapatan.

Penurunan jumlah kelas menengah ini juga tercermin dari meningkatnya rasio kredit macet (non-performing loan/NPL) untuk kredit pemilikan rumah (KPR). Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat bahwa rasio NPL properti berada di level 2,4 persen pada Desember 2023, lebih tinggi dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya yang hanya sebesar 2,1 persen. Rasio NPL yang lebih tinggi ini menunjukkan bahwa semakin banyak peminjam yang kesulitan membayar cicilan rumah mereka, yang menjadi salah satu tanda jelas dari melemahnya daya beli masyarakat menengah.

Penurunan Penjualan Kendaraan Bermotor
Gejolak ekonomi yang dialami oleh kelas menengah juga tercermin dari menurunnya penjualan mobil di Indonesia. Data dari Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) menunjukkan bahwa penjualan wholesales sepanjang semester I 2024 mencapai 408.012 unit, turun 19,5 persen dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya yang mencapai 506.427 unit. Penurunan penjualan kendaraan bermotor ini merupakan indikasi lain dari melemahnya daya beli masyarakat menengah, karena kendaraan bermotor merupakan salah satu barang konsumsi yang paling sensitif terhadap perubahan daya beli.

Penurunan ini juga dapat dikaitkan dengan meningkatnya biaya hidup dan ketidakpastian ekonomi yang membuat masyarakat menengah lebih berhati-hati dalam mengeluarkan uang untuk pembelian barang-barang besar seperti mobil. Selain itu, dengan semakin sulitnya akses kredit akibat peningkatan rasio NPL, banyak individu yang memilih untuk menunda atau membatalkan rencana pembelian kendaraan bermotor mereka.

Dampak Jangka Panjang terhadap Ekonomi Indonesia
Penurunan daya beli masyarakat menengah memiliki dampak yang luas dan jangka panjang terhadap ekonomi Indonesia. Sebagai salah satu motor penggerak utama perekonomian, melemahnya konsumsi dari kelas menengah dapat menyebabkan perlambatan ekonomi secara keseluruhan. Ketika masyarakat menengah mengurangi pengeluaran mereka, sektor-sektor lain yang bergantung pada konsumsi domestik, seperti ritel, makanan dan minuman, serta hiburan, juga akan terkena dampaknya. Hal ini dapat menyebabkan lebih banyak perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan, yang pada akhirnya dapat menyebabkan lebih banyak PHK dan peningkatan pengangguran.

Selain itu, penurunan daya beli juga dapat menghambat upaya pemerintah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi melalui konsumsi domestik. Dengan berkurangnya kontribusi dari kelas menengah, pemerintah mungkin perlu mencari cara lain untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, seperti meningkatkan investasi atau mendorong ekspor. Namun, dengan kondisi ekonomi global yang tidak pasti, opsi-opsi ini mungkin tidak cukup untuk mengimbangi penurunan konsumsi domestik.

Kesimpulan
Penurunan daya beli masyarakat menengah di Indonesia merupakan fenomena yang kompleks dan dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk melemahnya sektor manufaktur, peningkatan pengangguran, dan penurunan jumlah kelas menengah. Gejala-gejala ini menunjukkan bahwa kondisi ekonomi masyarakat menengah semakin tertekan, yang berdampak negatif terhadap perekonomian secara keseluruhan. Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan upaya bersama dari pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat untuk memperkuat kembali daya beli masyarakat menengah, salah satunya dengan mendorong pertumbuhan sektor-sektor ekonomi yang dapat menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan pendapatan masyarakat. Selain itu, perlu adanya kebijakan yang mendukung stabilitas ekonomi dan akses kredit yang lebih mudah untuk membantu masyarakat menengah mempertahankan standar hidup mereka. Jika langkah-langkah ini tidak diambil, penurunan daya beli masyarakat menengah dapat berlanjut dan menyebabkan dampak yang lebih luas terhadap ekonomi Indonesia di masa depan.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun