yang tidak hanya bertujuan untuk membentuk individu yang berilmu, tetapi juga
berbudi pekerti luhur. Dalam konteks profesi guru, pendidikan karakter memiliki
peran yang sangat signifikan karena guru bukan sekadar pengajar, tetapi juga
pembentuk karakter siswa. Sebagai teladan, guru dituntut memiliki integritas tinggi
yang mencakup kejujuran, tanggung jawab, dan konsistensi antara perkataan dan
perbuatan. Integritas ini bukan hanya menjadi simbol profesionalisme guru, tetapi
juga menjadi pondasi dalam membimbing peserta didik untuk menjadi pribadi yang
unggul, baik secara intelektual maupun moral.
Pendidikan karakter bertujuan untuk menanamkan nilai-nilai seperti
kejujuran, toleransi, disiplin, kerja keras, dan rasa tanggung jawab, yang semuanya
penting untuk menciptakan masyarakat yang harmonis dan produktif. Menurut
Kementerian Pendidikan Nasional, pendidikan karakter mencakup upaya untuk
menginternalisasi nilai-nilai luhur seperti religiusitas, kebangsaan, dan etika sosial
yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam profesi guru, nilai-nilai
ini harus menjadi landasan utama karena guru tidak hanya bertugas menyampaikan
materi pelajaran, tetapi juga membangun kepribadian siswa. Sebagai individu yang
memiliki pengaruh besar, guru harus mampu mencerminkan karakter yang baik
agar dapat menjadi panutan yang efektif.
Namun, implementasi pendidikan karakter di lingkungan sekolah tidak
terlepas dari tantangan. Salah satu kendala yang sering dihadapi adalah keterbatasan
waktu karena kurikulum yang padat. Guru sering kali merasa sulit untuk
menyeimbangkan antara menyelesaikan materi pelajaran dan menanamkan nilai-
nilai karakter. Selain itu, kurangnya pelatihan khusus dalam pendidikan karakter
juga menjadi hambatan. Tidak semua guru memiliki pengetahuan dan keterampilan
yang memadai untuk mengajarkan nilai-nilai karakter secara efektif. Tantangan
lainnya adalah pengaruh lingkungan sosial, seperti media digital, yang dapat
memberikan dampak negatif terhadap pembentukan karakter siswa.
Karakter seseorang sangat erat hubungannya dengan kepribadian atau
perilaku individu. Orang yang tidak jujur, kejam, malas, dan tidak bertanggung
jawab dianggap memiliki karakter buruk, sedangkan mereka yang jujur, ramah, dan
suka menolong dianggap memiliki karakter yang mulia. Pendidikan karakter
berperan penting dalam menanamkan sikap dan perilaku positif agar seseorang
dapat menerapkan nilai-nilai tersebut dalam berbagai aspek kehidupan.
Dalam pelaksanaannya, pendidikan karakter dapat diintegrasikan dalam
pembelajaran di kelas. Setiap mata pelajaran memiliki potensi untuk menyisipkan
nilai-nilai karakter, seperti mengajarkan kejujuran melalui tugas-tugas yang
melibatkan kerja kelompok atau menanamkan rasa tanggung jawab dengan memberikan tugas individu yang menuntut kedisiplinan. Guru juga dapat
menggunakan pendekatan keteladanan, di mana mereka menunjukkan sikap dan
perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai karakter yang ingin diajarkan. Menurut
penelitian, siswa lebih mudah memahami dan menginternalisasi nilai-nilai positif
ketika mereka melihat contoh nyata dari gurunya. Dengan demikian, guru harus
menjadi role model dalam menerapkan nilai-nilai seperti kejujuran, kerja keras, dan
kepedulian terhadap sesama.
Prinsip pendidikan di Indonesia yang diperkenalkan oleh Ki Hadjar
Dewantara merupakan wujud penerapan pendidikan karakter yang sudah lama
dikenal. Prinsip ini mencakup tiga aspek utama, yaitu: (1) Ing ngarsa sung tuladha
(di depan memberi teladan), (2) Ing madya mangun karso (di tengah membangun
semangat), dan (3) Tut wuri handayani (dari belakang memberi dorongan). Falsafah
ini menekankan bahwa guru adalah teladan bagi siswa, namun tidak seharusnya
bersikap dominan. Dengan demikian, pembentukan karakter siswa membutuhkan
peran guru yang mampu memberikan contoh perilaku baik dalam kehidupan sehari-
hari.
Namun, dalam sistem pendidikan di Indonesia, pendidikan karakter sering
kali dianggap sebagai tanggung jawab mata pelajaran Pendidikan Agama dan
Pendidikan Kewarganegaraan (PKN). Pandangan ini kurang tepat. Anderson
(2000:140) menyatakan bahwa pendidikan karakter tidak seharusnya diajarkan
sebagai kurikulum terpisah, tetapi harus terintegrasi ke dalam semua mata
pelajaran.
Untuk mengatasi tantangan tersebut, pemerintah dan institusi pendidikan
perlu memberikan pelatihan kepada guru agar mereka lebih percaya diri dalam
mengimplementasikan pendidikan karakter. Pelatihan ini dapat mencakup metode
pengajaran yang inovatif, strategi integrasi nilai dalam pembelajaran, dan cara
mengelola lingkungan kelas yang kondusif. Selain itu, diperlukan kerja sama antara
sekolah, keluarga, dan masyarakat dalam mendukung pendidikan karakter. Guru
tidak bisa bekerja sendiri dalam membentuk karakter siswa, tetapi membutuhkan
dukungan dari orang tua dan komunitas sekitar untuk menciptakan lingkungan yang
mendukung perkembangan nilai-nilai positif.
Dengan pendekatan yang tepat, pendidikan karakter tidak hanya menjadi
landasan dalam profesi guru, tetapi juga menjadi jalan untuk menciptakan generasi
penerus yang berintegritas. Guru yang memiliki karakter kuat akan mampu
menanamkan nilai-nilai positif kepada siswa, yang pada akhirnya berkontribusi
pada pembentukan masyarakat yang lebih baik. Sebagai agen perubahan, guru
memiliki tanggung jawab besar untuk memastikan bahwa pendidikan karakter
menjadi bagian integral dari proses pembelajaran, sehingga tujuan pendidikannasional dapat tercapai dengan optimal.