Mohon tunggu...
KOMENTAR
Ilmu Sosbud

Gambaran Gender dalam Media di Indonesia

29 Juli 2023   20:44 Diperbarui: 29 Juli 2023   20:45 58 0
Menurut laporan tahunan Aliansi Jurnalis Independen Indonesia (AJI) tahun 2021, persentase jurnalis perempuan sekitar 18,6%, hanya 1868 jurnalis perempuan di seluruh Indonesia. Alasannya adalah perspektif budaya Indonesia yang konon mendikte bahwa peran perempuan adalah di dalam rumah sebagai ibu dan pengurus rumah tangga. Sangat menarik untuk menyimpulkan bahwa tempat perempuan dalam Jurnalisme terbatas karena masyarakat Indonesia menggambarkan perbedaan dikotomis laki-laki sebagai orang yang bernalar, objektif, kuat yang terlibat dalam fungsi produktif (ekonomi) ruang publik dan perempuan sebagai orang yang emosional, subyektif, halus yang terlibat dalam fungsi reproduksi (biologis) ruang pribadi (Romano, 2003). Karena alasan ini dan rendahnya jumlah sumber daya manusia: jurnalis perempuan, berdampak pada posisi jurnalis perempuan di ruang redaksi. Sebuah penelitian dari AJI menunjukkan bahwa hanya 6 persen jurnalis wanita yang bekerja di manajemen puncak atau sebagai editor senior dan 94 persen atau mayoritas jurnalis wanita bekerja sebagai reporter atau bukan pembuat keputusan redaksi.

Minimnya jumlah jurnalis perempuan di tingkat redaksi atau manajemen puncak berdampak pada kebijakan media tentang tugas peliputan perempuan, masalah upah dan juga berpengaruh pada bagaimana media menggambarkan berita perempuan seperti kasus pemerkosaan, dll. Dari laporan yang sama, AJI menemukan gambaran negatif tentang perempuan di sejumlah media nasional. Akibatnya, berita kategori kekerasan terhadap perempuan masih mendominasi. Anehnya, ada juga kasus pelanggaran kode etik jurnalistik, khususnya dalam pemberitaan kekerasan terhadap perempuan sebagai korban. Perempuan yang dilecehkan mengalami berbagai kekerasan, seperti yang ditampilkan dalam berita dengan cara yang diskriminatif. Riset AJI menunjukkan, jumlah narasumber atau narasumber yang diwawancarai media masih lebih banyak laki-laki daripada perempuan. Kondisi tersebut membuat suara perempuan terabaikan dalam isu-isu perempuan. Perspektif laki-laki dan perempuan dalam menanggapi isu-isu perempuan jelas akan berbeda. Hal ini dapat menyebabkan ketidaksetaraan gender dalam berita.

Kurangnya kepekaan gender di media dibuktikan dengan kegagalan menghilangkan stereotip berbasis gender yang bisa ditemukan. Oleh karena itu, peran jurnalis perempuan dalam redaksi sangat penting untuk mempromosikan ketidaksetaraan gender. Karena jurnalis perempuan telah digambarkan sebagai sosok yang kompeten, mandiri, berani dan penyayang berdasarkan penelitian pelopor jurnalis perempuan, Donna Born yang menemukannya (Ehrlich & Saltzman, 2015).

Bagaimana media Indonesia menangkap isu perempuan juga masih klise dan kondisi ini bertentangan dengan deklarasi Beijing pada tahun 1995 yang mengatakan dalam satu butir bahwa citra perempuan di media harus berimbang dan tidak klise. Selain citra perempuan di media yang cenderung stereotip, pemberitaan media juga masih diskriminatif.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun