Bonus demografi menjadi topik yang tidak henti-hentinya menarik perhatian ketika membicarakan tentang kependudukan. Surya Chandra saat menjadi Tenaga Ahli DPR-RI Komisi IX periode 2004-2008 pernah menyampaikan di sebuah seminar di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, pada tahun 2020 hingga 2030, Indonesia diprediksi mengalami bonus demografi, yaitu penduduk usia produktif lebih besar daripada penduduk usia muda dan usia lanjut. Dengan usia angkatan kerja (15-64 tahun) mencapai 70% atau sekitar 180 juta jiwa, diperkirakan tanggungan penduduk nonproduktif akan sangat rendah, kurang lebih 44 jiwa per 100 penduduk produktif.
Ini merupakan salah satu kesempatan dalam pembangunan Indonesia, dengan banyaknya angkatan kerja akan terjadi pertumbuhan ekonomi yang kemudian meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sebagai negara dengan penduduk terbesar ke empat di dunia, Indonesia selalu memiliki keuntungan SDM yang lebih, maka saat bonus demografi terjadi jumlah angkatan kerja Indonesia akan sangat melimpah.
Tapi apakah benar ini akan menjadi kesempatan untuk Indonesia?
Lapangan Pekerjaan dan Pendidikan yang Tidak Memadai
Pada tahun 2013 saja, tingkat pengangguran Indonesia adalah 5,7% atau mencapai 7,15 juta jiwa, selain itu 10,57 juta jiwa setengah menganggur dan 26,40 juta jiwa bekerja paruh waktu.
Banyaknya pengangguran di Indonesia juga dikarenakan kurangnya kualitas pendidikan pekerja sehingga tidak sesuai dengan kebutuhan pengusaha. Selain itu banyak tenaga kerja terdidik yang malah bekerja pada sektor pekerjaan tanpa keterampilan. Kegagalan lulusan sarjana mendapatkan pekerjaan membuat mereka rela melakukan pekerjaan yang menjadi jatah lulusan SMA, yang tentunya berimbas pada lulusan SMA yang mengambil lahan pekerjaan lulusan SMP dan SD. Padahal pekerja dengan tingkat pendidikan di bawah SMA masih mendominasi angkatan kerja Indonesia, dengan berkurangnya jatah lahan pekerjaan tentunya akan memicu pengangguran.
Bila tidak diimbangi dengan lapangan pekerjaan yang memadai, bonus demografi bisa jadi adalah ancaman untuk Indonesia. Dengan banyaknya angkatan kerja dan tidak adanya lapangan pekerjaan yang memadai, maka akan terjadi pengangguran besar-besaran yang malah menjadi beban negara.
Selain dari segi lapangan pekerjaan, tingkat pendidikan penduduk Indonesia juga menjadikan bonus demografi sebagai ancaman. 55,31 juta jiwa angkatan kerja Indonesia hanya lulusan SD atau tidak sekolah sama sekali, sedangkan 21,06 juta jiwa lulusan SMP, dan 18,91 juta jiwa lulusan SMA. Rendahnya tingkat pendidikan angkatan kerja kita akhirnya membuat pekerja di sektor informal masih mendominasi pekerjaan di Indonesia. Mencapai 59,81% angkatan kerja Indonesia bekerja di sektor informal yang meliputi terdiri dari penduduk bekerja dengan status berusaha sendiri, berusaha dibantu buruh tidak tetap, pekerja bebas di pertanian, pekerja bebas di nonpertanian dan pekerja keluarga/tak dibayar.
Indonesia masih berada di posisi 111 dari 182 negara dalam hal indeks pembangunan manusia, sedangkan di ASEAN, Indonesia berada di posisi keenam dari 11 negara. Ini tentu membuat Indonesia tidak kompetitif baik di dalam atau di luar negeri. Padahal pada 2015 mendatang akan ada AEC (Asean Economic Community), yang pasti membuat tingkat kompetivitas semakin tinggi. Bila pekerja Indonesia sendiri tidak bisa bersaing di dalam negeri, apa yang akan terjadi jika pekerja asing masuk ke dalam Indonesia dengan bebasnya?
Dengan besarnya penduduk Indonesia sama dengan jumlah konsumen yang besar, karena itu Indonesia sangat potensial bagi para produsen-produsen luar. Akankah kita membiarkan produk-produk dan pekerja asing mengambil keuntungan dari Indonesia karena kita tidak bisa mengikuti arus?
Kesempatan Bonus Demografi
Pemerintah perlu melakukan upaya cepat dalam meningkatkan tingkat pendidikan dan lapangan kerja, memberikan keterampilan kepada tenaga kerja produktif sehingga tidak hanya tergantung pada ketersediaan lapangan pekerjaan tapi dapat membuka lapangan pekerjaan sendiri.
Melimpahnya pekerja dan rendahnya pendidikan menyebabkan pekerja Indonesia banyak bekerja sebagai buruh pabrik industri manufaktur ringan yang berupah rendah. Keadaan ini membuat industri jenis ini tidak sesuai sebagai sektor terbesar lapangan pekerjaan penduduk Indonesia.
Dikenal sebagai negara dengan kekayaan yang melimpah, sudah seharusnya sektor perkebunan, pertanian, perikanan, menjadi sektor usaha yang diminati oleh tenaga kerja. Dengan predikat sebagai negara agraris, Indonesia justru belum memaksimalkan peran sektor pertanian. Tapi sektor ini mulai terpinggirkan. Terlihat dari data terbaru yang dilansir Badan Pusat Statistik, pada tahun 2012 pekerja dengan lapangan pekerjaan utama pada sektor pertanian mencapai42,36 juta jiwa, tapi pada 2013 berkurang hingga menjadi 41,11 juta jiwa. Padahal jika dikembangkan dengan baik, sektor ini bisa mengahasilkan hasil yang signifikan bagi kesejahteraan Indonesia.
Selain pemerintah, masyarakat juga diharap ikut berpartisipasi dalam pemabangunan mutu tenaga kerja dengan memahami pentingnya pendidikan. Sehingga dikedepannya nanti bonus demografi akan benar-benar menjadi bonus untuk Indonesia.