Dalam situasi seperti ini, bank sentral berusaha menstabilkan ekonomi dengan menggunakan berbagai instrumen kebijakan moneter. Ini termasuk menurunkan suku bunga, pelonggaran kuantitatif, dan intervensi langsung di pasar valuta asing. Selain itu, fungsi mereka sebagai pemberi pinjaman terakhir---juga disebut sebagai pemberi pinjaman terakhir---untuk bank dan lembaga keuangan yang mengalami masalah. Likuiditas adalah kunci untuk mempertahankan kepercayaan masyarakat terhadap sistem perbankan.
Bank sentral di seluruh dunia juga bekerja sama dengan lembaga keuangan global lainnya untuk membuat kebijakan yang efektif. Langkah-langkah ini diambil untuk mencegah krisis ekonomi yang lebih dalam, meningkatkan pemulihan ekonomi, dan memulihkan kepercayaan pasar. Menurut analisis strategis ini, bank sentral memainkan peran penting dalam menjaga stabilitas ekonomi global di tengah ketidakpastian.
Â
Fungsi Bank Sentral dalam Menjaga Stabilitas Moneter
Menjaga stabilitas moneter adalah tanggung jawab utama bank sentral. Ini berarti mengelola inflasi dengan ketat dan memastikan bahwa fluktuasi nilai tukar tidak berdampak negatif pada perekonomian. Masalah ekonomi serius seperti penurunan daya beli, ketidakpastian, dan peningkatan pengangguran dapat muncul dari inflasi yang terlalu tinggi atau rendah. Krisis ekonomi internasional meningkatkan tantangan stabilitas moneter. Tekanan inflasi dan gangguan pasar dapat disebabkan oleh perubahan dalam permintaan dan penawaran di seluruh dunia, ketidakstabilan di pasar keuangan, dan penurunan aktivitas perdagangan internasional. Kebijakan moneter dibuat oleh bank sentral untuk mengimbangi pertumbuhan ekonomi dan stabilitas harga.
Bank sentral sering menggunakan berbagai kebijakan untuk mengatasi krisis, seperti penurunan suku bunga, pelonggaran kuantitatif, dan pengelolaan cadangan devisa. Misalnya, penurunan suku bunga dapat merangsang ekonomi dengan mendorong investasi dan konsumsi, tetapi jika digunakan terlalu sering, itu juga berisiko menyebabkan inflasi.
Â
Kebijakan Pelonggaran dan Suku Bunga Moneter
Selama krisis, bank sentral biasanya melakukan langkah pertama dengan melonggarkan kebijakan moneternya dengan menurunkan suku bunga acuan. Biaya pinjaman yang lebih rendah mendorong orang dan bisnis untuk meminjam, mendorong konsumsi dan investasi, yang pada gilirannya dapat mendorong pertumbuhan ekonomi. Namun, kebijakan pelonggaran moneter menimbulkan risiko. Sangat rendahnya suku bunga dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan gelembung harga aset seperti saham dan properti, yang pada gilirannya dapat menyebabkan ketidakstabilan ketika harga aset tersebut turun. Selain itu, kebijakan suku bunga rendah mungkin tidak efektif dalam semua situasi krisis. Sebagai contoh, meskipun bank sentral di banyak negara dengan cepat menurunkan suku bunga, ini tidak langsung mengembalikan kepercayaan pasar. Ini menunjukkan bahwa kebijakan fiskal dan reformasi struktural harus mendukung kebijakan moneter untuk mencapai hasil yang lebih baik.
Â
Pelanggaran Berbasis Kuantitatif
Untuk mengatasi krisis, bank sentral sering menggunakan pelonggaran kuantitatif, juga dikenal sebagai pelonggaran kuantitatif, selain menurunkan suku bunga. Untuk menyuntikkan likuiditas ke dalam sistem perbankan, bank sentral melakukan QE dengan membeli aset keuangan seperti obligasi pemerintah. Dengan lebih banyak uang beredar, QE bertujuan untuk menurunkan suku bunga jangka panjang dan mendorong investasi dan konsumsi. Ketika Federal Reserve AS dan Bank Sentral Eropa mengadopsi kebijakan QE, kebijakan ini secara massif diterapkan selama krisis keuangan global tahun 2008. QE menstabilkan sektor keuangan dan mencegah bank kekurangan likuiditas, tetapi efek jangka panjangnya masih diperdebatkan, terutama karena risiko inflasi tinggi dan pengambilan risiko berlebihan di pasar keuangan. QE sering kali menjadi solusi permanen dalam situasi darurat seperti bencana global. Bank sentral dapat membantu perekonomian tetap berjalan dan mencegah guncangan ekonomi yang lebih besar dengan memastikan adanya likuiditas yang cukup di pasar. Namun, untuk menghindari risiko baru di masa depan, langkah ini harus dilakukan dengan hati-hati.
Â
Peran Sebagai Lender of Last Resort
Bank sentral juga memainkan peran penting sebagai pemberi pinjaman terakhir selama krisis. Bank sentral dapat memberikan pinjaman kepada bank komersial atau lembaga keuangan yang memiliki masalah likuiditas tetapi masih dapat membayar. Untuk memastikan sistem perbankan tetap beroperasi dan masyarakat tidak kehilangan kepercayaan padanya, tindakan ini sangat penting. Krisis kepercayaan sering terjadi selama krisis ketika orang bergegas untuk menarik dana dari bank yang mengalami kesulitan likuiditas. Dengan menyediakan likuiditas yang diperlukan, bank sentral berusaha mencegah hal ini terjadi. Sebagai contoh, Bank Sentral Amerika Serikat, Bank Sentral Inggris, dan Bank Sentral Eropa mengeluarkan ratusan miliar dolar ke pasar keuangan untuk membantu menstabilkan sistem perbankan selama krisis 2008.
Meskipun demikian, intervensi sebagai lender of last resort juga memiliki potensi risiko. Jika ini terjadi terlalu sering, ini dapat menyebabkan moral hazard, di mana lembaga keuangan merasa dapat mengambil risiko besar karena mereka percaya bahwa bank sentral akan membantu mereka jika mereka mengalami kesulitan. Oleh karena itu, bank sentral harus berhati-hati dalam menyeimbangkan bantuan dengan pengambilan risiko.
Pengawasan Cadangan Devisa dan Nilai Tukar
Salah satu masalah utama yang terjadi selama krisis ekonomi global adalah fluktuasi nilai tukar. Nilai tukar yang terlalu kuat dapat mengurangi daya saing ekspor dan meningkatkan biaya impor, sementara penurunan drastis nilai tukar dapat menyebabkan inflasi. Untuk menjaga stabilitas nilai tukar, bank sentral mengawasi cadangan devisa dan intervensi di pasar valuta asing. Bank sentral dapat menstabilkan nilai tukar dengan membeli mata uang domestik atau menjual cadangan devisa ketika nilai tukar tertekan. Tujuan dari langkah ini adalah untuk mencegah ketidakpastian yang berlebihan yang dapat membahayakan perekonomian. Selain itu, cadangan devisa yang kuat sangat penting untuk mempertahankan stabilitas ekonomi selama krisis. Meskipun demikian, intervensi di pasar valuta asing harus dilakukan dengan hati-hati karena dapat menguras cadangan devisa dan membuat ekonomi semakin rentan terhadap guncangan global. Intervensi yang dilakukan oleh bank sentral harus sesuai dengan pasar dan kondisi makroekonomi negara.
Â
Tantangan yang Dihadapi Bank Sentral Ketika Berhadapan dengan Krisis Global
Meskipun bank sentral memiliki kekuatan kebijakan yang signifikan, mereka tidak dapat mengatasi krisis ekonomi global dengan baik. Ketika suku bunga mendekati nol, atau "batas bawah nol", penurunan suku bunga tidak efektif untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Selain itu, kebijakan fiskal harus mendukung kebijakan moneter. Pemulihan ekonomi dapat terhambat jika pemerintah dan bank sentral tidak bekerja sama. Untuk menangani krisis internasional, koordinasi antara bank sentral di seluruh dunia sangat penting. Contoh respons multilateral terhadap pandemi COVID-19 menunjukkan betapa pentingnya kerja sama antarnegara dalam menghadapi krisis ekonomi global.
Â
Jadi, dapat saya simpulkan dari  pembahasan di atas dengan menjaga stabilitas moneter, mengontrol inflasi, dan menjaga sistem keuangan lancar, bank sentral memainkan peran penting dalam mengendalikan krisis ekonomi global. Untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan menjaga stabilitas keuangan, mereka menerapkan berbagai kebijakan, termasuk penurunan suku bunga dan pelonggaran kuantitatif. Namun, kebijakan-kebijakan ini menimbulkan risiko seperti inflasi, risiko moral, dan ketidakefektifan saat suku bunga hampir nol. Oleh karena itu, untuk mengatasi krisis ekonomi global dengan lebih efektif, kebijakan moneter harus didukung oleh kebijakan fiskal dan kerja sama internasional.