Seperti yang kita ketahui, beberapa bulan lalu bahkan hingga saat ini semua negara di dunia mengalami hal yang sama. Hal yang membuat perekonomian dari masing masing negara terpuruk, membuat kegiatan ekonomi menjadi terhambat, dan pertumbuhan ekonomi menjadi rendah bahkan minus. Bukan hanya membuat perekonomian suatu negara terhambat, tetapi juga membuat kesulitan kerja sama antar beberapa negara dalam hal perekonomian seperti ekspor dan impor.
Pandemi Corona, penyebab hal hal tersebut terjadi pada perekonomian semua negara, termasuk Indonesia. Perekonomian Indonesia selama tahun 2020 telah membuat pemerintah tiga kali merubah proyeksi pertumbuhan ekonomi. Pada Maret-April, pemerintah memperkirakan pertumbuhan ekonomi di kisaran minus 0,4 persen hingga minus 2,3 persen. Lalu, pada Mei-Juni, perkiraan lebih pesimistis di angka minus 0,4 persen hingga minus 1 persen. Setelah memantau berbagai perkembangannya, pada September-Oktober, proyeksi pertumbuhan kembali direvisi menjadi kontraksi 1,7 persen hingga 0,6 persen.
Saat itu, pemerintah mengambil kebijakan fiscal dan moneter komprehensif serta mengalokasikan dana APBN 2020 sebesar Rp 695,23 triliun untuk memulihkan perekonomian. Lalu, pemerintah juga melakukan beberapa kebijakan seperti peningkatan konsumsi dalam negeri, peningkatan aktivitas dunia usaha, serta menjaga stabilitasi ekonomi dan ekspansi moneter. Dari kebijakan kebijakan tersebut, pemerintah masih belum sepenuhnya dikatakan berhasil memulihkan perekenomian Indonesia.
Sehingga pada awal tahun 2021, pemerintah memfokuskan 4 kegiatan untuk memulihkan perekonomian. Pertama, belanja Kesehatan akan menjadi prioritas utama termasuk testing, obat obatan, alat Kesehatan,vaksin, dan lainnya. Kedua, melanjutkan stimulus fiskal pada sektor yang memberi dampak besar bagi pertumbuhan ekonomi, Ketiga, belanja akan lebih banyak ke barang produksi dalam negeri agar permintaan barang dalam negeri bisa berdampak besar. Keempat, aka nada bantuan social seperti sembako untuk masyarakat.
Dengan berjalannya waktu, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengabarkan bahwa perekonomian sudah berangsur pulih. Hal ini dibuktikan dengan neraca perdagangan Maret 2021 tercatat surplus 1,57 miliar dolar AS, ekspor Indonesia pada bulan Maret 2021 tercatat 18,35 miliar dolar AS atau tumbuh 30,47 persen dari tahun lalu. Sementara impor Indonesia pada bulan Maret 2021 tercatat 16,79 miliar dolar AS atau tumbuh 25,73 persen. Sehingga Bank Indonesia (BI) memperkirakan pertumbuhan ekonomi nasional sepanjang tahun 2021 berada di kisaran 4,1 hingga 5,1 persen.
Dalam hal perekonomian, ada banyak sisi yang harus kita lihat untuk mengatakan apakah perekonomian sudah pulih atau belum. Angka angka mengenai ekspor, impor, dan neraca perdagangan bukan hanya menjadi acuan untuk mengatakan pulih tidaknya perekonomian negara. Masih ada investasi yang harusnya juga diperhitungkan dalam mengatakan pulihnya perekonomian Indonesia. Kenaikan ekspor tersebut, pada kenyataannya netto dari ekspor tersebut masih belum bisa berkontribusi besar dalam pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Akan cukup sulit untuk bisa mengatakan bahwa Perekonomian Indonesia sudah pulih. Hal yang harus diperhitungkan dalam menyatakan bahwa perekonomian Indonesia sudah pulih yaitu dari segi ekspor, impor, konsumsi masyarakat, investasi. Dari sisi ekspor, hal yang diperhitungkan yaitu mengenai netto ekspor tersebut. Jika netto dari ekspor tersebut sudah berhasil menaikkan pertumbuhan ekonomi maka satu indikator pemulihan perekonomian terpenuhi. Lalu dari segi impor, yang kita lihat ialah apakah impor tersebut setara dengan ekspor ataupun dengan pendapatan negara.
Ketiga yaitu konsumsi masyarakat, konsumsi masyarakat penting diperhitungkan karena melalui kegiatan konsumsi tersebut roda perekonomian bisa berjalan. Jika daya konsumsi masyarakat rendah, tentu perekonomian negara masih belum di katakana pulih. Terakhir yaitu investasi, dalam kondisi seperti saat ini pemerintah harus bisa membuat para investor tergiur dan menanamkan modalnya di Indonesia. Investasi menjadi penggerak utama dari pemulihan perekonomian. Hal ini dikarenakan melalui investasi ini, kegiatan ekonomi akan berjalan dan faktor faktor lain akan terhubung melalui investasi ini. Tidak hanya 4 faktor tersebut, kita juga bisa memanfaatkan adanya Industri 4.0 dan pulihnya perekonomian AS serta Tiongkok.
Dari adanya Industri 4.0 ini, pemerintah bisa menerapkan kebijakan mengenai fokus kegiatan perekonomian apa yang akan dilakukan dalam upaya pemulihan. Saat ini pemerintah sudah melakukan pemulihan ini melalui industry 4.0 yaitu dengan menetapkan 7 sektor industri yang ditetapkan sebagai fokus prioritas making Indonesia 4.0. Pertama, industri makanan dan minuman. Kedua, industri tekstil dan busana. Ketiga, industri otomotif. Keempat, industri kimia. Kelima, industri elektronika. Keenam, industri farmasi, dan ketujuh adalah industri alat kesehatan. Dari masing masing kegiatan ini, perekonomian bisa tumbuh dan akhirnya menjadi satu kesatuan dalam memulihkan perekonomian Indonesia.
Lalu, pemanfaatan pulihnya perekonomian AS dan Tiongkok bisa menjadi jalan lain untuk memulihkan perekonomian Indonesia. Seperti yang diketahui, bahwa AS dan Tiongkok merupakan mitra dagang terbesar Indonesia. Dari jalinan mitra ini dan pemulihan masing masing negara, Indonesia bisa meningkatkan ekspor ke kedua negara tersebut.
Walaupun sudah ada yang mengatakan bahwa perekenomian Indonesia sudah pulih dan terdapat data data nya. Tetapi dalam kehidupan bermasyarakat, belum tentu masyarakat merasakan bahwa perekonomian Indonesia sudah pulih seperti sebelumnya. Dari pulihnya perekonomian Indonesia ini, masih banyak masyarakat yang merasa bahwa perekonomian Indonesia masih tetap dan tidak ada perubahan yang berarti. Jadi, walaupun dikatakan sudah pulih hal yang yang perlu menjadi perhatian yaitu mengenai masyarakat, apakah masyarakat sudah merasakan kepulihan perekonomian tersebut. Karena pada dasarnya perhitungan angka saja tidak cukup untuk menilai kepulihan perekonomian suatu negara.