Hidup di kota kecil tidaklah semudah dibayangkan. Bukan soal biaya hidup, bukan pula soal mencari peluang kerja, tetapi masalah terlalu banyaknya orang yang ingin menjadi bagian dari hidup kita. Setiap orang yang mengenal kita berlomba-lomba untuk mempunyai andil dalam kesuksesan yang nantinya kita raih. Setiap orang beradu-pacu mengatakan bahwa atas dirinyalah saya berhasil. Setiap orang bersemangat untuk mendukung kita, untuk terus memacu kita berbuat sesuatu yang nantinya akan mereka banggakan. Dan setiap orang ini jugalah yang nantinya akan berpaling ketika kita terjatuh-jerembab. Dan setiap orang ini pulalah yang akan bergunjing ketika kita menjadi seseorang yang tidak mereka harapkan. Ketika saat SMA berat badan saya menurun tajam, di kota kecil ini setiap orang berpikir saya memakai narkoba. Dan pula saat kuliah berat badan saya kembali semula, mereka bergunjing saya tidak pernah kuliah. Lalu APA!? Pun ketika saya memutuskan untuk mengambil jurusan Ilmu Sejarah dan meninggalkan Akuntansi yang telah berjalan setahun, tak ada satu pun kebaikan yang keluar saat mereka bersicerita. Ah, terlalu absurd! Entah apa yang dikata kalau mudik nanti saya telah bertaubat untuk meneladani hidup Nabi dan terus memakai pakaian muslim. NII-kah saya? Teroris-kah saya? Saya lelah untuk terus mengikuti apa yang orang lain gunjingkan. Saya lelah untuk terus menjadi apa yang orang lain inginkan. Toh, selama ini saya merasa tidak pernah melakukan hal-hal di luar batas kenormaan yang berlaku di kota kecil ini. Kenakalan dan kebengalan sebagai anak kecil maupun remaja, pun masih dalam lingkup sewajarnya. Lalu mengapa masih saja bergunjing dan memberatkan jalan saya untuk menuju salah satu impian hidup yang teramat mulia?
Ebiet G. Ade - Isyu
KEMBALI KE ARTIKEL