Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen Pilihan

Secangkir Kopi Susu Untukku

10 Agustus 2019   20:02 Diperbarui: 10 Agustus 2019   20:56 155 29
Telah aku minum kopi susu racikanmu, rasa pahit dan manis terasa begitu pas di lidahku. Engkau racikan kopi susu khusus untukku sebagai sebuah jawaban untukku.

Aku sering bertanya padamu, mengapa masih mau menerimaku, padahal aku sudah menceritakan semua masa laluku yang begitu kelam  padamu.

Untukmu, tak ada lagi yang aku rahasiakan, semua pertanyaanmu aku jawab dengan jujur, tak ada lagi yang aku tutup-tutupi.

Aku pasrah, bila engkau akan pergi meninggalkanku dan membenciku karena masa laluku yang begitu kelam itu. Aku sadar tak ada lelaki yang mau menerima masa lalu wanita seperti aku.

Di mataku engkau berbeda dari lelaki yang pernah aku kenal sebelumnya, engkau menerima dan semakin yakin memilihku setelah kejujuranku yang begitu menyakitkan itu.

Aku tahu di luar sana masih banyak perempuan lain yang mengharapkan cintamu. Kadang aku tak mengerti dengan jalan pikiranmu, di saat lelaki lain memilih wanita yang lebih muda dan lebih sempurna dariku, engkau malah memilih aku, wanita yang usianya empat tahun di atas usiamu.

Engkau pernah berkata, "Jangan terlalu mengagungkan fisik karena suatu saat fisik itu akan berubah dan binasa, tapi dirimu yang sejati akan abadi selamanya dan dirimu yang sejati itulah yang akan pergi menghadapNya."

Aku sangat malu mendengarnya, merasa tercubit rasa ini. Memang usiamu lebih muda dari pada  kekasihmu ini, tapi darimu aku banyak belajar.

Lelaki bermata tajam dengan janggut tipis di dagu,  aku memang teramat mencintaimu, tapi bila kejujuranku ini membuat engkau sakit setiap kali mengingat masa laluku, aku lkhlas bila engkau akan pergi meninggalkanku. Karena aku tak ingin menyakitimu.

Bagiku asal engkau bahagia, akupun bahagia, bukankah seperti katamu dulu, "Rasaku adalah rasamu dan rasamu adalah rasaku?"

Masa lalu sudah aku kubur dalam-dalam ketika mengenalmu. Dan aku tak mau menggalinya lagi ketika bersamamu. Bagiku masa laluku itu hanyalah seonggok pakaian lusuh pojok kamar tidurku dan ketika aku mengenalmu perlahan-lahan aku kuburkan semua pakaian lusuh itu.

Aku sudah lelah dan muak dengan masa-masa kelam itu, saat ini aku  ingin menatap ke depan bersamamu. Tak ingin melihat ke belakang lagi, biarlah itu menjadi takdir dan catatan kelam di dalam kehidupanku.

Bukankah karena masa lalu itu aku bisa mengenalmu?

Seandainya aku perempuan baik-baik mungkin kita tidak akan pernah bertemu di jalan ini. Dan tak mungkin pula 'Dia' hadir membawamu ke dalam kehidupanku.

Kopi susu buatanmu terasa begitu pas di lidahku, kopi pahit telah aku rasakan dulu, manisnya susupun telah aku cicipi saat ini bersamamu.

Seperti katamu, kopi susu racikanmu itu terbuat dari pahitnya masa laluku dan manisnya masa kini bersamamu. Sambil mengaduk kopi susu engkau ingin meracik masa depan bersamaku.

Memang benar dulu aku melihatmu seperti binatang jalang seperti para lelaki yang mendekatiku, aku bahkan pernah menganggapmu lebih dari itu. Dulu di mataku engkau seperti orang yang tak waras, ada ketakutan ketika engkau pertama mendatangiku.

Tapi seiring berjalannya waktu. Siapa sangka untaian kata demi kata hikmah keluar dari mulut binatang jalang yang aku anggap orang tidak waras itu. Dari mulutmu aku belajar melihat kehidupan ini dari sudut pandang yang jauh berbeda seperti sudut pandanganku selama ini.

Betul katamu, "Benar menurut kita belum tentu benar menurut orang lain, begitupun sebaliknya. Tapi jika benar menurut kita tapi juga benar menurut orang lain, berarti itu benar adanya. Karena kebenaran yang hakiki itu tidak terbantahkan oleh apa dan siapapun seperti layaknya kitab suci."

Hanya engkau yang sanggup menghentikan perjalananku. Betul katamu, di matamu aku seperti tak berpakaian, pantas saja mata-mata jalang selalu mengintaiku selama ini tanpa sepengetahuanku.

Untukmu lelaki jangkung dengan janggut tipis di dagu. Sudah saatnya aku mengikuti setiap langkahmu, bila bersamamu menggugurkan semua dosa-dosaku yang telah lalu, aku ikhlas meninggalkan gemerlap dunia, melangkah dan masuk ke dalam barisan makmum di belakangmu. Karena bagiku engkau adalah imamku dan aku adalah makmum-mu.

Bimbing aku di jalan sunyi ini  bersamamu, selamanya.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun