Renjana,...
Ranum bibir malam itu masih melekat. Sisa bau rokok dan parfum kau begitu erat. Membangkitkan rasa yang tak ingin kuingat. Jahat. Kertau berbisik dahina sebentar lagi kiamat. Sedang kau menyesap nektarnya penuh semangat. Hei, musim bungaku terlewat! Kau tak mampir meski sekejap.
Apa yang menanti di ujung pelangi milik kita?
Selain usai dan sesal. Terhadap kala kita mengalah. Terhadap takdir kita mutlak resah.
Pantaskah semara kita perlatakan kini?
Di hadapan rekahan gundah pun gelisah.
Renjana...
Tenang yang kau cari tak kemana. Diam disini, dalam tubir paling palung tak terjamah. Tak ada yang mengusik. Masih milikmu seluruh diri. Walau kita nirmakna di hadapan ilahi.
Netramu, Renjana, luruhkan rasa paling nirmala.
Aku tenggelam di dalamnya,
Kembali pandir nan candala.