kalau mau cari yg KONTRA silakan...banyak juga, tapi saya jengah membacanya :)
1. uraian singkat yg jg mncantumkan pendapat2 pro kontra, dimuat oleh website islam terpercaya
http://muslim.or.id/fiqh-dan-muamalah/pro-kontra-hukum-imunisasi-dan-vaksinasi.html
2. KuLTwit ttg apa itu vaksin oleh seorang dokter yg mendalami ilmu ttg vaksin di Italia
http://kesehatan.kompasiana.com/medis/2012/03/24/kultwit-vaksin/
3. tanya jawab komperhensif ttg vaksin di antara
http://www.antaranews.com/berita/292632/tanya-jawab-kehalalan-dan-keamanan-vaksin
4. (lagi) ttg vaksin oleh dokter yg mendalami immunologi di Rotterdam
https://www.facebook.com/note.php?note_id=10150297473876475
5. lagi
http://rumaysho.com/hukum-islam/umum/3579-hukum-vaksinasi-dari-enzim-babi.html
nt ditambahkan lagi :)
berikut ini adalah komen2 yg--menurut saya--menjawab dan PWND banget bagi org2 yg kontra :)
dari facebook:
oleh Umm Hamzah
Sudah diimunisasi, masih ketularan juga?
"Banyak orang (krn keterbatasan pengetahuan) berpendapat "Sudah diimunisasi, masih ketularan juga, jadi imunisasi percuma."
Tolong disampaikan bahwa imunisasi memang tidak 100% mencegah seseorang terinfeksi penyakit yg divaksinkan (contohnya campak spt yg Ummu sebutkan). Imunisasi ~ dg ijin Allah ~ mencegah agar tidak timbul komplikasi berat pada org2 yg terinfeksi penyakit yg vaksinnya tersedia. Itu sebabnya anak Ummu dan anak tetangga Ummu masih bisa menderita campak meskipun sudah diimunisasi.
Campak sendiri bila menular ke ibu hamil, masih bisa menyebabkan cacat pada bayi yg dikandung ibu tsb dan kasus bayi terlahir cacat dari ibu yg tertular campak semasa hamil, ADA di Indonesia. Salah seorang teman saya mengalaminya.
Contoh lain. TBC. Di bangsal2 RS di seluruh Indonesia akan kita temui bahwa anak2 yg meninggal atau menderita komplikasi berat setelah terinfeksi TBC adalah anak2 yg tidak diimunisasi BCG. Saya menyaksikan sendiri seorang anak yg masih diijinkan bertahan hidup oleh Allah dg cacat permanen di otaknya setelah terinfeksi TBC.
Ada seorang teman saya juga yg anaknya menderita meningitis influenza kemudian mengalami gangguan tumbuh kembang dan memerlukan waktu ber-tahun2, tenaga dan biaya tidak sedikit utk memulihkan kondisi anaknya.
---***---
Saya harap org2 yg anti-vaksin juga mengemukakan fakta2 ini dalam penyampaian informasi mereka kpd masyarakat."
oleh Muhammad Saifuddin Hakim
Menjawab klaim ibu2 yg bangga anaknya tidak divaksinasi tapi baik2 saja
tanggapan dari artikel berikut:
http://www.nvic.org/NVIC-Vaccine-News/August-2011/The-Health-Liberty-Revolution---Forced-Vaccination.aspx
"pertama, perlu diketahui bhwa di ngara barat, pro kontra vaksinasi mmg ada. Di Belanda, sseorang boleh menolak utk tdk divaksin. Saya dan teman2 bekerja di Lab virus dan bakteri di sini, shga kmgkinan terpapar virus/bakteri pun mnjadi meningkat. Shga sgt dianjurkan utk dvaksin. Namun, bbrp teman yg mnolak utk dvaksin sebelum masuk lab, tdk apa2, dosen di sini sgt mmahami. Dosen akan mencatat siapa muridnya yg tdk dvaksin dan mereka akan lebih ketat diawasi oleh staf di sini, krn risiko paparan virus/bakteri lebih tinggi krn mreka tdk divaksin. Jd, artikel tsb mmg dtulis oleh orang yg anti-vaksin."
"kedua, ttg "Why Are So Many of Our Highly Vaccinated Children So Sick?" ini jga perlu dkritisi. Seolah2, vaksin adalah "penyebab" itu semua. Pdhl, determinan kesehatan itu banyak, tdkj hanya vaksin, sbgmn artikel saya di atas. Jgn krn satu-dua kasus, kmudian diegeneralisir pd semua kasus. Contoh, anak saya imunisasinya lgkap. Jarang sakit, kl sakit demam, pling saya hanya beri penurun panas, tanpa antibiotik, satu dua hari smbuh. Kl diare, cukup saya beri cairan lebih banyak, tanpa obat, shari dua hari sembuh. Prtumbuhannya bagus, bhkn mlampaui anak2 lainnya. Hafalannya bagus, dlm usia 2-3 thun sdah hafal bebarapa surat, beberapoa hadits Nabi, sdah hafal huruf latin A-Z. Apakah saya kmudian mengeneralsir, "imunisasi sj, spy sperti anak saya?" Atau, kasus lain. Anak2 Indonesia rata2 divaksin. Mereka pintar2, banyak yg juara olimpiade internasional. Apa jg akan kita katakan,"Divaksin sj, spy jd juara olimpiade internasional?" Jd, artikel tsb seolah2 ingin mnyesatkan bhwa banyaknya anak amerika yg sakit adalh krn vaksin! Dia hanya menyebutkan banyaknya anak yg sakit, namun mana data yg menunjukkan bhw penyebabnya adlh vaksin? Tidak ada! Kecuali kesimpulan itu akan muncul krn dia telah menggiring kita ke arah opini tsb."
"Ketiga, ttg "New Vaccines Coming to Change Our DNA" ini juga perlu diluruskan. Ada yg namanya vaksin DNA, yaitu kita ambil DNA virus-nya sj, tanpa komponen lainnya, dan ini bisa dipakai utk membangkitkan respon kekebalan tubuh spesifik utk virus tsb. Kemudian org menyangka bhw dgn memasukkan DNA brarti akan menjadi satu dgn DNA kita dan kemudian mengubah susunan DNA kita dan mengubah keturunan?? Ini tdk benar. DNA virus tdk bisa masuk bergabung dgn DNA kita kecuali kalau kita terinfeksi virus "secara utuh". Itupun tdk semua virus bisa melakukannya. Kalau cuma kta masukkan DNA sj, tdk bisa. Contoh, si A pencuri, dia bisa masuk rumah scara paksa dan mengambil semua barang kita. Tapi kalau kita potong tangan dan kakainya, apakh si A tetap bisa mencuri meski kita "mengenal" si A sbgai pencuri? Saya kira ini analogi yg mudah. Inilah prinsip vaksin DNA, kita masukkan DNA virus, shga muncul respon spesifik trhadap virus tsb, shga ktika ada "virus utuh beneran" yg masuk, kita sudah kebal."
"Keempat, kutipan "More of us are asking why we have to get a flu shot every year", jd org divaksin influenza, mgp masih kena flu jga? Perlu diketahui, bhwa respon kekebalan tubuh kita sangat spesifik. Virus A hanya bisa dilawan dgn antibodi A, virus B dgn antibodi B, dst. Kita mmbuat vaksin berdasarkn virus flu apa yg banyak beredar saat itu. Kalau virus flu-nya berubah, mengalami mutasi/perubahan pd DNA-nya, mka bsa jd vaksin sbelumn ya tdk efektif, ini karena "virusnya pintar". Oleh krn itu, vaksin influenza di belkanda bisa berubah tiap tahun, mengikuti perubahan virusnya, dan diulang lagi vaksinasinya krn virusnya sdah berubah. Analoginya begini spy mudah. Polisi memasang foto si A karena dia teroris, spy masyarakat waspada. Masyarakat sdah hafal dgn wajah si A. Tapi, si A tiba2 operasi plastik, shga wajahnya berubah. Kira2, masyarakat yg hafal wajah A sebelumnya, ktika ada si A "yg baru" apakah mereka akan langsung menangkap si A? Semoga sedikit ini bsa difahami, wallahu a'lam."
ttg imun dari ASI
"...ada dua istilah yg sering disamakan, pdhl sebenarnya berbeda. Imunisasi: jika "vaksinnya" berupa antibodi, protein yg dihasilkan sel limfosit utk melawan bakteri/virus [imunisasi pasif] Vaksinasi: jika "vaksinnya" berasal dari bakteri/virus (yg sdah dilemahkan/dimatikan) utk merangsang pembentukan antibodi sebelum infeksi real terjadi [imunisasi aktif]. Krn tubuh tdk akan menghasilkan antibodi tanpa ada rangsangan infeksi. Oleh karena itu, prinsipnya seperti di atas, kita merangsang tubuh untuk menghasilkan antibodi, shga ktka ada infeksi yg real, tubuh sudah punya antibodi shga infeksi bisa cepat diatasi atau bhkn kita sudah kebal."
"antibodi ibu bisa dtransfer lewat ASI. Antibodi dari ibu juga ditransfer saat usia kehamilan 6 bln - melahirkan. Tapi antibodi tsb g bertahan lama di tubuh anak, hanya 3-4 bulan sj, krn akan dikatabolisme oleh tubuh. Artinya, anak usia 3 bulan sdah tdk terlindungi oleh antibodi dari Ibunya. Jadi ASI sejenis dgn "imunisasi pasif". Tapi, apabila antibodi dhasilkan sendiri oleh sel limfosit si bayi, bisa bertahan bertahun-tahun, bhkan bisa seumur hidup. Oleh karena itu, ada beberapa jenis vaksin yg diulang pada saat dewasa, ada yg tdk."
ttg kondisi kesehatan anak yg berbeda2, knapa ada yg memburuk setelah vaksinasi
"Pertma, "setiap anak memiliki kondisi kesehatan yang berbeda", itu betul. Oleh karena itu, vaksin pun ada kontra-indikasinya. Mksudnya, apabila anak memiliki kondisi trtntu, maka dia tdk boleh divaksin, atau dtunda pemberian vaksinnya. Contohnya, anak dgn gangguan sistem ptahanan tubuh shga sel limfositnya tdk mampu mbuat antibodi (imunodefisiensi). Anak2 spti ini, kl divaksin malah bbahaya. Mskipun virusnya sdah kita lemahkan, virus yg sdah lemah itu masih bsa mnimbulkan penyakit pd anak dgn imunodefisiensi. Tp, kasusnya sgt jarang di Indo, lbih banyak di negara2 barat. Jdi, kwajiban petugas kesehatan utk menilai apakh anak trtntu mmg ada kontra-indikasi utk vaksin atau tdk. Sya sndiri sbgai dokter, kalau saya ragu2, saya lebih memilih untuk menunda vaksinasi sampai saya yakin kl anak tsb tdk ada kontraindikasi. Oleh karena itu, kasus mgp divaksin polio malah kena polio, salah satu fktornya krn itu. Tp skali lagi, kejadiannya sgt jarang di Indo, seingat saya datanya hanya 1 di antara 100.000 anak yg dvaksin polio."
"Kedua, "dalam sistem peredaran darah tidak ada sistem 'pembuangan'nya" ini pernyataan yg tdk tepat. Semua darah akan masuk ke ginjal, disaring di sana, dan akan dibuang melalui urin (air seni). Di sisi lain, zat2 tdk bisa masuk dgn mudah ke otak krn di otak terdapat "sawar" (atau pembatas) yg cukup tebal antara pembuluh darah dengan sel2 otak, biasa disebut dlm istilah medis dgn "blood-brain barrier". Ini salah satu sstem di otak utk mnjaga agar sel2 syaraf di otak tdk mudah dmasuki zat2 bbhaya mskipun ikut aliran darah. Demikian, smg bermanfaat, kalau ada yg salah dlm pnjelasan ini, akan saya ralat sesuai ilmu yg saya dapat. Wallahu a'lam."
dari muslim.or.id:
Penegasan bolehnya vaksin oleh Mufti Saudi
oleh Ust.Arif Munandar
"Syaikh Abdul Aziz alu syaikh, mufti Saudi saat ini ditanyai oleh Ust Abu Ubaidah Yusuf Sidawi tentang vaksin yang menggunakan katalis unsur dari babi namun pada produk akhirnya tidak ada lagi unsur babi tersebut. jawaban beliau singkat padat, “La ba’tsa” alias tidak mengapa.dialog ini terjadi setelah shalat Jumat di Masjid Syaikh Ibnu Baz di Aziziyah setelah selesai prosesi manasik haji pada tahun 2008. yang ikut mendengar fatwa Syaikh Abdul Aziz ketika itu saya sendiri dan ust anwari, pengajar ma’had alfurqon Gresik."
Thibbun Nabawi dan su’uzhan billah
oleh mas Yulian Purnama
"Banyak orang yang anti imunisasi mempertentangkan imunisasi dengan thibbun nabawi, seolah-olah mengesankan orang yang imunisasi itu tidak suka thibbun nabawi, ini su’uzhan namanya. Padahal sangat-sangat mungkin kalau kedua-keduanya dipakai. Imunisasi juga, thibbun nabawi juga. Dan perlu diingat, thibbun nabawi itu hukumnya juga MUBAH, bukan sunnah atau wajib. Seseorang boleh pakai thibbun nabawi, boleh juga tidak, dan ia tidak berdosa dan tidak tercela. Jangan menjadikan perkara ini menjadi perkara ibadah.
Yang tercela adalah, orang yang tidak mengimani dan tidak mempercayai keutamaan thibbun nabawi. Misalnya tidak percaya, bahwa air zam-zam itu khasiatnya sesuai hajat peminumnya. Tidak percaya bahwa madu itu syifaa-un linnaas. Tidak percaya bahwa habbatus sauda adalah obat segala penyakit. Dan lainnya. Karena dalil-dalil akan hal itu shahih."
"...Betapa banyak anak yang tidak diimunisasi meninggal. Dan betapa banyak pula, ribuan bahkan jutaan, yang diimunisasi tapi baik-baik saja.Itu menunjukkan bahwa imunisasi ata tidak, bukan sebab dari kematiannya. Bahkan secara statistik saja tidak menggambarkan adanya hubungan sebab-akibat. Selain memang karena takdir Allah, setelah itu juga disebabkan faktor-faktor lain.
Imunisasi tidak bisa digolongkan su’uzhan billah, karena ia merupakan upaya mengambil sebab atas musabbab. Karena ada endemi penyakit, maka ada imunisasi. Andai digolongkan sebagai su’uzhan billah maka minum suplemen, minum susu penguat tulang, minum madu, juga su’uzhan billah karena semuanya itu mencegah hal-hal yang buruk. Dan tidak ada ulama (setahu kami) yang menyatakan imunisasi itu su’uzhan billah, mereka hanya menimbang masalah bahan pembuatnya."
dampak penyebaran antivaksinasi
oleh Andi
"1. Terkait dengan ketakutan saudara2 yang kontra dengan imunisasi akan bahan-bahan yang dianggap “berbahaya”. apakah sudah dikaji betul atau sudah ada pengkajian yang komprehensif tentang bahaya tersebut?Berbahaya atau tidaknya suatu substansi bukan hanya semata-mata karena “kandungan A bisa menyebabkan kanker, autisme dll”, karena ada atau tidaknya suatu substansi tidak lantas otomatis lansung menimbulkan bahaya besar, melainkan terkait dengan banyak hal : lama waktu paparan terhadap substansi, dosis, usia pasien, rute masuknya substansi (percaya atau tidak, sebagian besar bisa ular bisa ditelan tanpa efek berarti) apakah pihak yang menyatakan “bahaya” punya data terkait hal-hal ini? terutama dosis?
2. setuju dengan “Jangan meyebarluaskan penolakan imunisasi”Sebagian besar yang kontra dengan imunisasi akan menyarankan pola hidup sehat, konsumsi makanan yang sehat dan lain lain. Saya doakan semoga benar dan anda berhasil menjaga keluarga tetap sehat tanpa imunsiasitetapi bagaimana dengan separuh masyarakat Indonesia yang masih berada dibawah garis kemiskinan? Jangankan untuk membatasi diri hanya mengkonsumsi makanan sehat, bisa makan saja sudah syukur? jangankan untuk membersihkan lingkungan, lha tempat tinggalnya saja di tempat sampah? karena itu, sebaiknya agar yang kontra supaya tidak usah disebar luaskan, dan cukup dipraktekkan ke diri sendiri dan keluarga saja."