Mohon tunggu...
KOMENTAR
Healthy

Malapetaka Kursus Praktik Kedokteran Gigi Instan

12 Juni 2022   01:17 Diperbarui: 12 Juni 2022   01:32 1121 1
Tindakan kedokteran gigi oleh praktisi yang bukan profesional telah banyak dilakukan dan telah memakan banyak korban. Alih-alih gigi yang rapi dan indah, malah kehancuran yang didapatkan. Praktisi illegal ini sering dikenal dengan tukang gigi atau salon gigi. Contoh tindakan kedokteran gigi yang sering dilakukan misalnya perawatan ortodontik dan veneer, terkadang ada pula yang menyediakan jasa pembersihan karang gigi, tambal gigi, ataupun, pembuatan gigi palsu.

Semua tindakan tersebut haruslah dilakukan oleh seorang dokter gigi yang sudah lulus ujian kompetensi dan diambil sumpah. Ada pengecualian untuk pembuatan gigi palsu yang boleh dilakukan oleh tukang gigi sesuai dengan Permenkes No. 39 tahun 2014 dimana tukang gigi hanya diperbolehkan membuat gigi tiruan lepasan yang terbuat dari resin akrilik (heat cure). Semua tindakan selain yang tercantum dalam Permenkes No. 39 tahun 2014 hanya boleh dilakukan oleh dokter gigi, sehingga tindakan kedokteran gigi yang bukan dilakukan oleh dokter gigi adalah illegal.

Praktisi illegal seperti tukang gigi atau salon gigi ini ternyata tidak hanya menjalankan bisnisnya dengan melayani pelanggannya, tetapi juga membuka jasa kursus, seperti kursus pasang behel dan veneer, dengan jangka waktu sehari atau dua hari sudah bisa berpraktik. Untuk menarik peminat kursus abal-abal ini, fasilitas selama kursus pun bermacam-macam ditawarkan, seperti disediakan alat dan bahan, bahkan yang lebih parah diberikan sarana pelatihan dengan klien langsung.

Dalam kursus abal-abal ini, tidak tersedia kurikulum yang terstandarisasi dan komprehensif dalam menangani seorang manusia. Peserta kursus tidak diajarkan tentang berpraktik yang aman, meliputi penggunaan alat pelindung diri (masker, face shield, celemek), sterilisasi alat yang digunakan, dan penanganan material sisa tindakan. Kurikulum yang tidak komprehensif tidak mengajarkan peserta kursus untuk mengenal tubuh manusia secara mendalam dalam keadaan normal ataupun tidak normal. Dari kurikulum dan pengajaran yang tidak jelas ini, dihasilkan seorang praktisi ilegal yang tidak mampu memenuhi standar untuk menjadi seorang tenaga kesehatan.

Tak hanya itu, setelah selesai kursus, para peserta juga akan diberikan sertifikat kelulusan kursus yang bisa digunakan oleh peserta sendiri untuk melegitimasi membuka usaha praktik kedokteran gigi yang sebenarnya illegal. Sertifikat ini sama sekali tidak bernilai apa-apa. Selembar sertifikat pada hakikatnya tidak menjadikan peserta kursus dianggap berkompeten.  

Dalam pendidikan dokter gigi, waktu yang dibutuhkan untuk bisa menjadi seorang dokter gigi berkisar pada angka 5,5 tahun. Dalam kurikulum pendidikan dokter gigi, mahasiswanya dituntut untuk memahami terlebih dahulu ilmu kedokteran dasar, ilmu kedokteran gigi dasar dan lanjutan, dan juga kompetensi lain yang harus dimiliki mahasiswa pendidikan dokter gigi sebagai calon tenaga kesehatan diantaranya etika, moral, hukum kesehatan, dan komunikasi.

Mahasiswa pendidikan dokter gigi yang sudah lulus semua perkuliahan tersebut menerapkan ilmunya tidak langsung kepada pasien, tetapi akan belajar terlebih dahulu pada manekin. Meskipun yang dihadapi hanya sebuah manekin yang tidak bernyawa, semua tindakan yang dilakukan haruslah manusiawi dan akan dipertanggungjawabkan di hadapan dosen pengajar.

Setelah mahasiswa sudah menguasai dengan manekin, mahasiswa diperbolehkan untuk menerapkan ilmu yang telah didapatkan dengan melakukan perawatan kepada pasien, tetapi dibawah pengawasan dosen pengajar, dan harus dipresentasikan kepada teman sesama mahasiswa, serta akan diujikan secara lisan setelah perawatan selesai.

Berbeda dengan praktisi illegal yang hanya menjalani kursus instan, dokter gigi yang sudah menyelesaikan seluruh beban pembelajaran selama pendidikan diwajibkan untuk mengikuti UKMP2DG (Uji Kompetensi Mahasiswa Program Profesi Dokter Gigi), dan diambil sumpahnya di hadapan Tuhan untuk senantiasa berpraktik dengan menjunjung tinggi asas kemanusiaan setelah dinyatakan lulus uji kompetensi. Selama berpraktik pun, seorang dokter gigi diawasi oleh PDGI (Persatuan Dokter Gigi Indonesia) agar tetap menjalankan sumpahnya.

Terlihat sekali perbedaan antara proses pendidikan dokter gigi dengan kursus abal-abal. Pendidikan dokter gigi dimulai dengan seleksi ketat secara nasional untuk memasuki fakultas kedokteran gigi di berbagai perguruan tinggi. Untuk mengikuti kursus abal-abal, calon peserta hanya perlu untuk membayar sejumlah uang dan menjalankan kursus secara instan, dan banyak mengabaikan aspek-aspek penting yang turut serta setelah memegang alat dan berhubungan dengan pelanggannya.

Dalam proses perawatan, tukang gigi dan salon gigi tidak menerapkan berpraktik yang aman. Posisi dan jarak dengan pelanggan tidak diperhatikan, selalu terlalu dekat, seakan-akan ingin berciuman. Terkadang pula tidak menggunakan masker dengan benar, sarung tangan yang digunakan telah robek, dan sering kali alat-alat yang digunakan tidak diletakkan di tempat yang tepat sehingga tidak terjamin kesterilannya. Tukang gigi dan salon gigi juga tidak memberikan edukasi bagi pelanggannya selama perawatan berlangsung.

Hasil perawatan seorang jebolan kursus abal-abal tidak dapat dipertanggungjawabkan. Dapat ditanyakan kepada dokter gigi terdekat bagaimana kondisi pasien setelah dipasangkan behel atau veneer abal-abal oleh salon gigi yang praktisinya adalah lulusan kursus abal-abal. Pasien-pasien ini datang ke dokter gigi setelah mendapatkan masalah terkait kondisi rongga mulutnya yang sudah rusak, ada yang dapat diselamatkan, tetapi ada pula yang tidak (harus dilakukan pencabutan gigi). Biaya yang dikeluarkan membengkak, gigi yang indah dan rapi tidak didapatkan, hanya membuat kantong bolong.

Dokter gigi dalam menjalankan praktiknya, akan selalu memperhatikan keselamatan diri sendiri, pasien, dan orang lain yang turut terlibat. Dokter gigi selalu menyimpan alatnya di dalam lemari khusus untuk menjaga kesterilan. Dalam menangani pasien, seorang dokter gigi memperhatikan posisi dan jarak dengan pasien. Posisi dan jarak yang baik dalam menangani pasien dapat melindungi dokter gigi dari gangguan tulang belakang, Mencegah kontaminasi silang antar pasien dengan dokter gigi, dan juga memberikan rasa nyaman kepada pasien.

Penegakan hukum terhadap kursus abal-abal ini belum cukup kuat dalam membasmi tindakan illegal dan merugikan masyarakat. Aparat penegak hukum sangat berperan penting dalam proses penegakan hukum, dibarengi dengan peran dinas kesehatan dalam mengungkap jaringan kursus abal-abal. Masyarakat juga perlu memahami dan berpikir kritis dalam membuat keputusan untuk menjalani perawatan kesehatan. Tidak perlu mencari yang asal murah, tetapi keselamatan diri juga turut dipertimbangkan.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun