Pada setiap peserta pemilu jelas selalu mengedepankan caleg dari partainya, berbagai cara yg ditempuh untuk menarik perhatian konstituennya, baik itu melalui media cetak, elektronik hingga door to door, tapi semua upaya ini tidak hanya memerlukan strategi dalam pelaksanaannya, tapi juga biaya yg cukup tinggi yg harus dikeluarkan oleh setiap caleg, saya sempat mendapat data melalui media cetak bahwa seorang caleg ada yg menyediakan dana ratusan juta rupiah untuk tingkat DPRD dan milyaran rupiah untuk tingkat DPR RI, wah ini suatu angka yg cukup fantastik dan diikuti dengan perhitungan yg cukup spekulatif, karena di tempat saya saja di sebuah desa kecil di jawa tengah, baru lalu diadakan pemilihan calon kepala desa, diikuti sekitar 10 kandidat calon kades, dan masing masing calon berkampanye dengan berbagai metode dan biaya yg tesedot tidak kurang dari puluhan juta rupiah, alhasil hanya satu orang yg terpilih menjadi kades dan 9 orang lainnya harus legowo menerima hasil pemilu tingkat desa ini, tapi buat saya yg bekerja sebagai dokter juga terkena imbas dampak negatif dari pesta demokrasi ini yaitu ikut mengatasi stress mental ke-9 orang yg gagal menjadi kades, pasalnya mereka semua sudah habis habisan dalam pengadaan dana, ada yang habis dalam kisaran 150 juta, wah angka yg cukup besar untuk merasa kehilangan atas sebuah nilai uang, tapi bukan itu sebabnya melainkan bagaimana cara mengembalikan nilai uang tersebut karena nilai tersebut didapat dari cara MENGUTANG...
Ujung ujungnya stress berat sampai ketingkat depresi, dan anehnya ada yg masuk kedalam fase depresi berat yg berujung upaya pengakhiran sebuah kehidupan alias bunuh diri istilah kerennya tentamen suicide.
Kalau sudah begini bagaimana kita harus mengatasinya...???, saya sebagai dokter mencoba menganalisa sedikit mengenai angka angka statistik dari kemungkinan jumlah penderita stress dikalangan caleg setelah pemilu legislatif nanti usai, saya mendapat data dari sebuah media, bahwa caleg yg siap bersaing ditingkat DPR RI ada sekitar 12 ribu caleg dari berbagai golongan partai, dan mereka akan memperebutkan sekitar 500 kursi di DPR RI senayan, jadi sudah dapat diperkirakan sisanya akan menjadi pihak yg mengalami kekalahan dalam merebut kursi tersebut.
Lalu pertanyaannya, apakah semua caleg ini dalam membiayai kampanyenya menggunakan biaya paling tidak kisaran ratusan juta hingga milyaran, dari mana dana sebesar itu? Kalau toh dengan cara meminjam, apakah secara mental psikologi mereka siap mendapat tekanan yg sangat kuat atas kehilangan sejumlah dana yg cukup fantastis itu, dan ini diawali dengan perhitungan perhitungan spekulatif yg berujung kemenangan atau kekalahan.
Sudah bisa dibayangkan tugas yg cukup berat bagi unsur pelayanan medis di Jakarta dalam peran sertanya mengatasi meningkatnya jumlah pasien stress dari caleg caleg yg berada dipihak yg mendapatkan kekalahan, ini baru tingkat DPR RI, belum lagi ditambah dengan tingkat DPRD, suatu jumlah angka yg sangat berarti dalam jumlah pesakitan akibat stress dari hasil pesta demokrasi ini, sudah selayaknya bisa diperkirakan semua rumah sakit baik tingkat 1 sampai tingkat 4 di seluruh Indonesia akan kebanjiran pasien stress, ini dapat dibayangkan dan diprediksi sebagai gelombang tsumami terhadap angka kejadian pasien stress pasca pemilu, dan apakah ini bisa dikatagorikan wabah stress atau KLB ( Kejadian Luar Biasa ), ya...kita tunggu saja kejadiannya dan saya sangat berharap agar semua pemikiran dan analisa konyol ini meleset dari kejadian yg sebenarnya, agar masyarakat elite politik kita yg mengalami kekalahan itu mempunyai mental baja yg sangat tangguh setangguh mereka dalam penggalangan dana yg milyaran itu, sehingga dengan mental baja ini berarti mereka juga kuat dalam menghadapi kekalahan persaingan politik ini dalam pesta pemilu nanti, jangan sampai mereka yg awal mulanya semangat menjadi peserta pesta POLITIK tapi akhirnya bagi yg kalah malah keluarganya yg semangat membawa caleg ini dalam pesta POLIKLNIK kesehatan jiwa dirumah sakit untuk mengatasi stress jiwa akibat tidak kuatnya mental psikologis ini.
Salam sehat dari saya, Anugra Martyanto di Purwokerto.