Mohon tunggu...
KOMENTAR
Filsafat

Tunggu Saja...

14 Januari 2010   10:12 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:28 100 0

st1:*{behavior:url(#ieooui) }
<!-- /* Style Definitions */ p.MsoNormal, li.MsoNormal, div.MsoNormal {mso-style-parent:""; margin:0cm; margin-bottom:.0001pt; mso-pagination:widow-orphan; font-size:12.0pt; font-family:"Times New Roman"; mso-fareast-font-family:"Times New Roman";} @page Section1 {size:612.0pt 792.0pt; margin:72.0pt 90.0pt 72.0pt 90.0pt; mso-header-margin:36.0pt; mso-footer-margin:36.0pt; mso-paper-source:0;} div.Section1 {page:Section1;} -->


/* Style Definitions */
table.MsoNormalTable
{mso-style-name:"Table Normal";
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-noshow:yes;
mso-style-parent:"";
mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt;
mso-para-margin:0cm;
mso-para-margin-bottom:.0001pt;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:10.0pt;
font-family:"Times New Roman";
mso-ansi-language:#0400;
mso-fareast-language:#0400;
mso-bidi-language:#0400;}

Beberapa bulan lalu, saya minta tolong kepada seorang teman untuk mencarikan kenalan di sebuah LSM Perempuan. Maksud saya cari jaringan di LSM itu adalah untuk mengalami lebih dekat, belajar langsung dari orang lapangan soal advokasi kepada korban-korban kekerasan rumah tangga. Lantas, teman saya itu mengatakan, “kamu kenal sama Yuli, sebut saja demikian?”. Saya bilang, “Yuli mana, yang waktu datang dengan temannya ke hajatan para relawan masyarakat pesisir, itu kan?, tanya saya mengkonfirmasi. “ya…yang itu dia”. “Tapi saya cuma berjumpa malam itu saja, tidak ingat persis orangnya, dan sudah lama tak pernah bertemu lagi.”.” Nanti saya beri kontak, dan saya beri nomornya ke kamu, ok”. Sayapun mengiyakan. Seminggu kemudian, teman ini menginformasikan kalau Yuli bersedia dan bisa ketemuan. Singkat kata, saya janjian ketemu dengannya, setelah saya sendiri mengontaknya. Saya pergi ke sebuah mall tempat kami janjian, tepatnya di halaman depan mall. Saya sudah ada di sana jam 12.00, tengah hari, saat cuaca panas, dan jalanan macet. Apes hari ini, kata saya dalam hati. Saya berdiri menunggu Yuli yang kata memakai baju putih, celana jeans biru dan pakai jilbab. Lewat dari setengah jam, saya mulai lelah menunggu. Ternyata menunggu itu adalah pekerjaan yang paling membosankan. Mata saya lenggak-lenggok mengamati orang-orang yang lalu lalang, hilir-mudik, sampai rasa bosan itu tak tertahankan lagi. Tak jauh dari tempat saya berdiri, ada seorang yang memiliki ciri-ciri yang sama seperti gambaran Yuli. Karena saya sudah lama menanti, lebih banyak bertanya saja. “Maaf…kamu Yuli”. Jawab gadis itu singkat, “bukan”. Sambil berlalu, dan sambil menahan rasa malu, saya pergi. Penantian saya genap satu jam, tapi yang ditunggu belum kelihatan batang hidungnya. Lalu saya berdiri dekat sebuah bunga di depan pintu masuk. Di sebelah saya, ada seorang gadis. Matanya menatap ke arah jalan, dimana angkot silih berganti. Saya mengamatinya dengan tatapan dalam, jangan-jangan dia inilah yang dimaksud. Tapi mau bertanya saya ingat tadi salah orang. Pikiran saya mondar-mandir, antara bertanya saja atau biarkan tunggu saja lagi. Akhirnya saya putuskan: bertanya saja, karena kata pepatah, ”malu bertanya sesat di jalan”, tapi gara-gara bertanya saja jadi malu. Ah...biar, daripada saya menunggu seperti kambing bego, lebih baik bertanya. Dengan membulatkan tekad, saya bertanya...dan ternyata...he..hehe...yang berdiri disamping saya adalah orang yang sudah ditunggu-tunggu dengan H2C (harap-harap cemas).

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun