Mohon tunggu...
KOMENTAR
Vox Pop

Menuding Asing di Balik Amandemen

25 April 2012   13:03 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:07 489 0
Proses amandemen UUD 1945 ditengarai ada campur tangan Asing. Kecolongan di UU Referendum.

Semangat Sutoyo NK meletup-letup saat berbicara soal riwayat amandemen Undang undang Dasar 1945. Mantan anggota dewan dari Fraksi Golongan Karya itu menilai penambahan pasal dalam amandemen UUD telah menjadikan pasal tersebut tak jelas dan debatable.

Ia menuding kekisruhan dalam amandemen itu akibat adanya campur tangan asing. Sutoyo menyebut ada kucuran dana dalam jumlah besar dari lembaga asing guna mengawal proses amandemen UUD 1945 sepanjang 1999–2000.

Meski tak menyebut angka pasti pada setiap tahapan, hingga tahap 4 pengesahan pada Agustus 2002, setidaknya ada USD 45 juta dikucurkan untuk membiayai amandemen tersebut.

Menurutnya itu tak sekadar sumbangan, melainkan ada kepentingan di dalamnya. “Di pembukaan disebut menjadi bangsa yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Tapi di batang tubuhnya semua kepentingan asing yang diakomodir,” kata Sekretaris Persatuan Purnawirawan Angkatan Darat ini.

Ia mencontohkan UU Nomor 25 Tahun 2010 tentang Penanaman Modal Asing. Melalui instrumen itu asing bisa memiliki saham dan menguasai tanah di Indonesia sampai 200 tahun. Menandatangani kontrak pertama 95 tahun, dan pada saat menandatangani kontrak bisa menambah sampai 65 tahun yang artinya bisa sampai 160 tahun. Pada saat berakhir bisa diperpanjang lagi 35 tahun, berarti 195 tahun. “UU ini sudah sempat di sahkan oleh DPR dan pemerintah. Untungnya, dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi.”

Direktur Institute for Global Justice Salamuddin Daeng juga menggarisbawahi amandemen memiliki dampak besar pada perubahan. Pasal 33 tentang ekonomi misalnya menurut dia mencerminkan perlawanan negara terhadap dominasi. Sebab, pada dasarnya Pancasila memiliki asas-asas yang melawan dominasi, karena dalam neoliberalisme penguasaan negara atas cabang-cabang produksi yang penting harus dihilangkan. Sehingga jika pasal ini diubah, tak ada perlawanan negara terhadap dominasi.

Menurut dia proses amandemen telah memasukkan banyak hal yang secara filosofis berbeda. Ia mencontohkan adanya perubahan dari kata ‘setiap warga negara’ menjadi ‘setiap orang’. “Orang ini siapa? Bisa berarti bukan hanya warga negara, tetapi juga orang asing? Itu gila,” katanya.

Dengan perubahan ini akan berdampak besar pada hak kepemilikan tanah. “Setiap orang berhak mendapatkan tanah. Itu berat loh. Ini mempermudah orang memperoleh kewarganegaraan,” terang Salamudin.

Ketua Badan Pengkajian Persatuan Purnawirawan Angkatan Darat, Kiky Syahnakrie, juga sepakat bahwa ada campur tangan asing dalam produk amandemen UUD 1945. Ia menyebut lembaga swadaya asing, National Democratic Institute (NDI), telah menggelontorkan tak kurang USD 45 juta untuk mengawal amandemen konstitusi sejak 1999–2002. Menurut dia mereka berkepentingan agar undang- undang bisa memberikan kemudahan bagi terlaksananya kepentingan-kepentingan mereka, terutama di bidang ekonomi.

Pintu masuk dari semua kepentingan asing, menurut Salamudin adalah Letter of Intent (LoI). Sejak 1998–2003 ada ba nyak LoI yang ditandangani dan itu merugikan bangsa ini, mulai dari perubahan sejumlah UU hingga institusi mana yg harus direformasi. Secara garis besar, dari proses amandemen sampai pembuatan UU, banyak lembaga keuangan internasional yang terlibat. “Semua masuk dengan berbagai macam program,” katanya, Jumat pekan lalu.

Terdapat juga lembaga-lembaga yang beroperasi secara independen seperti LSM-LSM, meski secara paradigmatik, tujuan objektifnya, mengarah pada tujuan yang sama, yakni visi LoI. Tujuan besarnya menurut dia tak lain liberalisasi, privatisasi, desentralisasi, deregulasi, reformasi institusional dalam bentuk otonomi daerah. Semuanya satu paket dan tak bisa dipisah meski tampak bekerja berbeda-beda. “Duitnya besar sekali.”

Pola semacam ini disinyalir sudah masuk sebelum kejatuhan Soeharto, seperi UU Ratifikasi, Hak Paten, Hak Kekayaan Intelektual dan sebagainya. Pola ini menurut Salamudin dijalankan oleh rezim internasional seperti Multinational Corporation, negara- negara maju, dan institusi keuangan global. Jika Internaitonal Monetary Fund (IMF) lebih banyak fokus sektor keuangan, reformasi keuangan, maka World Bank akan fokus pada development, misalnya UU yang harus dibangun UU Investasi.

Semua pola tersebut jika mengarah pada desentralisasi akan menjadi kerja bersama, karena itu otonomi daerah dan desentralisasi itu menjadi proyek besar. Otonomi Daerah diyakini Salamudin memiliki kewenangan lebih besar dari Republik Indonesia Serikat (RIS). “Ketiganya bertemu di desentralisasi. Itu skema besarnya.”

Namun Ekonom Didik J Rachbini yang juga terlibat dalam BP MPR saat dilakukan amandemen pertama membantah adanya intervensi asing dalam proses amandemen UUD 1945 saat itu. Apalagi ada kucuran dana dari lembaga donor asing macam NDI. “Cara berfikir seperti itu nggak bener. Ini sejarah, nggak main-main. Dana-dana masuk itu untuk program. Apa kita didikte, dikasih uang? Saya siap berdebat soal ini,” katanya.

Disayangkan Sutoyo adalah soal pencabutan UU Nomor 5 Tahun 1985, yang menegaskan perlunya referendum dari masyarakat jika MPR hendak mengubah UUD. Dengan dicabutnya UU tersebut maka tak ada halangan untuk mengubah UUD.[] Anom B Prasetyo

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun