Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen

Rumah Aminah

4 Januari 2023   01:37 Diperbarui: 4 Januari 2023   01:42 353 4
Aminah belum mau beranjak dari kursi goyang. Ia memejam, tapi tidak tidur. Di jari telunjuknya melingkar sebuah alat yang setiap tiga detik ia tekan. Bersamaan dengan itu, mulutnya turut berkomat-kamit. Bila ayunan kursinya mulai melambat, ia akan mengentakkan kakinya ke lantai secara perlahan. Melihat hal tersebut, Jum merasa tidak enak hati. Mengingat majikannya tampak tidak seperti biasanya.

Jum baru tiga bulan bekerja di rumah Aminah, dan ia sudah tahu kebiasaan majikannya itu. Seharusnya, setelah sarapan, Aminah akan mengawasinya. Wanita yang telah menjanda selama bertahun-tahun itu tidak akan membiarkan Jum mengabaikan debu sedikit pun. Bahkan, ia tidak segan meminta Jum untuk mengulangi pekerjaannya bila dirasa kurang sempurna.

Jum dengan sapunya melintasi Aminah. Ia tampak curi-curi pandang pada majikannya. "Gak nonton tivi, Buk?"

"Saya nyalain, ya, Buk," katanya seraya menyalakan televisi.

"Acara gosipnya udah mulai, Buk," katanya lagi.

"Cerewet betul kamu, Jum." Akhirnya Aminah menegakkan tubuhnya. Lalu, ia menatap Jum dengan sendu.

"Gak usah nyuci kamu, Jum. Kayaknya bakal ujan lagi," ucap Aminah sembari beranjak pergi ke arah kamar. Suara geledek memang mulai terdengar bersahut-sahutan.

"Lah, Buk, kok malah ngamar." Jum menggaruk kepalanya yang kebetulan gatal.

"Jangan lupa kamu siapkan penadah, Jum," ucap Aminah sebelum pintu kamarnya ditutup.

Lantas Jum menepuk jidatnya. Kini ia mengerti mengapa perilaku sang majikan tidak seperti biasanya. Hujan deras yang terjadi terus-menerus membuat Aminah kelelahan. Karena ia harus bolak-balik membuang air akibat bocor di beberapa titik plafon. Untung saja ada Jum. Setidaknya wanita itu jauh lebih muda ketimbang Aminah, sehingga ia bisa diandalkan untuk membantu mengangkat ember berisi air, misalnya.

Tiba-tiba, terdengar suara dari ponsel yang tengah diisi dayanya di atas bufet, dekat televisi. Jum bergegas, hendak mengambil dan memberikannya kepada Aminah. Namun,  niat itu ia urungkan setelah melihat nama yang tertera di layar ponsel.

"Buset, anak ini! Emak lu setres gara-gara elu!" Jum memaki ponsel majikannya. Ia pun memilih untuk mengabaikan panggilan itu. Ia tidak mau mengganggu Aminah yang tengah beristirahat.

Kemudian, Jum melanjutkan aktivitasnya, yaitu menyapu. Ia teringat ketika pertama kali menyapu di rumah itu. Ia sampai terengah-engah. Itu baru menyapu, belum mengepel, mencuci baju dan lainnya. Ia sempat ragu untuk melanjutkan bekerja di rumah Aminah. Namun, ia menjadi iba tatkala melihat perdebatan antara sang majikan dan putranya yang baru saja menelepon.

Entah apa yang menyebabkan pertengkaran antara ibu dan anak itu. Yang Jum ingat, saat itu banyak alat masak yang menjadi korban. Panci, wajan, dan sudip melayang lalu jatuh, menghasilkan bunyi, "krontang-krontang." Jum bersyukur karena anak bungsu Aminah tidak menyentuh barang pecah belah.

Jum menghentikan kegiatannya dengan tiba-tiba. Ia menengadah, indra pendengarnya dipertajam. Ia menutup mata agar lebih fokus lagi. Helaan napas keluar dari mulutnya ketika suara air yang seperti mengetuk-ngetuk atap semakin terdengar jelas. Jum kembali mendongak, matanya berkeliaran menyusuri plafon. Dengan cepat, ia menaruh ember di titik plafon yang terdapat jejak rembesan air hujan.

Rumah Aminah memang luas dan tertata rapi. Namun, usia rumah itu tidak bisa disembunyikan. Jum harus menyapu lantai beberapa kali, akibat kayu yang lapuk. Kekurangan rumah itu akan semakin terlihat ketika musim hujan. Banyak titik di plafon rumah itu yang berhasil diterobos air hujan. Bahkan, ada satu titik paling parah. Di lantai dua, plafon terkoyak akibat terpaan hujan terus-menerus. Akibatnya, Jum bisa melihat hujan dalam rumah. Hal itulah yang membuat sang majikan merasa remuk raganya.
***

Dengan sigap, Jum mengambil ember dengan diameter lebih besar. Lalu ia membawanya menapaki satu per satu anak tangga. Kemudian, ditaruhnya ember berwarna hitam itu tepat di bawah plafon yang terkoyak. Ian mendongak seraya berdoa agar kali ini hujan tidak terlalu deras. Jum menghela napas ketika air mulai menembus dan berjatuhan ke ember.

"Buat apa kamu liatin bocor? Jum, Jum." Aminah datang membawa gayung dan ember kecil.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun