Mohon tunggu...
KOMENTAR
Politik Pilihan

Jokowi Datang, Peta Perpolitikan Kacau

11 Januari 2014   20:58 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:55 1707 21

Apa yang diharapkan dari sosok Jokowi di panggung politik nasional ? Jika mau jujur tidak satupun politisi yang mengamini kehadirannya. Datang sebagai kuda hitam saat pencalonannya pada Pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2012 lalu, sosoknya banyak diremehkan oleh para politisi. Jokowi saat itu hanya dianggap pemain lokal yang mencoba peruntungannya untuk memperoleh jabatan setingkat lebih tinggi.

Baru beberapa bulan menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta, pamornya terus meroket dengan merajai seluruh survei elektabilitas capres. Tak heran jika banyak yang mendorongnya untuk maju dalam Pemilihan Presiden 2014 mendatang. Tak ayal serangan demi serangan mulai menerpa baik di dunia nyata maupun di dunia maya alias cyberbully. Meskipun terpaan badai hujatan semakin dahsyat tetapi Jokowi tak ambil pusing. Kenekatannya untuk membangun ‘Jakarta Baru’ semakin tak terbendung. Isu yang paling santer dan mudah untuk dimuntahkan adalah bagaimana cara Jokowi menangani banjir dan kemacetan yang sudah menahun terjadi di ibukota negara ini. Dalam hal ini memang belum banyak yang bisa dilihat karena semua masih progres. Dan inilah celah yang sangat mudah untuk menjatuhkan pamor Jokowi.

Tetapi Jokowi bukanlah pemimpin karbitan. Sebelum terdampar ke dunia politik, Jokowi adalah ketua Asosiasi Industri Mebel Indonesia (Asmindo), dua kali memenangkan Pemilihan Walikota Solo dan Pemilihan Gubernur DKI Jakarta tidak membuatnya patah semangat. Hujatan yang mampir dijadikan pemicu untuk bekerja lebih keras lagi. Kelakuannya yang sering nekat dan dianggap tidak populis justru disukai oleh masyarakat. Jokowi hadir sebagai penyejuk atas kegersangan tokoh pemimpin. Gayanya yang merakyat, tidak elitis merupakan gaya kepemimpinan yang diharapkan saat ini. Jokowi mempopulerkan gaya kepemimpinan kerakyatan yang meniadakan sekat antara pemimpin dan rakyatnya. Gaya kepemimpinannya menciptakan sebuah teori baru tentang leadership ala Jokowi.

Namun sayangnya untuk tahun 2014 ini sosok Jokowi merupakan sandungan bagi para politisi yang berambisi untuk nyapres. Meskipun digadang-gadang sebagai capres berikutnya, langkah Jokowi tidak mulus untuk melenggang menuju kursi RI 1. Selain harus melepas jabatan gubernur, Jokowi juga harus meminta izin ke Presiden SBY sesuai dengan UU No. 48, Pasal 7,Tahun 2008. Apakah SBY akan memuluskan jalannya atau justru menjegalnya ? Kehadirannya sebagai pemimpin yang sangat disukai rakyat bagai bara yang harus segera dipadamkan. Pesona “Jokowi Efect” membuat gerah lawan politik. Mediapun sukses menggiring opini publik, mengantarkan Jokowi menjadi sosok pemimpin potensial yang diharapkan bisa menyelesaikan seluruh masalah Indonesia.

Kehadiran Jokowi di kancah politik untuk tahun 2014 ini memang sangat tidak diharapkan. Kehadirannya benar-benar mengacaukan peta politik yang sudah terpapar jauh sebelum Jokowi dicalonkan pada Pilgub DKI Jakarta. Bentuk dari kekacauan ini bukan hanya melanda lawan politik PDIP tetapi juga internal partai PDIP sendiri.

Terjadinya perpecahan dukungan yang terjadi di tubuh partai PDIP antara pendukung Jokowi (Pro-Jokowi) dan pendukung Megawati. Hal ini dikuatirkan bisa mengganggu hubungan baik antara Jokowi dan Megawati. Dimana Megawati dikesankan seolah-olah tidak demokratis, tidak mendengarkana aspirasi kadernya sendiri yang mendukung pencapresan Jokowi.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun