Mohon tunggu...
KOMENTAR
Fiksiana Pilihan

Kisah Cinta Dewi Cipta Rasa- Raden Kamandaka (07)

25 Mei 2014   17:35 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:08 147 1
(07)

3.Ki Ajar Wirangrong

Tepat ketika matahari telah berada diatas kepala, Raden Banyak Catra sudah tiba di Tatar Ukur yang kelak menjadi Tatar Bandung. Dia meninggalkan hutan Raja Mandala pagi-pagi benar, sebelum matahari terbit. Jarak Raja Mandala - Tatar Ukur, memang tidak terlalu jauh. Tetapi jalan yang berkelak kelok, terkadang agak licin dan menyusuri lereng-lereng bukit kapur dengan gua pawonnya, menyebabkan kuda tidak bisa dipacu dengan cepat.

Kini, dari Tatar Ukur, Raden Banyak Catra memacu kudanya ke arah utara. Gunung Tangkuban Perahu yang membujur dari arah barat ke arah timur itu, nampak bagaikan perahu raksasa yang tengah ditengkurabkan di muka bumi oleh para Dewa. Bau belerang yang berasal dari kepundannya, kadang menyinggahi hidung Raden Banyak Catra, terbawa oleh angin gunung yang bertiup menuruni lereng sebelah selatan, akhirnya menyebar ke seluruh lembah Jaya Giri yang subur itu.

Gunung Tangkuban Perahu, sejak jaman dahulu dianggap sebagai salah satu gunung yang disucikan. Sri Baginda Prabu Siliwangi telah mengukuhkan wilayah lembah Tangkuban Perahu lereng selatan sebagai lemah dewasana, lemah kawikuan atau tanah perdikan yang dibebaskan dari kewajiban membajar pajak dan upeti kepada raja. Di sisi timur lereng Tangkuban Perahu, terdapat semacam ngarai yang sangat indah. Di situlah Ki Ajar Wirangrong mendirikan padepokannya tidak jauh dari bibir lembah yang indah itu. Ki Ajar Wirangrong memberi nama padepokan yang didirikannya itu dengan nama Padepokan Sangkuriang. Memang Ki Ajar Wirangrong adalah mantan perwira komandan pasukan pilihan Kerajaan Galuh yang pernah mengabdikan dirinya pada Raja Galuh Rahyang Niskala Wastu Kancana. Padepokan Sangkuriang didiirikan sebagai bentuk pengabdian Ki Ajar Wirangrong untuk mendidik para ksatri Kerajaan Sunda menjadi kstaria yang tangguh di bidang olah keprajuritan, seni bela tanah air dan seni bela diri. Para cantriknya juga dididik hidup mandiri dengan mengolah tanah tanah pertanian yang subur yang terhampar di kaki Gunung Tangkuban Perahu.

Pada waktu masih muda, Ki Ajar Wirangrong juga bersahabat bahkan sempat menjadi teman seperguruan ayah Sri Baginda Prabu Siliwangi, Rahyang Dewa Niskala. Mereka berdua kemudian berpisah menempuh jalan takdirnya masing-masing. Ki Ajar Wirangrong mendirikan padepokan untuk mendidik para ksatria Kerajaan Galuh, sedangkan Rahyang Dewa Niskala mendirikan Kerajaan Pajajaran di Pakuan. Ki Ajar Wirangrong kemudian dipercaya oleh Sri Baginda Prabu Siliwangi sekalian menjaga gunung suci Tangkuban Perahu, dengan menyelenggarakan upacara-upacara keagamaan yang dilakukan di puncak Gunung Tangkuban Perahu yang ditujukan kepada Dewa Syiwa. Ki Ajar Wirangrong memang adalah seorang brahmana mantan ksatria yang tekun dalam mendalami kitab-kitab suci agama, menguasai Yoga dan gemar menjalankan tapa brata untuk meningkatkan ketajaman mata batin dan kualitas spiritualnya.

Di padepokannya, banyak berdatangan para cantrik dan mentriknya dari berbagai kawasan yang masuk wilayah Kerajaan Pajajaran. Banyak pula putra adipati yang sengaja datang dari tempat jauh untuk menimba ilmu di Padepokan Ki Ajar Wirangrong. Para adipati sendiri tidak sedikit yang sengaja menyempatkan diri mengunjungi padepokan Ki Ajar Wirangrong untuk meminta saran danpetunjuk bermacam hal. Biasanya yang ditanyakan adalahhal-hal yang berkaitan dengan ajaran suci, seperti praktek penyelenggaraan acara-acara ritual keagamaan. Tetapiterkadang juga masalah-masalah yang berkaitan dengan kepentingan pribadi para adipati. Semua itu menunjukkan bahwa Ki Ajar Wirangrong memang seorang brahmana mantan ksatria yang mumpuni dan disegani dan dianggap memiliki daya-daya lebih dari seorang brahmana yang disayangi para Dewa.

Sore itu, Ki Ajar Wirangrong memanggil salah seorang cantrik kepercayaanya.

“ Cantrik, sebentar lagi akan datang seorang tamu yang kini sedang dalam perjalanan ke sini. Dia adalah seorang ksatria muda. Siapkanlah tempat bermalam untuk beristirahat, jamuan makam malam dan keperluan lainnya. Setelah selesai makan malam antarkan dia menemui aku di beranda samping bangsal pertemuan. Tugaskan salah seorang temanmu untuk menjemputnya di gerbang padepokan,” ujar Ki Ajar Wirangrong memberi perintah pada salah seorang cantrik jaga yang dipercayanya.

“ Baik Yang Mulia Bapa Wiku, hamba akan segera laksanakan,”jawab Cantrik jaga tadi yang segera mundur dari hadapan Ki Ajar Wirangrong.

Ketika dua orangcantrik jaga bergegas ke pintu gerbang akan melaksanakan perintah Ki Ajar Wirangrong, dilihatnya seorang ksatria tampan, bertubuh kekar, berwajah cemerlang, sudah turun dari kudanya dan hendak masuk ke dalam gerbang.

“ Selamat sore Raden, ada salam dari Ki Ajar Wirangrong. Hamba ditugaskan untuk menjemput Raden. Marilah ikuti hamba Raden,” ujar salah seorang cantrik yang sangat cekatan, mengantarkan Raden Banyak Catra ke tempat pondokan untuk istirahat. Cantrik yang lain menuntun kuda Banyak Catra dibawa ke tempat penambatan.

"Sampaikan salam kembali kepada Yang Mulia Eyang Ajar Wirangrong, Cantrik. Sampaikan pula terimakasihku atas segala keramahtamahan yang aku terima yang belum tentu aku bisa membalas segala budi mulianya,” jawab Raden Banyak Catra sambil berjalan mengikuti cantrik penjemput tamu itu, menuju ke pondok yang memang khusus disediakan untuk para tamu padepokan yang hendak bermalam.

Raden Banyak Catra kagum juga dengan keramah tamahan penyambutan yang ditujukan kepadanya. Sambil berjalanmelewati sejumlahbangunan komplek padepokan yang teratur dan tertata dengan baik itu,Raden Banyak Catraberkata sendiri di dalam benaknya:

” Sungguh Ki Ajar Wirangrong, seorang brahmana kekasih Dewa. Dia dianugerahi ilmu yangluar biasa. Dari mana dia tahukedatanganku?. Adakah ayahanda memberitahukannya?”

Sebuah pertanyaan yang akhirnya lenyap sendiri, karena dia tidak bisa menjawabnya. Yang muncul kemudian adalah rasa hormat dan kagum kepada Ki Ajar Wirangrong yang dipandangnya sebagai seorang brahmana berilmu tinggi. Tidak salah bila ayahnya, Sri Baginda Raja Prabu Siliwangi menyuruhnya untuk menghadapnya guna memohon pertolongan dan petunjuknya, dimanakah gerangan ada seorang gadis cantik yang wajahnya mirip wajah ibundanya. Memang itulah tujuan Raden Banyak Catra singgah di Padepokan Ki Ajar Wirangrong.(bersambung)

***

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun