oleh Anjrah Lelono Broto
Ayah pernah melukis taufan juga badai, di pipimu Aiaya
namun kau hanya tertawa lalu memeluk
hingga taufan juga badai itu mereda
seiring musim berlalu tanpa beribu petanda
Ketika Ayah pulang dan jam telah jengah berdentang
masih setia kau sisakan sejengkal peraduan untuk ayahmu
yang capek mengiris mega dan menguliti pualam langit
; ku kecup keningmu dengan matra air mata
hingga istirah berjelaga di pertiga waktu, kau
pegang pipi Ayah, dan seikat bisik kau titipkan
tentang kandang kambing yang kau ingin,
hingga Ayah pusus benak, agar kala kau buka mata
esok hari, inginmu telah tersanding
dan sedikit Ayah lengkap menjadi Ayah Aiaya.
sebagai putri Ayah, Aiaya
kaulah perempuan yang paling mengerti
bahwa hati-hari ayahmu bukan saja untukmu
tapi juga untuk terbukanya hati-hati yang lain
demi mimpi-mimpi kita di masa ke muka.
.......................
Oktober 2011