Oleh Anjrah Lelono Broto
muara era yang riuh b’rmandi benderang
samar menjadi saksi, lingkar lenganmu menjuntai
geliat sintal Manyar Kertoarjo kita susuri
tanpa dendam melenggang
Egydia, jantung waktu tak pernah mati
namun sadari
cinta gelato sejujurnya datang dan pergi.
(Amore, Kakak. Bukan masa semanggi Surabaya.
Bersamamu, beef quesadillas akan hangatkan
sisa waktu kita
di tahun ini.)
lelaki berlayar atau menyimpan jangkar
atas nama cinta, Egydia. rum raisin di bibir pun mengantar
keranda. belgian choc di lidah lempar
lara. bahkan, masara wine akhirnya membakar
jiwa.
(Amore, Kakak. Pernahku melayang terpedaya.
Bersamamu, terulang kembali bukan pinta
malam ini.)
Egydia, fourgere tubuhmu meruap ke udara namun hasrat tetap bertahta
hingga dunia meminjam milik kita
saat aku pengantinmu, dan
kamu adalah pengantinku.
(Amore, Kakak. Bawa aku pergi.
Di ranjang berbusa suite nirwana,
berhentilah bertanya tentang cinta Ken Uma.
Karena hanya gelegak hasrat purbani Rama-Shinta
yang menggenangi muara era ini.)
t’rsibak deras air mata di telanjang dada, Egydia.
pinggang basah penuh peluh, di pelukan bumi Junggaluh
rambutmu masai sungging senyum penuh.
t’ersampai salam lupa Rama lumpuh
saksikan Anjani susuri sungai, mengaduh.
(Amore, Kakak. Tahun depan kita kembali.)
00.01 WIB -- 31 Desember 2010