Thamsanqa Jantjie menggoyangkan tangan dan berbahasa tubuh saat berdiri disamping Presiden Barrack Obama ditengah memorial Nelson Mandela. Sekilas orang awam memiliki interpretasi bahwa pria ini adalah penerjemah bahasa untuk penderita tuna rungu (tuli).
Namun tidak satupun penderita tuna rungu yang mengerti apa yang disampaikan oleh si penerjemah. Tak bisa dibayangkan, berapa juta pemirsa tuna rungu tidak bisa mengerti apa yang disampaikan Barrack Obama dan pemimpin lainnya dalam salah satu event bersejarah tersebut.
Sejak hari Kamis lalu, kegaduhan mewarnai negara Afrika Selatan, tatkala komunitas tuli disana menyadari bahwa apa yang dilakukan oleh Jantjie tidak lebih dari sekadar menggoyang tangan tanpa arti. Penerjemah ini pun dituduh sebagai penipu gadungan.
Di saat yang sama, pemerintah Afrika Selatan mengakui bahwa Jantjie, pria yang berbahasa utama Xhosa (satu dari 11 bahasa resmi disana) bukanlah “penerjemah bahasa profesional” dan “Bahasa Inggris terlalu sulit untuknya”, seperti dilansir oleh Sydney Morning Herald
“Ya dia bisa berbicara bahasa tuna rungu dengan rekannya namun dia bukan penerjemah profesional,” ucap Wakil Menteri untuk Wanita, Anak dan Penderita Cacat, Hendrietta Bogopane-Zulu.
“Bahasa Inggris terlalu sulit untuknya,” tambahnya lagi.
Menurut keterangan, ia direkrut dengan gaji setengah dari standar gaji biasanya untuk profesi penerjemah dan perusahaan yang mensponsorinya kini raib tanpa jejak. Jasa tarif normal seorang penerjemah dalam kurs American Dollar adalah $164/ per jam. Sedangkan Jantjie hanya ditawarkan dengan harga super murah $77/ per hari.
Mengaku Melihat Malaikat
Meski telah membuat komunitas orang tuli tidak dapat mengikuti prosesi acara seperti orang normal, Jantjie berkeras bahwa ia seorang pakar ahli bahasa tuli. Dalam interview-nya dengan surat kabar Star dari Johannesburg, ia mengklaim bahwa insiden tersebut terjadi karena penyakit Schizophrenia-nya kambuh.
“Yang terjadi saat itu, saya melihat para malaikat turun ke stadion. Saya tak tahu bagaimana ini bisa terjadi dan terkadang saya bisa melakukan tindak kekerasan di tempat. Terkadang saya sering melihat sesuatu mengejar saya,” ucapnya.
“Saya berada di posisi sulit. Saya ingat ada Presiden dan orang-orang bersenjata disekeliling saya. Bila saya mulai panik, maka saya akan memulai masalah. Saya terpaksa menyelesaikan masalah ini dengan cara yang tidak mempermalukan negara saya.”
Jantjie memang memiliki sejarah dirawat di rumah sakit jiwa dan yang terlama pada tahun 2006. Ia mengakui bahwa ia memiliki jadwal mental health check up tiap 6 bulan sekali dan segera jatuh tempo. Namun ia membantah bahwa hal tersebut tidak ada sangkut pautnya dengan profesionalisme-nya sebagai penerjemah tuna rungu.
“Sungguh, saya melakukan hal yang benar saat itu. Saya tidak gagal. Saya dapat mengantar pesan dengan baik. Saya melakukan apa yang saya percayai sebagai panggilan hidup saya. Saya melakukan apa yang saya percaya dapat melakukan perbedaan,” ucapnya. Ia menyebut bahwa ia sudah menjalani latihan di sekolah khusus dan menjadi penerjemah di berbagai acara.
Hal ini berbeda dengan keterangan pihak ketiga. Seperti dilansir surat kabar Independent, Federasi Tuna Rungu Afrika Selatan menunjukkan sejumlah komplain mengenai kemampuannya dalam sebuah event yang dihadiri Presiden Afrika Selatan, Jacob Zuma pada tahun lalu.
Kritik diluncurkan pada pemerintah Afrika Selatan. Bruno Druchen, Presiden Federasi Tuna Rungu Afika Selatan melontarkan ucapan pedas di Twitter.
“Tolong singkirkan penerjemah BADUT ini,” ucapnya.
Masa Lalu Yang Janggal
Sejumlah media mulai mengkorek masa lalu Jantjie. The Daily Dispatch melaporkan bahwa pria yang sama sempat dua kali mencoba mendaftar di sebuah SMA dan College dengan menggunakan kartu rapot palsu. The Dispatch menemukan bahwa Jantjie sempat mencoba untuk mengambil identitas palsu sebagai dokter dan guru di masa lampau
Menurut keterangan resmi Departemen Keadilan Afrika Selatan, Jantjie sempat diinvestigasi atas keterangan klaim palsu terhadap 1.3 juta Rand (AU$150,000). ENews Channel Africa, bahkan melaporkan Jantjie sempat menghadapi kasus pembunuhan pada tahun 2003. Ia juga dikaitkan dengan pemerkosaan, memasuki rumah secara ilegal dan penculikan meski semua tuduhan itu tidak dilanjutkan lantaran ia dianggap tidak memiliki kapasitas kejiwaan yang cukup baik untuk mengikuti prosesi pengadilan.