Pasti segar rasanya kalau pagi-pagi mendapatkan “siraman rohani” dari jubir FPI Munarman. Setidaknya Sosiolog Thamrin Tomagola baru saja mendapat privilege tersebut di siaran TV ONE: Apa Kabar Indonesia.
Berbagai respon masyarakat mulai dari: ada yang geram, jijik, marah melihat tindakan tak sopan terhadap orang yang lebih tua. Namun saya berani bertaruh ada yang meneriakkan gema takbir ketika hal tersebut terjadi.
“Munarman sedang membela agama bukan menyiram air.” Kira-kira seperti itu yang ada di benak pro-Munarman.
Namun yang paling menarik adalah respon kedua orang tersebut pasca insiden. Kedua responnya sama-sama Islami meski...hmmm...kok ada yang beda yah?
Munarman: Kecil lah itu, dia itu orang nothing, tidak berpengaruh sedikit pun terhadap saya apa yang dilakukan oleh dia. Saya dilaporkan ke neraka baru saya takut, enggak ada apa-apanya, seperti dikutip Okezone.
Sedangkan....
Thamrin: “Kita memang manusia biasa, barang kali jarang. Tetapi saya mencoba mengikuti (teladan Rasullulah SAW). Saya tidak akan membalas, kalau dibalas saya sama saja dengan preman. Saya masih mengedepankan fungsi dari acara dialog yang digelar di TV One . Dalam dalam acara tersebut seluruh aspirasi dari unsur masyarakat dikemukakan. Adu argumen. Bukan adu jotos. Saya tak akan laporkan ke polisi, karena di situ juga kan ada Pak Boy juru bicara dari Mabes Polri. Sudah jadi tabiat dia (Munarman) yang mengeras dan membatu, seperti dikutip Okezone.
Insiden Munarman menunjukkan bahwa masih banyak orang yang suka mencapuradukkan emosi dan kepentingan membela Tuhan. Emosi demi agama itu sah adanya dan bahkan mungkin menurut Munarman, bisa-bisa dia masuk neraka bila tidak melecehkan Thamrin didepan umum.
Apa bedanya marah membela agama dan membela agama dengan emosi? Orang yang marah masih bisa menahan emosi dan berpikir jernih, apa yang harus dilakukan untuk mendapat solusi atau jalan keluar. Marah hanyalah salah satu human nature kita ketika mengalami sesuatu yang tidak mengenakkan. Orang yang marah tapi bisa menjaga emosi, tidak akan pernah mengambil tindakan spontan yang tiba-tiba muncul di kepala.
Namun orang yang emosional pasti orang yang marah dan pada akhirnya diaplikasikan kedalam jalan keluar yang tidak efektif dan biasanya kekerasan. Orang yang emosional biasanya melakukan tindakan spontan yang 5 detik sebelumnya, hal tersebut tidak pernah terpikirkan.
Bila orang diberi gelas dan air didalamnya, semua orang tahu fungsinya. Untuk minum dan menyegarkan tubuh. Air dan gelas didalamnya tidak pernah (bahkan oleh pembuatnya) di-design untuk menyiram wajah dan melecehkan orang lain.
Sungguh ironis, Munarman tengah membicarakan soal miras dan kemabukan...namun ia lupa bahwa ada penyebab kemabukan selain alkohol bernama emosi. Susahnya kalau emosi tersebut dibalut agama sehingga menimbulkan legitimasi untuk setiap tindakan kekerasan.
Mabuk emosi Munarman sampai-sampai ia berani berkata dengan kata bahasa Inggris bahwa Thamrin itu nothing. Dihadapan si sarjana hukum,sosiolog UI lulusan Australian National University bidang demografi sosial dan University of Essex, Inggris tidak lebih intelektualitasnya dibanding dirinya.
Meski sering mengaku sarjana hukum, Munarman terlihat sekali tidak mampu berada dibawah tekanan ketika berdebat. Debat terkadang selalu panas, namun tiap pendebat harus memiliki kemampuan untuk menjaga agar kepala tetap dingin. Munarman mungkin berpikir bahwa dengan menyiram kepala Thamrin maka kepala dan hati sosiolog tersebut akan dingin. Polos sekali.
Byur...debat pun berhenti. Selesai. Inilah kisah orang yang memiliki filosofi bahwa kekerasan menyelesaikan masalah. Lalu apakah Thamrin matanya terbuka dan setuju dengan apapun yang dipegang oleh Munarman? Baik kedua pihak dipastikan keluar dari stasiun TV One dengan hati marah.
Yang satu menyerahkan amarahnya pada emosi dan melecehkan pribadi “Mr. Thamrin The Nothing.” Yang satu lagi...memilih untuk menyerahkan amarahnya pada Rasullulah SAW supaya tidak jatuh kedalam kegelapan yang sama.
Anda juga mungkin tertarik membaca: Israel, Palestina dan 1948 FAQ
Atheisme: Bolehkah Hidup di Indonesia