Mohon tunggu...
KOMENTAR
Humaniora Artikel Utama

Kemerdekaan Indonesia "Earned" atau "Given"?

18 Agustus 2014   01:11 Diperbarui: 18 Juni 2015   03:17 1274 1
[caption id="" align="aligncenter" width="510" caption="Pembacaan Proklamasi"][/caption]

Sebelumnya, biar para pembaca disegarkan dahulu ingatannya kepada pidato Prabowo Subianto yang dirilis pada tanggal 25 Juli lalu. Beliau sempat bicara bagaimana pemimpin kita (tahun 1945) saat itu dihadapkan pada dua pilihan. Pilihan pertama adalah menyatakan kemerdekaan. Pilihan kedua adalah menunggu kemerdekaan itu diberikan oleh penjajah.

Bicara topik ini, memang agak sensitif. Selama ini kita diajarkan bahwa nilai suatu kemerdekaan amatlah sempurna bila diraih melalui perjuangan. Berulang kali entah di sekolah ataupun di rumah ibadah, kita sering didoktrin bahwa kita merdeka berkat bambu runcing dan takbir.

Sementara itu apabila suatu kemerdekaan datang berkat pemberian dari sang penjajah, maka nilai kemerdekaan tersebut dianggap hilang. Acapkali negara yang merdeka seperti jalan terakhir ini dicap sebagai “negara boneka” persis seperti yang dituduhkan terhadap Malaysia pada era 60-an.

Lalu kembali ke topik awal, benarkah Indonesia merdeka tanpa menunggu diberikan penjajah? Katakanlah, Sekutu tidak pernah melepas bom atom ke Hiroshima dan Nagasaki pada tanggal 6 dan 9 Agustus 1945 yang memaksa Jepang menyerah tanpa syarat. Akankah Indonesia dapat menentukan nasibnya pada tanggal 17 Agustus 1945?

Apa yang terjadi pada Indonesia, seandainya Sekutu kalah perang dan Jepang mengukuhkan diri sebagai negara superpower di Asia?

Tentu aneh memang bila menyebut pula kemerdekaan tersebut adalah pemberian Sekutu. Hingga kini tidak pernah ada dokumentasi bukti bantuan senjata maupun intelijen saat itu. Segala sesuatu secara kebetulan berjalan mulus di pihak Indonesia. Sungguh ironis dan patut disesali memang bila tragedi bom atom yang dipandang sebagai tragedi kemanusiaan di satu sisi namun di sisi lain menjadi pintu harapan bagi kemerdekaan bangsa ini.

Sebenarnya darimana munculnya jargon “kemerdekaan pemberian penjajah?” Pertama, wacana ini sebenarnya muncul sejak awal tahun 1945 tatkala Jepang sudah mulai menuai berbagai kekalahan. Dari sini kita mulai mengenal dibentuknya Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan diubah menjadi Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Tujuannya jelas. Ketika Sekutu mencapai Indonesia, maka Jepang berharap supaya Indonesia bertempur disisi mereka.

“Dosa besar PPKI” cuma satu saat itu: Dibuat oleh Jepang. Tak ayal, saat itu ada agenda untuk menyingkirkan PPKI dan pimpinannya termasuk Soekarno dari prosesi proklamasi kemerdekaan. Namun pada akhirnya niat itu diurungkan dan PPKI pun berkontribusi besar dalam pembentukan UUD 1945 dan Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP).

Kedua, yakni pertemuan antara Soekarno dan Mayor Jenderal, Otoshi Nishimura selalu Kepala Departemen Urusan Umum Pemerintahan Militer Jepang pada malam 16 Agustus 1945. Berdasarkan pertemuan sebelumnya dengan Marsekal Terauchi di Dalat, Vietnam maka PPKI sudah diberi ijin untuk memproklamirkan kemerdekaan dalam beberapa hari, tergantung pada kecepatan kinerja PPKI.

Namun alangkah terkejutnya Soekarno, saat ia diberitahu Nishimura bahwa Jepang harus menjaga status quo. Soekarno dan Hatta kecewa serta sempat menyindir Nishimura tidak memiliki spirit Bushido dengan ingkar janji demi menyenangkan hati Sekutu.

Entah bagaimana caranya Soekarno sukses bernegosiasi supaya pemerintahan militer Jepang “tutup mata.” Sepertinya Soekarno mengerti bahwa sejak menyerah tanpa syarat, Jepang sudah tidak berhasrat untuk mempertahankan Indonesia.

Setelah itu kita memasuki babak menarik dalam sejarah kemerdekaan yakni perumusan teks proklamasi. Yang menarik bukan hanya perumusannya, tapi juga tempat dimana proklamasi dirumuskan. Hingga kini keterlibatan Laksamana Maeda dalam peran kemerdekaan masih menjadi misteri. Ada yang berkata beliau hanya sekadar simpatisan kaum nasionalis. Namun Maeda selain menyediakan tempat, juga dipercaya turut menjamin keselamatan para tokoh PPKI sehingga ia disebut sebagai perpanjangan tangan pemerintahan Jepang guna “mengawal” proklamasi kemerdekaan.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun