Suatu sore yang teduh di depan kantor pondok, saya duduk bersila di lantai beralas tikar, sementara Abah Yai duduk di kursi kayu. Beliau mengenakan sarung sederhana dan kaos putih polos, ciri khas kesehariannya. Di sela obrolan santai, terlintas pertanyaan yang sudah lama mengganjal di hati saya. Dengan penuh rasa penasaran, saya bertanya, “Dos pundi Gus Syur niku, Bah?”
KEMBALI KE ARTIKEL