Ada kalanya dalam kehidupan sehari-hari, tanpa sadar setiap orang akan mengulang pernyataan orang lain, atas dasar pernyataan yang pernah didengarnya terlebih dahulu. Dan, tanpa kita sadari kita "mengulang pernyataan" dengan metode yang sama seperti saat kita mendengar pernyataan tersebut. Salahkah? tentu tidak, karena sebenarnya kita punya kebiasaan untuk mendapatkan informasi berdasarkan pandangan dan pendengaran. Informasi yang diterima tersebut akan diproses oleh kita dan digunakan suatu waktu pada saat mengalami kemiripan insiden seperti saat menerima informasi.
Meski demikian, kita akan menilai bagaimana tindakan orang lain apalagi rekan kita yang memiliki kecenderungan "mengulang kata" yang kita ucapkan dan kita dengar sendiri bagaimana rekan kita tersebut mengulang kata yang kita ucapkan beberapa saat sebelumnya. Sebenarnya, apakah gejala tersebut dapat dijelaskan secara keilmuan? tentu saja bisa, pernah mendengar istilah ekolalia? Jika belum pernah, maka pasti mengenal istilah "latah". Apa sebenarnya "latah"? Latah biasanya dimaknai oleh kita sebagai sikap yang menunjukkan "kekagetan" pada saat seseorang menegur dan dalam sikap latah tersebut keluarlah perbuatan atau pernyataan yang mengulang pernyataan orang lain. Kalau mengulang perbuatan orang diistilahkan echopraxia, dan kondisi ini mungkin sering kita lihat bahkan bisa jadi "praktikkan", sedangkan mengulang pernyataan disebut sebagai ekolalia. Ekolalia menurut kbbi.web.id (2014) diterangkan sebagai berikut "dorongan kuat yg tidak terkendalikan dr penderita gangguan jiwa untuk meniru ucapan atau perbuatan yg dilakukan orang lain". Dengan demikian, orang yang menderita ekolalia sebenarnya tidak bisa mengendalikan dirinya dalam rangka "tidak" meniru ucapan atau perbuatan yang dilakukan orang lain.
Yang menarik adalah pendapat dari Soenjono Dardjowidjojo (2003) yang ditulis dalam sebuah hasil studi, yakni "latah adalah suatu tindak kebahasaan pada waktu seseorang terkejut atau dikejutkan, tanpa sengaja mengeluarkan kata-kata secara spontan dan tidak sadar dengan apa yang diucapkannya", dengan demikian mereka yang latah sebenarnya karena ketidaksengajaan dan tidak sadar, atau dengan kata lain diluar dari kendalinya. Menariknya, Soenjono Dardjowidjojo (2003) juga memberikan ciri-ciri "latah" yakni: latah hanya terdapat di Asia Tenggara, pelaku hampir semua adalah wanita, kata-kata yang dikeluargkan umumnya berkaitan dengan seks atau alat kelamin pria atau terkait kejantanan seseorang, dan seandainya keterkejutan berupa kata maka si pelaku latah bisa mengulang kata itu saja. Pernyataan Soenjono yang menyebut bahwa latah hanya terdapat di Asia Tenggara dan "mengulang kata itu saja" menarik, artinya bahwa tidak ada belahan dunia lain yang masyarakatnya mengalami fenomena latah. Kemudian, pelaku latah hanya mengulang kata itu saja, dengan kata lain pelaku latah sebenarnya memiliki ketergantungan dengan individu lainnya, terutama dari sudut pandang pengungkapan ide" ketika tidak ada orang lain yang dapat di"latah" kan maka orang yang latah tersebut cenderung tidak mengeluarkan pernyataan sendiri.