Mohon tunggu...
KOMENTAR
Pendidikan

Siswi Hamil: Salah Siapa?

11 Mei 2011   03:04 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:51 620 1
[caption id="attachment_107341" align="alignleft" width="116" caption="ilustrasi dari google"][/caption]

Pada 13 april 2011 silam, saya membaca sebuah beritadengan judul :

50-an Siswi di Ponorogo Terancam Tak bisa UN karena Hamil

Anda terkejut dengan berita seperti ini? Atau sudah biasa karena kasus seperti sering terdengar? Seharusnya ini menjadi sebuah kajian yang dibahas komprehensif tidak bisa parsial. Karena permasalahan tidak terbatas pada bagaimana nasib mereka yang terlanjur berbadan dua, tetapi apa tindakan promotif dan preventifnya agar peristiwa tersebut tidak terulang kembali minimal terjadi penurunan angka Kehamilan Tidak Diinginkan (KTD) pada remaja lainnya. Hal ini tentu tidak disebabkan oleh kelalaian satu pihak saja. Maka jika judul artikel ini adalah : siswi hamil, salah siapa? Tentu jawaban pertama adalah : salah yang menghamili. Tapi pada kenyataannya gak cuma bisa menunjuk hidung sang pemilik sperma saja. So.. siapa lagi sih yang ikut ‘bertanggung jawab’?

Gempuran media yang tidak bertanggung jawab merupakan salahsatu penyebab kenaikan angka KTD tersebut.

Dalam suatu kegiatan Pelatihan PIK-RM (Pusat Informasi dan Konsultasi- Remaja dan Mahasiswa) yang diselenggarakan di Kab Cianjur pada tanggal 29-30 Maret 2011 dipaparkan sebuah data dari BKKBN Provinsi Jawa Barat bahwa bahwa 77,4% remaja di Indonesia merupakan penonton TV (IYARHS 2007), dapat diartikan bahwa remaja merupakan pangsa pasar yang potensial dalam industri media terutama televisi. Budaya hedonis dan materialis mudah disusupkan apalagi masa remaja adalah masa labil (ababil? Hehehe), mudah terprovokasi dan sedang mencari jati diri.

Dimanakah peran orangtua?

Dipaparkan pula pada kesempatan itu, data tentang Persentase remaja (15-24 tahun) di Indonesia yang mengetahui bahwa masa subur (berada diantara dua menstruasi), untuk putri 17,1 % dan putra 10,4% (IYARHS 2007).

Disinilah peran orangtua menjadi penting, karena ternyata tingkat pengetahuan mereka sangat rendah mengenai masa subur tersebut. Alih-alih menyampaikan informasi tentang masa subur pada anaknya, ada orangtua yang malah sibuk menggunjingkan berita-berita selebritis yang hamil di luar nikah. Ironis.

Persentase Remaja(15-24tahun) di Indonesia yang berpendapat bahwa satu kali Hubungan Seksual dapat Menyebabkan Kehamilanyaitu putri 55.2 % sedangkan putra 52% (IYARHS 2007).

Apakah peningkatan angka KTD akan berbanding lurus dengan peningkatan aborsi? Secara logika, iya.Begitu juga dengan peningkatan kematian ibu karena aborsi yang tidak aman. Berdasarkan SDKI 2003, Indonesia mencatat angka kematian ibu sebesar 307 per 100.000 kelahiran hidup. Ini merupakan angka tertinggi di Asia Tenggara serta salahsatu penyumbang kematian ibu adalah penanganan KTD melalui aborsi yang tidak aman tersebut.

Ada data menarik yang dipaparkan, remaja yang ingin berdiskusi lebih dalam tentang kesehatan reproduksi, ternyata memilih untuk curhat pada teman (28%) dan ibu (34.9%)(Sumber : IYARHS 2007)

Sehingga tidak bisa diabaikan, peran penting orangtua dalam membentuk karakter dan ketahanan seorang remaja dalam menyikapi arus informasi yang tak tertahankan.

Lalu mari kita sejenak menarik nafas.

Solusi apakah yang harus dilakukan? Rumitkah?

Ternyata jawabannya sederhana : Mari kita mulai dari kita sendiri dan keluarga.

Sumber :

1.http://www.metrotvnews.com/read/news/2011/04/13/48486/50-an-Siswi-di-Ponorogo-Terancam-Tak-bisa-UN-karena-Hamil/

2.http://www.pkbi.or.id

3.Bahan Presentasi Tentang Pelatihan PS-KS BKKBN Prov. Jawa Barat Tahun 2011

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun