Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Carpe Diem

25 Mei 2009   18:00 Diperbarui: 26 Juni 2015   20:07 2538 0
"We are food for worm, lads," bisik Pak Keating di antara murid-muridnya di Wellton Preparatory School itu, "believe it or not, each and every one of us in this room is one day going to stop breathing, turn cold, and die." Lantaran bisikan itu, aroma puisi pun merasuki seluruh film Dead Poets Society (1989). Kata-kata yang menjadi poros semua peristiwa--sebagian besar berupa kenekatan anak-anak muda--adalah carpe diem, yang artinya "seize the day".

Frase itu sulit untuk dicarikan padanannya dalam bahasa Indonesia. Seize the day jelas tidak bisa diartikan secara harafiah sebagai "tangkaplah hari", walaupun terjemahan seperti ini agak menimbulkan rasa puitis. Mungkin terjemahan yang agak tepat adalah "manfaatkanlah hari". Tetapi terjemahan ini pun kurang bertenaga karena rasa kepuitisannya kurang. Tetapi semangat yang dikandung oleh frase itu jelas pernah diungkapkan dalam baris-baris puisi karya penyair Indonesia--dengan permutasi kalimat yang beraneka ragam.

"Carpe diem" sebenarnya dicuplik dari salah satu bait dalam "Odes", rangkaian puisi gubahan penyair Romawi Horace pada tahun 65 SM. Bunyi lengkapnya dalam terjemahan bahasa Inggris adalah demikian: Scale back your long hopes//to a short period. While we/speak, time is envious and/is running away from us.//Seize the day, trusting/little in the future//. Baris itu kemudian muncul lagi--entah secara sengaja entah tidak--dalam puisi-puisi lain di berbagai belahan dunia. Robert Herrick menggubah satu sajak yang salah satu baitnya mengandung semangat yang hampir sama dengan bait Horace itu: Gather ye rosebuds while ye may,/Old Time is still a-flying;//And this same flower that smiles today/ Tomorrow will be dying.//

Virgil, penyair agung Romawi yang lain, juga menggubah baris yang semangatnya sama: "collige, virgo, rosas" (gathher, girl, the roses). Ungkapan ini menganjurkan kepada para gadis untuk menikmati hidup sebelum masa muda mereka hilang. Penyair klasik Inggris, Andrew Marvell, juga menggubah bait yang semangatnya sama:Now let us sport us while we may,/And now, like amorous birds of prey,/Rather at once our time devour/Than languish in his slow-chapt power.// Pelopor simbolisme Perancis, Charles Baudelaire, mengajurkan orang untuk "mabuk"--tidak mesti selalu dengan alkohol--artinya menikmati momen yang ada: Wine, poetry or virtue, as you wish. But be drunk.//

Kesadaran tentang "kesementaraan segala" juga telah disadari oleh penyair Indonesia dan diungkapkan dengan ungkapan yang paling sublim oleh Chairil Anwar dalam sajak "Kepada Kawan". Sajak itu bunyi lengkapnya demikian:

Sebelum ajal mendekat dan mengkhianat,

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun