Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen

Si Cupu Pematah Hati

21 Mei 2015   21:19 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:44 126 0
"Jangan bilang lo suka dia ma..." Wajah Ira menatapku menuntut untuk bilang 'Tidak'.

"Kenapa?" Tanyaku balik.

Ya, aku tidak bisa mengatakan kalau aku tidak menyukai pria yang sedang kita berdua bicarakan. Aku dan Ira teman dekat semenjak kami kuliah, tidak ada rahasia di antara kami. Saat ini kami sedang membicarakan sesosok pemuda berkacamata kotak, selalu memakai celana gombrong, selalu mengenakan kaos, mentok-mentok agak membuatnya keren hanya jaket atau almamater sebagai pelapis kaosnya. Namanya Irwan, Juniorku satu tahun di fakultas teknik sedang aku fakultas Bahasa. Kami bertemu setengah bulan kemarin di acara kampus bertajuk Jakarta Hijau, kebetulan kita panitia. Sebelumnya aku tidak mengenalnya dan tidak ingin pula mengenalnya jika tidak kebetulan. Penampilannya suka di katakan kebanyakan orang 'CUPU' dan tidak menarik. Penampilannya yang cupu itu di tunjang oleh sikapnya yang cenderung pendiam sangatlah tidak menarik untuk di ajak mengobrol, kesannya serius selalu.

Tapi tidak saat kami bertugas menjadi panitia bersama. Aku yang merasa senior suka semena-mena datang di acara rapat apalagi saat persiapan. Aku tertarik dengannya semenjak melihat dia yang giat sekali mengerjakan ini dan itu guna sempurnanya acara nanti. Dia terlihat sangat bertanggung jawab. Walau kami panitia tapi aku belum sempat berbicara dengannya. Panitia di sini banyak mencakup semua fakultas, jadi wajar saja jika kami tidak terlalu saling kenal. Apalagi tugas kami berjauhan dia sebagai seksi perlengkapan sedang aku humas, kebanyakan tugas keluar.

Aku sering membicarakannya semenjak acara kami itu selesai dan berjalan lancar. Aku mulai sering membuatnya sebagai topik pembicaraan antara aku dan Ira. Awal-awal Ira tidak menanggapinya serius karena aku pun membahasnya sambil bercanda. Sedikit-sedikit aku cari tau tentang Irwan melalui Ira dan Ira pun melalui pacarnya Edo yang juga satu fakultas dengan Irwan.

Sampai akhirnya sekarang Ira bertanya padaku seperti itu, karena sebelumnya aku bertanya "Kira-kira tu anak udah punya pacar belum ya ra?" . Tidak bisa aku pungkiri setiap hari aku jadi memikirkan dia dan saat ke kampus pun yang aku harapkan bertemu dengannya. Entahkah hanya melihatnya membenahi kacamatanya, atau melihatnya berjalan menuju parkirannya, ataukah melihatnya makan di kantin atau kalau beruntung aku bertemu dengannya di masjid kampus saat hendak solat. Akhirnya aku mengakui pada Ira kalau aku benar jatuh cinta pada pria cupu itu.

"Gila kali lo Risma, bisa kali lo dapet yang bagusan. Lo gak jelek-jelek amat kata gue. Itu Hendra, bukannya dia suka sama lo?" Ira mulai melontarkan keberatannya.

"Apaan si Ra, cowok rokok holic gitu di promoin ke gue? gue suka Irwan Ra, mintain pin bb dia dong." Aku muali terbuka.

"Apaan si yang lo liat dari dia? ya ampuunnn..." Ira mulai rame dan aku mulai tersinggung.

"Cinta gak butuh alasan Ra, please hargain perasaan gue." Aku menyeruput jus melonku dengan kesal.

"Oke sorry, gue syok aja gitu. But thats oke si ma, nanti gue cari tau lagi dari Edo."

"Gitu dong cantiikkkk..." Aku cubit pipi Ira yang gambil.

"Tapi lo kalo di dandanin dikit ya ma, gue yakin tu di Riki yang ngampusnya bawa mobil Alphard bisa lo gaet."

"Ira please."

Dua hari berselang Ira memberiku pin BB irwan. Aku senang bukan kepalang, maklum aku sedang jatuh cinta. Aku invite BBM dia, dan beberapa saat kemudian di accept. Sepertinya aku ingin teriak karena kesenangan, tapi aku sedang dalam kelas. Yang bisa aku lakukan hanya "Ra, gue udah di accepet." dan tertawa tertahan sambil kemudian senyum-senyum sendiri. Seuasai kelas aku lihat BBM dan ternyata ada sebuah 'PING' dari Irwan, aku mau lompat-lompat. Irwan tanya siapa aku kemudian aku jelaskan siapa aku dan aku ceritakan kita pernah satu tim sebagai panitia acara kemarin. Dia bisa terima dan kami mulai mengobrol ringan. Keesokannya aku beranikan diri untuk mengajaknya makan di kantin bersama dengan Ira dan Edo. Di lihat dari dekat wajahnya teduh ah bukan tapi tenang, senyumnya malu-malu. Aku menyukai saat melihat dia membenahi kacamatanya, menggemaskan.

Tidak seperti yang selama ini di bayangkan, ternyata dia cukup asik untuk di ajak mengobrol, bisa di ajak bercanda juga. Kita berdua jadi sering BBM-an hampir selalu sampai tengah malam. Dia sangat enak aku ajak mengobrol, sangat nyambung. Aku menyukai sejarah Indonesia. Untuk seusiaku jarang ada pemuda yang bisa mengobrol lama-lama membahas negara tercinta ini. Tapi dengannya? aku merasa nyambung dan klop sekali. Ini membuatku semakin jauh jatuh hati padanya. Irwan pemuda cupu yang membuat aku jatuh cinta. Sama sekali aku tidak terganggu dengan penampilannya. Aku menyukainya karena dia adalah Irwan.

"Kalo gue jadi ceweknya Irwan, gue pengen banget tu ganti kacamatanya pake kontak lens. Terus gue beliin kemeja fanel atau apalah yang kira-kira bisa bikin dia keren gitu. Bete aja kan kalo jalan sama model begitu" Ira sempat berbicara seperti itu saat Irwan sedang berjalan menuju meja kami. Andai Ira tau aku sangat terluka atas perkataannya.

"Irwan buat gue bukan elo ra. jadi gak usah ngurusin Irwan gue." Aku berkata dengan penuh penekanan.

Hari-hari berlalu, sudah sekitar 6 bulan aku dan Irwan intens berBBM ria. Aku mulai tidak sabar dan kuasa untuk menahan perasaanku ini. Tapi tidaklah mungkin aku mengatakan duluan, aku kan cewek. Aku semakin terusik untuk memberikan kode-kode tapi aku sendiri belum  paham kode seperti apa kiranya untuk dia peka terhadapku. Aku BBM dia mulai membicarakan soal hati. Tipe cewek yang dia suka dan mengapa belum punya pacar. Malam itu aku tidak berhasil mengorek informasi berharga darinya. Sampai lusa, saat aku dan Irwan sedang mengobrol berdua di kantin sambil menunggu Ira dan Edo, aku perhatikan matanya mencuri-curi ke arah belakangku.

"Siapa?" tanyaku.

"Apa mbak?" Jawabnya malu-malu sambil menunduk.

"Siapa yang lo liatin? itu yang kerudung biru di tukang bakso?"

"Apaan sih mbak, udah ah." Irwan semakin malu.

"Ciyeee Irwan. Siapa dia? cantik loh..." Aku menggodanya.

"Cantik ya mbak. Namanya Citra dan satu kelas tuh sama gue."

"Terus lo suka?" Aku berharap dia akan bilang "Enggaklah. kan gue sukanya elo mbak."

"Iya mbak udah 7 bulan ini kayaknya gue suka sama dia." Dia menjawab lancar sambil matanya lurus menatap belakangku.

Bagaikan tersambar petir. Aku mematung, Nafasku sesak, Tenggorokkanku tercekat, Hatiku... hatiku hancur terasa seperti copot. Please katakan aku salah dengar, aku belum siap menerimanya. Dimana Ira? aku membutuhkannya. Hatiku sakit, aku ingin segera pergi dari sini.

"O... oh. Udah sampe mana PDKT-nya?" aku berusaha keras untuk meluncurkan kalimat tersebut. Aku menahn air mataku mati-matian.

"Sempat si waktu itu kita BBM-an. Tapi sekarang udah di delcon sama dia. Gak tau kenapa gue terlalu ganggu dia kali." Jawabnya sambil menunduk.

Lihat, seorang cupu pun bisa membuat hatiku hancur berkeping-keping. Aku benar-benar merasakan sakit, baru kali ini aku merasakannya. Dan ini di akibatkan oleh seorang Irwan cupu. Entah apa yang aku rasakan saat itu, hatiku benar-benar hancur, menangis pun aku tak sanggup.

"Yaudah. Jangan nyerah, lo coba deketin lagi. Gue dukung dari belakang." Kata-kata sinting yang keluar dari mulut seorang yang patah hati sepertiku.

"Thanks mbak." Jawabnya lesu.

Aku sakit, tapi aku tidak terima jika dia juga sakit.Aku ingin dia bisa menggapai gadis impiannya itu. Citra yang cantik, wajahnya teduh bagai hujan, hidungnya mancung, bibirnya mungil, badannya mungil, kulitnya putih, berhijab, bicaranya halus. Sedang aku? Wajah sangat jawa sekali, hidungku tidak mancung, kulitku coklat kebanyakan orang jawa, rambutku sebahu, bicaraku frontal. Tidak ada yang bisa aku unggulkan untuk menang, aku hanya lebih tinggi dan lebih tua. Poor me.

Sejak itu, aku menjadi pendengar baik untuknya, mendengarkan ceritanya tentang Citra. Aku sakit hati namun aku tidak munafik untuk mengakui kekalahan. Aku mendukungnya untuk merebut hati Citra. Aku berikan saran-saran terbaik yang aku tau, aku belikan dia buku kiat-kiat mendapatkan cinta. Aku mencoba tetap kuat. Aku menginginkannya bahagia walaupun bukan denganku.

Semua berjalan biasa saja, sampai akhirnya perlahan dia menjauhiku. BBM pun di delcon. Ini lebih menyakitkan. Di kantin saat dia melihatku, dia justru berbalik menjauhiku. Aku bertanya pada Edo dan Ira tapi tidak ada yang bisa menjawab. Aku mulai gelisah, bodohnya selama kami berteman aku tidak punya nomor hp dia. Malam hari saat aku sedang benar-benar gelisah, setetes air bening pun membasahi guling di kamarku, Ira menelponku.

"Halo Ra... ada apa?" Suara ku serak.

"Lo nangis?"

"Enggak, cuman gak enak badan. kenapa?"

"Gini ma, gue mau bikin pengakuan. Sebenernya gue bilang ke Irwan kalo lo suka dia. Gue kesel pas dia bilang ke gue kalo dia suka Citra temen sekelasnya, terlebih lagi pas gue tanya lo udah tau belom katanya dia bilang ke lo duluan draipada gue."

"...." Aku menutup mulutku menahan tangis yang menjadi.

"Maaf Risma, gue kebawa emosi waktu itu. Gue gak terima kalo lo sakit hati." Suara Ira mulai bergetar.

"I... iya Ra. Gak apa-apa. Makasih lo udah wakilin gue untuk ungkapin perasaan ini. Makasih banyak. Mu.... mungkin kalo bukan lo yang bilang, dia gak akan tau kalo gue sayang dia." Aku berbicara dengan tangis yang semakin sulit ku tahan.

"Maafin gue Rismaaaa.. maafin gue." Ira menangis.

"Heh, lo ngapain nangis? gue gak apa-apa, heee. Biarin aja, Irwan kan cupu gak cocok kan buat gue kata lo? udah gak apa ra jangan nangis." Aku berusaha menenangkan Ira, aku tau dia merasa bersalah dan merasa sedih dengan mengetahui aku menangis di sini.

Bukannya menjawab atau apa Ira justru semakin terisak, dan akhirnya kami berdua terisak bersama di sambungan telpon. Malam itu juga setelah aku solat tahajud untuk menenangkan diri, aku mendapatkan jawaban kenapa dia menjauh dariku.

Ini jawaban dan langkah yang Allah berikan untukku. Aku harus berjalan lagi, jangan terhenti di atas hati yang sedang berhenti di hati yang lain. Aku harus berjalan lagi mencari hati yang lain. Beberapa hari belakangan aku jadi buruk karena patah hati oleh seorang cupu, aku harus perbaiki diri.

_______________

Saat ini aku sudah bekerja di perusahaan otomotif. Aku mendapat banyak teman baru baik perempuan ataupun laki-laki. Pekerjaanku nyaman. Hubunganku dengan Ira masih sama seperti dulu, Ira sudah tidak lagi bersama Edo, saat ini dia menjalin hubungan dengan teman kerjanya, Rahman. Dan aku? aku masih menyimpan rapih kado kecil yang aku niatkan untuk aku berikan kepada dia, Irwan. Nanti saat dia lulus mungkin Maret tahun depan, aku akan berikan ini. Aku masih ingat saat kita intens BBM-an, dia ungkapkan cita-citanya padaku. Semoga hadiahku ini bisa membawanya menggapai cita-citanya. Sekaligus hadiah ini melambangkan, Betapa selama ini aku mencintainya tulus dan tidak memintanya harus membalas perasaanku. Aku mencintai Irwan yang cupu dari dulu dan sampai saat ini. Aku niatkan setelah kado ini sampai padanya, aku siap melupakannya jika memang dia tidak memilihku dan aku siap berjuang untuk hal tersulit itu.

-Salam-

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun