Mohon tunggu...
KOMENTAR
Kebijakan

Kenormalan di Era Reformasi Serta Eksistensi Pemuda Pemudi Setelah Pandemi

27 Juni 2020   11:43 Diperbarui: 27 Juni 2020   11:44 265 1


Era reformasi atau pasca soeharto yang dimulai Pada pertengahan tahun 1998. setelah Presiden Soeharto mengundurkan diri Pada tanggal 21 Mei 1998 yang di gantikan oleh Wakil Presiden B.J Habibie.

Adapun Latar belakang dari permasalahan Pada pemerintah tersebut adalah Krisis Moneter yang mengakibatkan kondisi ekonomi Indonesia melemah Dan semakin besarnya ketidakpuasan serta merosotnya kepercayaan rakyat terhadap pemerintah yang di pimpin oleh Soeharto saat itu.

Menyebabkan terjadinya demonstrasi besar-besaran yang dilakukan oleh mahasiswa diberbagai wilayah indonesia.

Pemerintahan Soeharto semakin disorot Mata publik setelah terjadi tragedi Trisakti Pada 12 Mei 1998 yang menyebabkan 4 mahasiswa yang tertembak mati. yang kemudian memicu kerisuhan Mei 1998, gerakan mahasiswa saat itu hampir menyebar luas diseluruh wilayah indonesia.

Dibawah tekanan besar baik secara internal maupun eksternal,  Soeharto akhirnya memilih untuk mengundurkan diri dari jabatannya.

Melihat Indonesia yang sekarang ini dengan Masa pemerintahan Jokowi seperti ber-nostalgia dengan Masa pemerintahan Presiden Soeharto (benar ?).

Sebentar lagi Indonesia akan menyambut yang namanya "New Normal".

Kata yang cukup aneh bagi manusia awam. Penjelasan singkat mengenai New Normal adalah
New : baru; Normal : kembali awal (stabil)
Arti new normal yang kemudian terjadi Masa pandemi ini adalah sebuah adaptasi/penyesuaian terhadap lingkungan baru.

Kita semua mengetahui Dan merasakan dampak nyata dari Pandemi ini, yang bahkan merapuhkan dan melemahkan hampir semua sektor kehidupan tanpa terkecuali mulai di bidang ekonomi, sosial, pendidikan, kesehatan, politik, dan lain-lain. Bahkan leadership Kita pun di lemahkan perlahan-lahan (kasat Mata).

Banyak yang bertanya wajarkah indonesia mengatakan "welcome to New Normal" ?

Banyak pro kontra dengan kata New Normal ini, Kenormalan di era reformasi saat ini yang dituntut adalah normal semuanya. Mulai dari Hal yang fundamental sekalipun, bahkan ke molekuler kehidupan.

Normal yang dimaksud adalah bukan normal disatu sisi saja tapi keharusan disemua sisi kehidupan, tanpa memikirkan kepentingan sebelah mata, oleh sebab itu jadilah manusia yang Tidak tumpul kemanusiaan.

Bahkan, pengertian New Normal punya 2 prespektif tersendiri yakni prespektif pemerintah dan rakyat.

Kenormalan di era ini juga menuntut eksistensi pamuda pemudi dimasa pandemi ini, agar memahami legalitas dirinya masing-masing. Mulai dari Bagaimana penempatannya terhadap lingkungan sekitar Dan terhadap isu global yang nantinya mempengaruhi pola-pola dinamika kehidupan.

Lantas, dimana kata kuncinya ?

Kata kuncinya adalah eksistensi & pemuda, 2 kata ini yang harus dilihat. Dengan berpedoman Pada nilai-nilai spiritual Dan tidak lupa akan Etika, diharapkan pemuda mampu mengukur kapasitas dengan kapabilitasnya. Diperkuat dengan kata Gus Mus "anak muda boleh melakukan apapun Tapi jangan lupa untuk belajar".

Tak kunjung selesai problematika global, rakyat lalu dihadirkan dengan cover para direksi, birokrasi, instansi, Serta politisi yang anti akan demokrasi. Tidak heran jika pemuda dan pemudi yang semangat juangnya yang dinilai anarkism oleh para kapitalism.

Eksistensi pamuda pemudi dapat di lihat bukan dari New Normal yang harus hadir tapi New Hope (harapan baru) yang selalu Ada direlung hati, yang harus dihadirkan oleh pemerintah dalam upaya menyeimbangkan diri terhadap pandemi Serta turut ambil bagian dalam era-reformasi untuk sosial demokrasi. (Sudah sampai mana teman-teman mengenal legalitas diri ?).

Tiba-tiba terlintas dipikiran tentang perkataan Prof.Salim Said (Guru Besar Ilmu Politik Univ.Pertahanan Indonesia) yang mengatakan bahwa "kenapa Kita tidak maju ?, Indonesia tuhan pun tidak di takuti". Ujarnya dalam salah satu Acara televisi.

Dengan beberapa ulasan yang jelas Prof.Salim Said mengatakan sebuah kebenaran yang layak di jadikan acuan untuk Kita semua, satu kata dari beliau juga adalah "harus mampu menjawab tantangan".

Apakah indonesia mampu menjawab asumsi publik Dan tantangan ini dengan New Normal ?

Siapa yang mampu menjawab pertanyaan di atas, apakah kamu, aku, atau mereka?

Terima kasih

Penulis : Nurunnisa Hafel

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun