Buy Now Pay Later atau lebih dikenal dengan BNPL menjadi populer di masyarakat Indonesia terutama di 3 tahun terakhir. Semenjak pandemi COVID-19 di tahun 2020 datang, para masyarakat dilanda krisis ekonomi. BNPL hadir berperan sebagai ‘malaikat penyelamat’ untuk masyarakat yang membutuhkan.
Dengan adanya sistem BNPL ini, masyarakat bisa membeli barang-barang yang mereka butuhkan tanpa harus khawatir jika mereka memiliki jumlah uang yang cukup.
Akibatnya, metode pembayaran ini dipuja-puja masyarakat Indonesia karena metode ini dinilai ramah kepada golongan masyarakat yang membutuhkan. Namun, siapa sangka bahwa malaikat penyelamat yang sedang naik daun ini sebenarnya menuntun para penggunanya kedalam jurang krisis finansial?
Untuk mengungkap rahasia gelap yang disimpan oleh BNPL, hal penting yang harus diketahui adalah bagaimana BNPL ini berperan sebagai malaikat penyelamat oleh banyak orang. BNPL adalah metode pembayaran jangka pendek yang memudahkan para konsumen untuk membeli barang walau mereka tidak memiliki jumlah uang yang dibutuhkan untuk membeli barang tersebut.
Pembayaran dilakukan dalam bentuk cicilan jangka pendek Di Indonesia, metode BNPL telah diterapkan oleh berbagai aplikasi e-commerce seperti Shopee PayLater, GoPayLater, OVO PayLater, dan sebagainya.
Cara pembayaran BNPL, contohnya pada Shopee PayLater adalah dengan menawarkan empat jenis cicilan, yaitu cicilan 1 kali, cicilan 3 kali, cicilan 6 kali, dan cicilan 12 kali. Walaupun sistemnya hampir mirip dengan kartu kredit, BNPL memberikan bunga 0%.
Sebagai ilustrasi, jika Anda ingin membeli sebuah ponsel dengan harga Rp 12.000.000 namun anda hanya memiliki Rp 1.000.000 saat ini, anda tetap bisa membelinya dengan cicilan 12 kali.
Anda membayar Rp 1.000.000 setiap bulannya selama 12 bulan tanpa biaya tambahan. Kelebihan-kelebihan yang ditawarkan oleh BNPL ini memang menggiurkan bagi banyak calon pembeli. Namun disinilah sisi gelap dari BNPL muncul.
1. LATE PAYMENT FEE
Tidak ada satu perusahaan yang tidak menginginkan keuntungan. Walau BNPL menyajikan bunga sebesar 0% selalu ada cara bagi perusahaan untuk mendapatkan keuntungan yaitu jika konsumen telat membayar. Biaya ini disebut late payment fee. Setiap platform yang menyediakan BNPL memiliki late payment fee yang berbeda. Contohnya pada Shopee PayLater yang menerapkan late payment fee sebesar 5% per bulan dari seluruh tagihan. Biaya yang cukup tinggi apalagi melihat para penggunanya yang masih awam dan cenderung mudah untuk tidak tepat waktu saat waktu pembayaran cicilan. Walau memang biaya tambahan yang cukup tinggi ini meresahkan banyak pengguna, namun dasarnya perusahaan memiliki hak dalam meraup keuntungan lewat sistem ini.
2. INSTANT GRATIFICATION
Gratification atau gratifikasi artinya mendapatkan sebuah reward atas kebutuhan atau keinginan. Jadi, Instant Gratification adalah suatu kondisi dimana seseorang memiliki dorongan kuat dalam memenuhi kebutuhan atau keinginannya secara instan. Fitur BNPL menuntun para penggunanya ke Instant Gratification ini. Dengan adanya BNPL, pengguna bahkan bisa membeli tanpa memiliki jumlah uang yang cukup. Akibatnya, mereka merasa mampu untuk membeli semua barang-barang yang mereka inginkan. Apalagi bagi pengguna awam, jika mereka kerap menuruti Instant Gratification, maka besar kemungkinan mereka akan terjerat late payment fee dan memiliki utang menumpuk di akhir tahun.
Banyak model psikologis yang menyimpulkan bahwa manusia bertindak menurut pleasure principle atau prinsip kenikmatan. Menurut Sigmund Freud, prinsip kenikmatan berusaha memperoleh suatu kenikmatan dan menghindari rasa sakit. Jika kita tidak mendapatkan kenikmatan itu, maka kita akan merasa cemas dan gelisah.
Berbagai platform e-commerce yang tentu saja mengedepankan kenikmatan konsumen, tahu tentang hal ini. Dalam kacamata bisnis, platform-platform e-commerce memang telah melakukan apa yang seharusnya perusahaan lakukan yaitu memuaskan konsumen. Namun, hal ini akan memperburuk dan membuat maraknya Instant Gratification di kalangan pembelinya. Sebenarnya, kita dapat mengobservasi faktor-faktor penyebab Instant Gratification pembeli online lewat perilaku orang lain atau bahkan diri kita sendiri.
Kecepatan teknologi yang terus berkembang mengakibatkan kondisi ini dirasakan oleh hampir semua konsumen. Sesuai dengan Pleasure Principle, mereka ingin memiliki suatu barang saat itu juga. Namun menurut Cook, ada beberapa faktor yang menjawab mengapa para konsumen sangat ingin kenikmatannya dipenuhi saat itu juga.
a. Antisipasi
Konsumen ingin membeli suatu produk dari antisipasi yang produk tersebut bangun. Contohnya saat suatu brand handphone mengeluarkan produk terbaru mereka dengan fitur-fitur barunya. Para pembeli cenderung akan langsung ingin membelinya melihat manusia merupakan karakter yang penuh dengan rasa ingin tahu dan ingin menjawab rasa keingintahuannya itu dengan membeli barang tersebut secepatnya.
b. Keinginan
Keinginan adalah hal lumrah yang dimiliki oleh manusia, sering manusia keliru dalam membedakan keinginan dan kebutuhan. Motif keinginan pun beragam. Seperti contoh, saat ini berbagai tv series membuat karakter tokoh utama dengan dark feminine personality seperti Maddy Perez dari Euphoria dan Wednesday Addams dari Wednesday. Karakter mereka dikagumi terutama dari kalangan Gen Z akibat keunikannya karena umumnya karakter wanita cenderung digambarkan manis. Akibatnya, banyak orang terutama wanita yang ingin memiliki kesan dark feminine. Para penjual tahu akan hal ini dan menciptakan produk seperti parfum, pakaian, dan make up dark feminine. Tentu saja para pembeli memiliki parfum, pakaian, dan make up sebelumnya namun karena melejitnya karakter dark feminine mereka menginginkan untuk menjadi seperti karakter idola mereka dan membeli barang-barang tersebut. Para pembeli tidak perlu khawatir, Shopee menyediakan berbagai opsi di platformnya yang otomatis menyihir para pembelinya untuk segera membeli produk-produk tersebut.
c. Ketidakyakinan
Perasaan cemas akan hilangnya sesuatu adalah hal umum yang dirasakan setiap manusia. Mereka cemas jika mereka tidak bertindak secepatnya, mereka akan kehilangan barang tersebut. Shopee menyediakan berbagai produk dengan harga yang relatif murah. Terutama saat flash sale berlangsung. Banyak produk-produk yang dijual dengan harga sangat rendah dan menimbulkan perasaan ketidakyakinan para para penggunanya. Banyaknya potongan harga di berbagai produk menimbulkan asumsi “ah kapan lagi harga barang semurah ini”. Akibatnya, banyak pengguna membeli barang-barang yang sebenarnya tidak mereka butuhkan namun hanya untuk memuaskan rasa cemas mereka akan kehabisan barang dengan harga semurah itu.
d. Kebutuhan
Instant Gratification terkadang juga merupakan tanda dari diri kita untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Contohnya saja saat kita membutuhkan sembako namun kita terlalu sibuk untuk pergi berbelanja. Makanan adalah kebutuhan primer yang harus terpenuhi secepatnya. Oleh karena itu, Shopee hadir dengan menawarkan berbagai jenis sembako untuk kebutuhan pangan kita.
e. Diakui
Manusia ingin merasa diakui dan cocok dalam masyarakat. Perasaan ini dapat menimbulkan Instant Gratification agar mereka merasa diterima. Sebagai contoh, saat seorang mahasiswa baru yang berasal dari daerah pedalaman menempuh studinya di universitas yang terletak di daerah pusat. Tak dapat dipungkiri, Mahasiswa yang berasal dari daerah pusat cenderung lebih up to date dengan perkembangan trend. Mereka mengaplikasikannya dalam gaya berpakaian mereka. Mahasiswa baru ini kemungkinan besar akan mengalami perasaan tertinggal atau dalam istilahnya FOMO (Fear of Missing Out). Akibatnya, mahasiswa baru ini langsung membeli barang-barang yang mirip dengan yang dimiliki oleh mahasiswa-mahasiswa lainnya. Hal ini ia lakukan agar dapat diakui dan dipandang sebagai salah satu mahasiswa di universitas tersebut.
f. Penggantian
Banyak orang mengganti barang mereka dengan barang yang memiliki sedikit kelebihan. Contohnya saat seseorang mengganti handphonenya dengan handphone baru dengan brand terbaru yang memiliki kualitas kamera yang lebih bagus. Sebenarnya, tidak ada yang salah dengan handphone lama milik orang tersebut, tetapi hasrat untuk membeli barang tersebut tinggi karena mereka berpikir bahwa teknologi berkembang maka ia harus kerap memperbarui handphonenya.
3. IMPULSIVE BUYING
Impulsif berarti tidak hati-hati dan tanpa pertimbangan. Jadi, Impulsive Buying adalah kondisi dimana konsumen memiliki hasrat untuk membeli suatu barang secara tiba-tiba tanpa didasari pemikiran yang matang. Hasrat ini muncul disebabkan oleh berbagai faktor salah satunya adalah sistem BNPL ini. Banyak hal buruk yang ditimbulkan dari Impulsive Buying, seperti rapuhnya kondisi mental pembeli yang mengakibatkan pembeli kesulitan untuk mengatur kondisi finansialnya. Menurut sebuah studi, konsumen yang melakukan impulsive buying cenderung lebih emosional dibandingkan konsumen yang tidak melakukannya jika impulsive buying kerap dilakukan, konsumen akan memiliki risiko tinggi mengidap CBD atau Compulsive Buying Disorder, yaitu perilaku berbelanja yang berlebihan atau abnormal sebagai pelampiasan rasa cemas atau gelisah.
Dampak lebih buruknya yaitu terjerat banyaknya utang. Selain dampak-dampak yang dialami pembeli, ada dampak lain yang mempengaruhi kondisi luar. Contohnya dari sektor lingkungan.. Keputusan membeli konsumen yang tidak dipikirkan secara matang dan terburu-buru mengarahkan konsumen untuk membeli barang-barang yang sebenarnya tidak mereka butuhkan. Nantinya, mereka akan mengabaikan barang-barang tersebut dan membuangnya begitu saja. Barang-barang yang terbuang begitu saja ini akan menambah kuantitas sampah, terutama sampah plastik yang sekarang menjadi salah satu permasalahan terbesar dunia.
Begitu fatal efek samping dari BNPL ini sehingga dapat menuntun para penggunanya kepada krisis finansial bahkan mental. Namun, bukan berarti para pengguna platform e-commerce harus berhenti dan tutup telinga soal BNPL, melainkan para pengguna harus lebih bijak dalam menggunakan dan mengatur finansial agar tak terdampak oleh efek-efek negatif yang ditimbulkan oleh BNPL ini.