Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen

Bunga Balai

8 Mei 2024   10:47 Diperbarui: 10 Mei 2024   20:26 172 2
Beberapa hari lalu aku menamatkan tiga puluh juz Al-Qur'an pada usiaku yang baru menginjak sepuluh tahun. Emak dan Ayah memang sudah berhajat untuk menggelar majlis sederhana saat aku sudah mengkhatamkan Al-Qur'an.

Hari ini, di rumahku, sanak saudara dan para tetangga sudah ramai dan sibuk menyiapkan acara khataman. Para ibu-ibu memasak jamuan untuk dihidang pada para tetamu dan kumpulan nasyid yang datang nanti. Ada nasi beserta lauk-pauk, kue ketayap, lepat pisang, juga pulut sekaya. Sedangkan para remaja sibuk menghias ruang tamu dengan kain hiasan dan bunga-bunga sebagai dekorasi di dinding.

"Kak Isymah, Mak panggil Akak tadi." Adikku berlari menghampiriku bersama sepupu-sepupu kami yang masih sebaya dengannya.

"Emak dimana, Abidah?" tanyaku. Sebab sesudah makan siang pukul sebelas tadi, aku belum melihat Emak lagi.

"Emak di dapur, Kak," balasnya.

Aku berjalan menuju dapur. Kulihat Emak, Andung dan Ucu Ina tengah mempersiapkan bunga balai. Balai dari kayu bersegi empat yang bertingkat tiga itu, kerap digunakan di berbagai upacara adat. Balai disusun sesuai dengan urutan, yang pertama adalah pulut kuning serta daun pisang yang dilipat berbentuk segitiga. Pada balai kedua akan diletakkan masukan inti beserta ayam gulai. Kemudian bunga kemuncak pada balai ketiga, juga bunga telur, yaitu bunga balai yang diisi telur rebus disusun di setiap tingkat balai. Bunga balai biasanya berwarna kuning, sementara pada acara khataman seperti sekarang, bunga yang digunakan berwarna putih.

"Isymah bersiaplah, sekejap lagi acara nak dimulakan!" suruh Emak padaku.

"Iya, Mak." Aku mengangguk.

"Ulung dah makan? Kalau belum, makanlah dulu." Andung memang selalu memastikan agar cucunya sudah makan. Kalau belum, pasti Andung akan membebel, tapi dengan lembut dan penuh kasih sayang.

"Sudah, Andung. Isymah dah makan," sahutku sopan. Aku memang terbiasa membahasakan diri dengan nama, walaupun Andung memanggilku dengan sapaan 'Ulung' karena aku anak pertama dan sekaligus cucu pertama Andung.

"Ina? Mak tak tanya Ina dah makan?" Ucu Ina menggoda Andung.

Andung hanya membalas dengan senyuman yang kemudian disusul tawa kami bertiga.

***

Ba'da dzuhur, acara akan dimulai. Aku sudah bersiap dengan gamis putih dan hijab yang senada. Para tetamu yang rata-rata adalah sanak saudara dan tetangga dekat kami, beserta kumpulan nasyid sudah memenuhi ruang tamu. Teman-teman sekolahku juga turut hadir untuk memeriahkan majlis. Emak dan Andung duduk di sebelahku, sementara di hadapan, sudah disediakan kitab suci Al-Qur'an dan juga bunga balai.

Salah satu anggota kumpulan nasyid mulai membacakan muqaddimah setelah mengucapkan salam. Dilanjutkan dengan pembacaan gema wahyu Ilahi, barzanzi dan lagu berkhatam.

𝐷𝑖𝑚𝑢𝑙𝑎𝑖 𝑑𝑜'𝑎 ... 𝑑𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑏𝑖𝑠𝑚𝑖𝑙𝑙𝑎ℎ
𝐷𝑖𝑖𝑟𝑖𝑛𝑔𝑖 𝑝𝑢𝑗𝑖 ... 𝑎𝑙ℎ𝑎𝑚𝑑𝑢𝑙𝑖𝑙𝑙𝑎ℎ
𝑆𝑒𝑔𝑎𝑙𝑎 𝑝𝑢𝑗𝑖 ... 𝑏𝑎𝑔𝑖 𝐴𝑙𝑙𝑎ℎ
𝑅𝑎ℎ𝑚𝑎𝑡 𝑏𝑒𝑟𝑙𝑖𝑚𝑝𝑎ℎ ... 𝑑𝑎𝑟𝑖𝑝𝑎𝑑𝑎 𝐴𝑙𝑙𝑎ℎ

𝐾𝑎𝑚𝑖 𝑖𝑛𝑖 ... 𝑑𝑎𝑡𝑎𝑛𝑔 𝑚𝑒𝑛𝑑𝑜'𝑎𝑘𝑎𝑛
𝑀𝑒𝑛𝑑𝑜'𝑎𝑘𝑎𝑛 𝐼𝑠𝑦𝑚𝑎ℎ ... 𝑏𝑒𝑟𝑘ℎ𝑎𝑡𝑎𝑚 𝑄𝑢𝑟'𝑎𝑛
𝑀𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡 𝑘𝑎𝑟𝑢𝑛𝑖𝑎 ... 𝑑𝑎𝑟𝑖𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑡𝑢ℎ𝑎𝑛
𝐿𝑒𝑏𝑖ℎ 𝑑𝑎𝑛 𝑘𝑢𝑟𝑎𝑛𝑔 ... ℎ𝑎𝑟𝑎𝑝 𝑑𝑖𝑚𝑎𝑎𝑓𝑘𝑎𝑛

𝑌𝑎 𝐴𝑙𝑙𝑎ℎ ... 𝑟𝑎𝑏𝑏𝑢𝑙 𝑚𝑎ℎ𝑙𝑢𝑘𝑎𝑡
𝐾𝑎𝑟𝑢𝑛𝑖𝑎𝑘𝑎𝑛 𝐼𝑠𝑦𝑚𝑎ℎ ... 𝑚𝑒𝑛𝑢𝑛𝑡𝑢𝑡 𝑖𝑙𝑚𝑢
𝐷𝑢𝑛𝑖𝑎 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟𝑎𝑡 ... 𝑗𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛𝑙𝑎ℎ 𝑙𝑢𝑝𝑢𝑡
𝐵𝑒𝑟𝑘𝑎𝑡 𝑛𝑎𝑏𝑖 ... 𝑠𝑦𝑎𝑖𝑑𝑖𝑙 𝑏𝑎𝑠𝑦𝑎𝑟

𝑌𝑎 𝐴𝑙𝑙𝑎ℎ ... 𝑚𝑎𝑙𝑖𝑘𝑢𝑟𝑟𝑎ℎ𝑚𝑎𝑛
𝐾𝑎𝑟𝑢𝑛𝑖𝑎𝑘𝑎𝑛 𝐼𝑠𝑦𝑚𝑎ℎ ... 𝑚𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡 𝑘𝑒𝑠𝑒𝑙𝑎𝑚𝑎𝑡𝑎𝑛
𝐷𝑎𝑟𝑖 𝑑𝑢𝑛𝑖𝑎 ... 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑎𝑖 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟𝑎𝑡
𝐵𝑒𝑟𝑘𝑎𝑡 𝑛𝑎𝑏𝑖 ... 𝑟𝑎𝑠𝑢𝑙 𝑝𝑖𝑙𝑖ℎ𝑎𝑛

𝑀𝑢𝑑𝑎ℎ-𝑚𝑢𝑑𝑎ℎ𝑎𝑛 𝐴𝑙𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑎𝑏𝑢𝑙𝑘𝑎𝑛
𝐷𝑜'𝑎 𝑘𝑎𝑚𝑖 ... 𝑖𝑛𝑖 𝑠𝑒𝑘𝑎𝑙𝑖𝑎𝑛
𝑀𝑢𝑑𝑎ℎ-𝑚𝑢𝑑𝑎ℎ𝑎𝑛 𝐴𝑙𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑎𝑏𝑢𝑙𝑘𝑎𝑛
𝐷𝑜'𝑎 𝑘𝑎𝑚𝑖 ... 𝑖𝑛𝑖 𝑠𝑒𝑘𝑎𝑙𝑖𝑎𝑛

Aku merasa terharu mendengar lagu berkhatam yang disenandungkan bersamaan dengan tepukan rebana. Kulirik Emak dan Andung yang duduk di sebelahku, kemudian tersenyum. Lalu kupandangi Ayah dan Abidah yang duduk agak jauh dari kami, mereka pun turut tersenyum padaku.

𝑌𝑎 𝐴𝑙𝑙𝑎ℎ ... ℎ𝑢𝑦𝑎𝑟𝑟𝑎ℎ𝑚𝑎𝑛
𝐾𝑎𝑟𝑢𝑛𝑖𝑎𝑘𝑎𝑛 𝐼𝑠𝑦𝑚𝑎ℎ ... 𝑏𝑒𝑟𝑘ℎ𝑎𝑡𝑎𝑚 𝑄𝑢𝑟'𝑎𝑛
𝑀𝑒𝑚𝑖𝑛𝑡𝑎 𝑑𝑜'𝑎 ... 𝑑𝑎𝑟𝑖𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑡𝑢ℎ𝑎𝑛
𝑀𝑒𝑛𝑔𝑒𝑟𝑗𝑎𝑘𝑎𝑛 𝑠𝑒𝑔𝑎𝑙𝑎 ... 𝑝𝑒𝑟𝑖𝑛𝑡𝑎ℎ 𝑡𝑢ℎ𝑎𝑛

𝑌𝑎 𝐴𝑙𝑙𝑎ℎ ... 𝑟𝑎𝑏𝑏𝑢𝑙 𝑖𝑧𝑧𝑎𝑡𝑖
𝐾𝑎𝑟𝑢𝑛𝑖𝑎𝑘𝑎𝑛 𝐼𝑠𝑦𝑚𝑎ℎ ... 𝑏𝑒𝑟𝑘ℎ𝑎𝑡𝑎𝑚 𝑘𝑎𝑗𝑖
𝑈𝑚𝑢𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 ... 𝐴𝑙𝑙𝑎ℎ 𝑚𝑒𝑚𝑏𝑒𝑟𝑖
𝐵𝑒𝑟𝑘𝑎𝑡 𝑛𝑎𝑏𝑖 ... 𝑟𝑎𝑠𝑢𝑙 𝑝𝑖𝑙𝑖ℎ𝑎𝑛

𝐾𝑎𝑚𝑖 ℎ𝑎𝑑𝑖𝑟 ... 𝑗𝑎𝑢ℎ 𝑑𝑎𝑛 𝑏𝑒𝑟𝑘𝑎𝑡
𝑀𝑒𝑛𝑔𝑢𝑐𝑎𝑝𝑘𝑎𝑛 𝑠𝑦𝑢𝑘𝑢𝑟 ... 𝑚𝑒𝑚𝑜ℎ𝑜𝑛 𝑟𝑎ℎ𝑚𝑎𝑡
𝐾𝑒𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑛𝑎𝑏𝑖 ... 𝑎𝑙𝑎𝑖ℎ𝑖𝑠 𝑠𝑎𝑙𝑎𝑚
𝐵𝑒𝑟𝑘𝑎𝑡 𝑛𝑎𝑏𝑖 ... 𝑠𝑦𝑎𝑖𝑑𝑖𝑙 𝑎𝑛𝑎𝑚

𝑊𝑎𝑠𝑎𝑙𝑎𝑙𝑙𝑎ℎ ... ℎ𝑢𝑎𝑙𝑎𝑖 𝑤𝑎𝑠𝑎𝑙𝑙𝑎𝑚
𝑅𝑎ℎ𝑚𝑎𝑡 𝑏𝑒𝑟𝑙𝑖𝑚𝑝𝑎ℎ ... 𝑠𝑖𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑎𝑛 𝑚𝑎𝑙𝑎𝑚
𝐾𝑒𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑛𝑎𝑏𝑖 ... 𝑎𝑙𝑎𝑖ℎ𝑖𝑠 𝑠𝑎𝑙𝑎𝑚
𝐵𝑒𝑟𝑘𝑎𝑡 𝑛𝑎𝑏𝑖 ... 𝑠𝑦𝑎𝑖𝑑𝑖𝑙 𝑎𝑛𝑎𝑚

𝑀𝑢𝑑𝑎ℎ-𝑚𝑢𝑑𝑎ℎ𝑎𝑛 𝐴𝑙𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑎𝑏𝑢𝑙𝑘𝑎𝑛
𝐷𝑜'𝑎 𝑘𝑎𝑚𝑖 ... 𝑖𝑛𝑖 𝑠𝑒𝑘𝑎𝑙𝑖𝑎𝑛
𝑀𝑢𝑑𝑎ℎ-𝑚𝑢𝑑𝑎ℎ𝑎𝑛 𝐴𝑙𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑎𝑏𝑢𝑙𝑘𝑎𝑛
𝐷𝑜'𝑎 𝑘𝑎𝑚𝑖 ... 𝑖𝑛𝑖 𝑠𝑒𝑘𝑎𝑙𝑖𝑎𝑛

Setelah rebana berhenti ditabuh, masuklah ke inti acara, yaitu berkhatam. Dimulai dengan Emak yang membacakan surah Ad-Dhuha. Guru mengajiku adalah Emak, tapi terkadang juga Ayah, saat Emak sedang sibuk atau berhalangan. Kemudian, tibalah giliranku yang membacakan surah Ad-Dhuha sampai An-Naas dengan bacaan yang fasih dan lancar. Setiap selesai membaca satu surah, maka yang lain mengiringi dengan bacaan tahlil dan takbir.

𝐿𝑎𝑎 𝑖𝑙𝑎ℎ𝑎 𝑖𝑙𝑙𝑎𝑙𝑙𝑎ℎ𝑢 𝑤𝑎𝑙𝑙𝑎𝑎ℎ𝑢 𝑎𝑘𝑏𝑎𝑟, 𝑤𝑎𝑙𝑖𝑙𝑙𝑎ℎ𝑖𝑙ℎ𝑎𝑚𝑑

Setelah acara berkhatam selesai, lalu dilanjutkan dengan do'a khatam Al-Qur'an. Kemudian acara upah-upah dengan tepung tawar dan bunga balai. Dimulai dari Andung, sebab Andung yang paling tua. Baru nanti diikuti dengan Ayah, Emak, serta sanak saudara dan yang lainnya.

Andung merenjiskan air wangi di telapak tanganku dan menaburkan bertih, lalu mengangkat balai ke atas kepalaku dan membacakan shalawat. Kemudian menyuapkan pulut kuning dengan secuil ayam dari balai padaku. Setelah itu, kusalami tangan Andung dengan takzim.

"Ulung, sembahyang jangan tinggal, ya. Baca Qur'an, untuk terangkan hati," lirih Andung sambil memeluk dan menciumku.

*Andung: sapaan nenek bagi orang Melayu
*Ucu: sapaan untuk adik bungsu dari Ayah atau Ibu
*Ulung: tuturan untuk anak pertama pada adat Melayu
*Membebel: mengomel

Pekanbaru, 11 Juli 2023

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun