Sejak kecil, ayah adalah sosok yang kuat dan tak tergantikan. Dia bukan tipe orang yang banyak berbicara atau mengungkapkan perasaannya, tetapi cintanya selalu nyata dalam tindakan. Ketika dia bekerja keras setiap hari, melewati hari-hari panjang hanya untuk memastikan keluarga kami bisa hidup dengan layak, saya melihat sebuah cinta yang tak perlu dirangkai dengan kata-kata. Dia adalah pilar utama keluarga, tempat kami semua bersandar, meski kadang saya merasa terlalu sibuk dengan kehidupan saya sendiri untuk menyadarinya sepenuhnya.
Setelah ayah meninggal, baru kemudian saya benar-benar memahami betapa besar perannya dalam hidup saya. Kehilangan seorang ayah bukan hanya soal kehilangan seseorang yang telah melahirkan dan membesarkan kita. Itu juga tentang hilangnya sumber dukungan emosional, mentor, dan pelindung dalam kehidupan. Saya menyadari betapa seringnya saya mencari nasihat atau pendapatnya dalam banyak hal, meskipun mungkin hanya dalam hal-hal kecil seperti perbaikan rumah atau saran tentang pekerjaan.
Ada begitu banyak penyesalan yang muncul setelah ayah pergi. Saya menyesali semua momen yang terlewatkan, panggilan telepon yang tertunda, dan waktu yang terlalu singkat dihabiskan bersamanya. Saya berharap bisa memberitahunya lebih sering betapa saya mencintai dan menghargainya. Saya berharap bisa mendengar lebih banyak cerita dari masa mudanya, memahami lebih dalam tentang perjuangannya, dan mungkin, memberi lebih banyak perhatian pada hal-hal yang penting baginya. Tapi waktu tak bisa diputar kembali, dan penyesalan itu harus saya simpan sebagai pelajaran berharga.
Namun, dari rasa kehilangan ini, saya juga menemukan kekuatan yang tak pernah saya duga. Kehadiran ayah mungkin telah tiada, tetapi warisannya tetap ada dalam setiap keputusan yang saya buat, dalam setiap nilai yang saya pegang teguh. Ayah mengajarkan saya tentang integritas, tentang bagaimana menjadi pribadi yang bertanggung jawab, dan tentang pentingnya selalu bersikap adil. Dalam segala hal yang saya lakukan, saya selalu bertanya pada diri sendiri, "Apa yang akan ayah katakan? Apakah ini sesuatu yang akan membuatnya bangga?"
Meskipun saya tidak bisa lagi berbicara langsung dengannya, saya merasa bahwa ayah masih terus mendampingi saya melalui setiap tantangan hidup. Kenangannya, pelajarannya, dan cintanya selalu ada di hati saya, memberi saya panduan setiap kali saya merasa ragu. Saya mungkin tak lagi bisa melihat wajahnya atau mendengar suaranya, tapi saya tahu bahwa ayah tidak benar-benar pergi. Dia hidup melalui saya, melalui nilai-nilai yang telah ia tanamkan, dan melalui setiap kenangan yang masih saya pegang erat.
Kehilangan seorang ayah adalah luka yang tidak akan pernah benar-benar sembuh, tetapi cinta dan kenangan yang ia tinggalkan memberi saya kekuatan untuk terus melangkah. Meskipun dia tidak lagi ada di dunia ini, saya percaya bahwa ayah tetap bersama saya, dalam cara yang berbeda. Dia ada di setiap keputusan yang saya ambil, setiap pencapaian yang saya raih, dan setiap momen di mana saya membutuhkan dukungannya. Dia mungkin telah tiada, tetapi cintanya akan selalu ada, selamanya.