Perkembangan pandangan feminisme dalam dinamika dunia internasional seakan semakin digaungkan, hal ini terlihat dari banyaknya fenomena-fenomena dalam cakupan feminisme seperti kesetaraan hak dan kewajiban terhadap gender yang ada. Kajian mengenai feminisme sebenarnya erat kaitannya dengan diskursus Ilmu Hubungan Internasional dimana mereka telah berkembang sejak tahun 1980-an dimana fokus diskursusnya itu untuk memunculkan variabel gender dalam studinya (Weber, 2005). Pengamat dan para feminis menganggap bahwasannya perkenalan mengenai analisis gender akan membawa dampak diferensiasi dari sistem sosial terhadap dinamika kehidupan perempuan dan laki-laki (Dunne et al., 2013). Jika dilihat dari kajian dasarnya, feminisme tentunya memiliki beberapa asumsi dasar sebagai latar belakang perkembangannya. Asumsi dasar yang pertama adalah tentang feminisme yang mempercayai keberadaan human nature sebagai suatu konstruksi alami dalam dinamika lingkungan sosial. Asumsi kedua adalah tentang feminisme yang memfokuskan pada ketidakjelasan yang pasti antara fakta dan nilai. Asumsi ketiga adalah feminisme percaya adanya keterkaitan antara pengetahuan dan kekuasaan. Asumsi terakhir adalah mereka yang menekankan tentang keberadaan emansipasi wanita sebagai main agenda dan tujuan utama dari kaum-kaum feminis (Steans et al., 2005). Perkembangan feminisme sering kali juga mendapatkan kritik karena mereka terlalu dianggap cenderung berfokus pada perempuan saja meskipun premis utama mereka menekankan pada poin kesetaraan. Tetapi, seiring berjalannya waktu pun kini kajian mengenai feminisme sudah meluas karena asumsi dasarnya yang sedikit seksis jika dihadapkan dengan kondisi dunia yang sekarang. Poin utama feminisme sekarang adalah bagaimana cara untuk mencapai gender equality untuk perempuan dan laki-laki pada berbagai aspek yang ada.Â
KEMBALI KE ARTIKEL