Mohon tunggu...
KOMENTAR
Ilmu Sosbud

Yuk Cari Tau Nisbah dan Profit Margin dalam Pembiayaan Syariah

28 Maret 2023   16:23 Diperbarui: 28 Maret 2023   16:26 112 1

Siang hari makan sepiring ketan, Sepiring ketan buatan paman

Salam hormat saya ucapkan, Kepada audiens sekalian

Di artikel kali ini, saya akan membahas bagaimana sih Nisbah yang dikeluarkan serta bagaimana Profit margin dalam pembiayaan syariah, lalu apa saja contoh dari nisbah dan profit margin dalam pembiayaan syariah. Yuk kita bahas lebih lanjut.

Sebelum kita masuk lebih jauh, kita harus tau dulu apa pengertian dari Nisbah dan Profit margin sendiri.

Nisbah adalah perbandingan antara dua angka atau ukuran yang berkaitan dengan kinerja atau keuangan suatu perusahaan. Nisbah ini dapat digunakan untuk mengevaluasi kesehatan keuangan perusahaan, menilai efisiensi operasional, dan membantu dalam pengambilan keputusan investasi. Contoh nisbah yang sering digunakan dalam analisis keuangan antara lain nisbah profitabilitas, likuiditas, solvabilitas, pengembalian investasi (ROI), dan hutang terhadap ekuitas. 

Sedangkan, Profit margin adalah nisbah keuangan yang mengukur tingkat profitabilitas suatu perusahaan atau bisnis dengan membandingkan laba bersih dengan pendapatan total. Profit margin dapat dihitung dalam bentuk persentase dan merupakan indikator utama dalam menilai kinerja keuangan perusahaan atau bisnis. Semakin tinggi profit margin, semakin baik kinerja keuangan perusahaan tersebut, namun besarnya profit margin dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor lain seperti persaingan, biaya operasional, harga bahan baku, dan faktor ekonomi lainnya.

Lalu, bagaimana nisbah yang dikeluarkan dalam pembiayaan syariah?

Dalam pembiayaan syariah, nisbah merujuk pada perbandingan bagi hasil antara pemilik modal dan pihak yang menyediakan modal dalam suatu investasi atau bisnis. Nisbah ini ditetapkan di awal sesuai kesepakatan antara kedua belah pihak dan bergantung pada jenis akad yang digunakan. Pada umumnya, nisbah bagi hasil dalam pembiayaan syariah didasarkan pada prinsip berbagi risiko dan keuntungan, sehingga bersifat adil. Namun, nisbah tersebut juga dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor lain seperti risiko usaha dan kondisi pasar. Oleh karena itu, perlu dilakukan analisis yang cermat sebelum menentukan nisbah bagi hasil yang adil dan menguntungkan bagi kedua belah pihak.

Sedangkan, bagaimana profit margin dalam pembiayaan syariah?

Profit margin dalam pembiayaan syariah tidak selalu digunakan seperti pada bisnis konvensional, karena dalam pembiayaan syariah, penghasilan tidak hanya didasarkan pada keuntungan yang diperoleh dari bisnis atau investasi, tetapi juga dapat berasal dari bagi hasil. Dalam hal ini, bagi hasil dapat dianggap sebagai pengganti dari profit margin. Bagi hasil dalam pembiayaan syariah mengacu pada pembagian keuntungan antara pemilik modal dan pengelola dalam bentuk nisbah atau persentase tertentu yang telah disepakati di awal dalam bentuk akad mudharabah atau musyarakah. Oleh karena itu, dalam pembiayaan syariah, perlu dilakukan analisis terhadap nisbah bagi hasil yang telah disepakati antara kedua belah pihak untuk memantau kinerja keuangan.

Berikut ini adalah contoh nisbah dan profit margin dalam pembiayaan syariah:

  1. Contoh Nisbah Misalkan ada sebuah usaha yang membutuhkan modal sebesar Rp100 juta. Pemilik usaha (mudharib) memiliki keahlian dalam menjalankan usaha, tetapi tidak memiliki modal. Sedangkan pemilik modal (rabul mal) ingin menginvestasikan uangnya pada usaha tersebut. Kedua belah pihak sepakat untuk menggunakan akad mudharabah dengan nisbah bagi hasil 70:30, yang artinya keuntungan usaha akan dibagi antara mudharib (70%) dan rabul mal (30%). Apabila usaha tersebut menghasilkan keuntungan sebesar Rp10 juta, maka keuntungan yang diterima oleh mudharib adalah Rp7 juta (70% x Rp10 juta), dan keuntungan yang diterima oleh rabul mal adalah Rp3 juta (30% x Rp10 juta).
  2. Contoh Profit Margin Sebuah perusahaan pengembangan properti ingin membangun sebuah kompleks perumahan. Perusahaan tersebut membutuhkan modal sebesar Rp5 miliar untuk membeli tanah dan membangun rumah. Perusahaan tersebut memilih untuk menggunakan akad murabahah, dimana pemilik modal (rabul mal) membeli tanah dan membangun rumah, lalu menjualnya ke perusahaan dengan harga yang sudah disepakati sebelumnya dengan keuntungan tetap sebesar 10%. Jika harga pembelian tanah dan bangunan sebesar Rp5 miliar, maka harga jualnya akan menjadi Rp5,5 miliar (Rp5 miliar + 10% x Rp5 miliar). Sehingga, profit margin yang diperoleh oleh pemilik modal adalah 10%. Perusahaan pengembang properti akan mengembalikan dana sebesar Rp5,5 miliar dalam jangka waktu tertentu yang sudah disepakati sebelumnya, dan tidak ada pembagian keuntungan antara perusahaan pengembang properti dan pemilik modal.
KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun