Namun akhir2 ini, banyaknya motorers, ditambah kelakuan yang ugal-ugalan menjadikan aku takut untuk mencoba bermotor ria di jalanan. Yang tadinya gak naik karena diperintahkan, kini menjadi gak naik karena takut sungguhan.
Aku pernah dibonceng motorer yang berani nyelip ditengah-tengah mobil yang melaju berlawanan arah, aku sering melihat motor yang tancap gas padahal lampu masih merah, motor yang saling bergandengan (pengemudinya ngobrol), motorers anak2 SMP bahkan mungkin SD kelas 6, motor2 yang gak punya spion kanan kiri, motor yang mati lampunya, motor yang menyerobot jalur busway & bertaruh nyawa, motor2 yang gak mau antri, dan yang bikin kesal tidak mau gantian saling memberi jalan. Pantaslah ada lelucon, bila ada bencana kebakaran di Jepang, Amerika, Indonesia yang paling banyak mati justru Indonesia. Karena mereka saling berdesak-desakan sehingga pintu keluar macet, akibatnya tak ada yang selamat.
Memang gak semua motorers. Begitu juga gak semua mobil santun di jalan. Belum lagi angkot. Tapi, berhubung pemakai motorers amat sangat berkembang pesat, tidak ada salahnya untuk memulai duluan.
Gerakan / Komunitas motor santun. Selain mengembangkan kedisiplinan & tata tertib dalam berkendara, kembangkan juga sikap toleransi & senang menolong (*memberi jalan*), juga tidak membolehkan anak-anaknya yang belum memiliki SIM untuk naik sepeda motor.
Yamaha, Honda, Suzuki. Meskipun memiliki komunitas masing-masing dan ikut mengkampanyekan safety riding, ternyata belum sesukses penjualan produknya. Seharusnya penjualan dibatasi. Tapi, apakah pemerintah berani? Lagipula, transportasi massal juga belum ada yang layak. Tidak semobile naik motor. Jadi daripada sibuk menyalahkan sana-sini, lebih baik mulai dari diri sendiri. Mendaftarlah dalam Komunitas Motor Santun.