Beberapa waktu lalu, dunia kampus sempat dihebohkan dengan pemberitaan munculnya dosen gaib. Pemberitaan munculnya dosen gaib pada beberapa kampus memiliki alur cerita yang sama persis. Berita mistis tersebut sudah tersebar ke media sosial. Bahkan sempat menjadi viral bagi para netizen yang notabennya adalah mahasiswa. Respon yang muncul dari para netizen tentunya juga sangat beragam. Ada yang merespon dengan rasa ketakutan, penasaran, ada pula yang meresponnya dengan guyonan. Selain itu, tentunya adapula netizen yang merespon dengan akal sehat. Sebagai mahasiswa, seharusnya tidak larut pada pemberitaan mistis. Justru harus berusaha menerka-nerka apa sebenarnya misi dibalik pemberitaan tersebut. Bisa jadi pemberitaan itu hanyalah sebuah usaha propaganda agar para mahasiswa tidak fokus pada keilmuannya ataukah hanya sebagai ladang bisnis bagi pemilik situs yang bersangkutan.
Tak lepas dari pemberitaan munculnya dosen gaib, sebenarnya hal gaib yang muncul didunia kampus bukan hanya itu. Jauh sebelum kemunculannya, sebenarnya sudah ada mahasiswa gaib. Hanya saja kebanyakan dari kita kurang peka terhadap munculnya mahasiswa gaib. Padahal keberadaan mereka dipastikan sudah berkeliaran diberbagai kampus. Kepekaan kita menjadi berkurang terhadap hal-hal yang benar-benar ada disekitar kita dan justru berfokus pada kejadian yang hanya rekaan.
Andaikata dosen gaib itu benar-benar ada, keberadaannya tak akan membahayakan dan mengancam bagi kelangsungan bangsa, negara, serta pendidikan di Indonesia. Justru yang mengancam dan membahayakan adalah kemunculan mahasiswa gaib. Mahasiswa gaib adalah mahasiswa yang terdaftar hadir dalam perkuliahan, padahal sebenarnya ia tidak masuk kuliah. Atau bahasa bekennya adalah mahasiswa yang hobi “TA” atau “Titip Absen”.
Kemunculan mahasiswa gaib di kampus merupakan sebuah fenomena yang sudah dianggap sebagai hal biasa. Paradigma terhadap fenomena tersebut jelas menggambarkan sebuah pelanggengan dan pembiaran atas tindakan yang tidak bermoral dan merusak tata nilai kejujuran bagi kalangan mahasiswa. Kecemasan atas kemunculan mereka adalah bisa menjadi benih korupsi, kolusi, dan nepotisme, yang merupakan permasalahan terbesar di Indonesia.
Titip absen merupakan perbuatan yang tidak bertanggung jawab.Titip absen juga akan membentuk mahasiswa menjadi pengecut yang tidak berani berterus terang kenapa ia tidak hadir dalam perkuliahan. Aturan normalnya, jika seorang mahasiswa tidak hadir, maka ia harus menerima konsekuensi atas ketidak hadiran mereka.
Perguruan tinggi yang memiliki sistem pencatatan kehadiran mahasiswa yang longgar, akan menjadi celah bagi mahasiswa gaib untuk berulah. Dalam hal ini, pada dasarnya dosenpun juga bisa dijadikan sebagai faktor terciptanya celah untuk mahasiswa gaib berulah, karena banyak pula dosen yang hanya menyodorkan daftar presensi untuk tanda tangan keliling tanpa pengecekan ulang dan bersikap acuh terhadap kehadiran mahasiswa. Sehingga bisa dipastikan bahwa ulah kemunculan mereka bukan hanya kemauan dari diri sendiri, melainkan juga karena adanya celah dari institusi dan situasi.
Berbagai macam alasan dari mahasiswa gaib mewarnai fenomena titip absen. Mulai dari alasan yang logis hingga yang tidak logis sama sekali untuk sekiranya dijadikan sebagai alasan absennya mahasiswa pada mata kuliah tertentu. Entah sejak kapan munculnya fenomena mahasiswa gaib itu ada. Karena kemunculannya tidak tercatat dalam buku sejarah, buku ensiklopedia, ataupun literatur lain yang mencantumkan tentang keberadaan mereka. Yang jelas, fenomena tersebut sudah lama menjamur di lingkungan kampus. Jika menyetujui dan menganggap biasa atas kemunculan mahasiswa gaib, berarti telah menyetujui pula langgengnya budaya korupsi, kolusi, dan nepotisme di Indonesia.
Sebagai kaum intelektual, mahasiswa seharusnya kritis terhadap stigma tersebut. Sebagai manusia yang bergelar mahasiswa, idealnya dipandang sebagai kaum yang memiliki kecerdasan baik secara akademis maupun secara moral. Hal inilah yang sering menjadi pandangan masyarakat ketika berbicara mengenai mahasiswa.
Namun, jika hanya menanti kesadaran murni dari mahasiswa, maka fenomena mahasiswa gaib akan tetap lestari sepanjang masa. Ketidakjujuran yang sepele jelas akan mengikis integritas mahasiswa. Sehingga, bisa jadi mahasiswa akan tega menggadaikan integritasnya demi kesenangan pribadi. Seperti halnya para pejabat yang berani melakukan perbuatan KKN, akibat dari hilangnya integritas diri karena terbiasa melakukan pelanggaran-pelanggaran kecil.
Mahasiswa yang titip absen ataupun yang menjadi kurir absen sama-sama patut untuk disalahkan. Mahasiswa yang titip absen akan menjadi koruptor kedepannya, sedangkan mahasiswa kurir absen yang menolong temannya juga merupakan langkah awal sebagai penerima suap. Hal seperti itulah yang terjadi sekarang, bahwa korupsi dan suap merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Selain itu, jika dikaitkan dengan kasus korupsi, banyak kasus korupsi yang sengaja ditutup-tutupi lantaran takut dan tidak berani berterus terang untuk mengungkapnya.
Menyikapi ironi yang terjadi, maka mahasiswa perlu melakukan introspeksi terhadap diri sendiri. Perlu adanya penanaman nilai kejujuran sejak dini kepada para mahasiswa guna memberantas degradasai moral terkait dengan adanya tindakan titip absen. Selain itu perlu diadakan pendidikan integritas maupun pendidikan karakter. Untuk menertibkan para mahasiswa gaib agar menjadi mahasiswa nyata kembali, institusi perguruan tinggi memiliki peran yang penting untuk menekan ketidak jujuran yang terjadi. Institusi harus lebih sering melakukan monitoring terhadap mahasiswa. Hal ini bisa dilakukan dengan memerintahkan dosen untuk selalu mengecek lembar presensi mahasiswa atau kalau perlu menggunakan sistem presensi yang berbasis IT.
Penertiban mahasiswa gaib agar kembali menjadi mahasiswa nyata merupakan sebuah usaha untuk merevolusi mental mereka. Agar kelak jika para mahasiswa gaib menjadi pengajar disebuah institusi perguruan tinggi tak berlanjut juga menjadi dosen gaib.